A CHRISTMAS WISH
Natal tak menjadikan hatinya tentram. Tak menjadikan bahagia tersemat. Tak jua mengirimkan keindahan romansa. Semuanya sirna, terhalang pengkhianatan busuk pria tak bertanggung jawab.
Di dalam gereja, seorang pria mungil malah tertunduk lesu. Malam natal yang seharusnya membuat lengkung senyum semakin manis, malah mengirimkan mimpi buruk tak berujung. Hatinya retak atau mungkin sudah berbentuk potongan tak berbentuk.
Pria yang dicintainya malah menikamkan benda tajam tepat di jantung. Melumpuhkan nadi cintanya dan menusuk tepat di gundukan penuh cairan. Membuatnya tumpah dan membasahi kedua pipi kenyal. Ketika kepala tertunduk, tangisnya makin saja terisak.
“Emang bener kata mereka, Bomin brengsek!” batinnya menggerutu.
Sembari menyeka air matanya, pria manis itu berdiri. Memberikan sorotan tajam pada Tuhan yang dia percayai. Merutuki nasibnya sendiri yang sangat payah dalam urusan percintaan. Kepalannya melulu tertuju di dada, sesaknya sangat terasa.
“Sekali aja! Tolong...” lirihnya memelas. “Biarkan aku bahagia!” lanjutnya pelan.
Tubuhnya tak bisa lagi menopang diri sendiri. Kakinya terlipat hingga menduduki keramik yang dingin. Wajah nan mungil ditutup telapak agar isak tertahan. Beruntunglah dia karena gereja sudah sepi.
“Aku juga mau bahagia kayak orang lain...” ucapnya susah payah dengan tenggorokan yang sakit karena menahan tangisan. “Apa aku diciptakan untuk tidak bahagia? Hah?” teriaknya melengking.
Setelah mengadu kisah menyesakkan dengan Tuhan, Donghyun berdiri. Mencoba tegar di tengah kegetiran kehidupannya. Berjalan lunglai menuju celah pintu agar desir angin sedikit menerpa. Dia sangat membutuhkan oksigen lebih banyak agar hatinya agak menenang.
Sayangnya, kemalangan kembali menimpa dirinya. Seorang pria tinggi datang tanpa berikrar dengannya. Berjalan tergesa dengan raut menyeramkan. Lajunya semakin cepat kala Donghyun berada dalam jarak pandangnya. Ayunan tangan nan keras mengenai wajah mulus Donghyun sesaat setelah jarak menipis.
“Kurang ajar!” teriaknya gemetar.
Tak ada pergerakan apapun, Donghyun hanya menangis. Satu telapaknya menutupi merah di pipi. Tamparan itu seharusnya bukan ditujukkan padanya, melainkan Bomin.
“Jauhin Bomin! Kita udah tunangan!” si pria jangkung itu memperlihatkan cincinnya tepat di wajah Donghyun. “Gak usah kegatelan, deh! Cari cowok lain, jangan Bomin!” sambungnya sembari mendorong Donghyun hingga tersungkur ke aspal.
“Bomin yang salah! Bukan aku!” teriaknya tak terima.
“Ngeyel banget, sih?”
Satu tamparan hendak menyapa kembali pipi kenyal Donghyun. Namun, kali ini keberuntungan agak mendekat. Seorang pejalan kaki menyelamatkannya dari huru hara romansa yang tak berkesudahan. Kedua mata yang terpejam perlahan terbuka karena penasaran dengan kenyataan yang terjadi.
“Kamu siapa?” geramnya penuh emosi.
“Aku?” hempasnya sambil menjatuhkan tangan si pria. “Pacarnya dia...” lanjutnya enteng.
“Oh! Jadi selama sama Bomin kamu juga pacaran sama bocah ini?” tuduhnya tak beralasan.
“Kak Youngtaek, cukup!” amarahnya memuncak. “Aku gak pernah tau kalo Bomin ternyata udah tunangan, Kak! Dia bilang sendiri kalo dia masih sendiri! Dia bahkan gak ngakuin kakak sebagai tunangannya dia! Jangan nyalahin aku terus, dong!” sambungnya kesal.
“Gak usah banyak alesan!” Youngtaek kembali kehabisan stok sabar hingga tubuhnya mendekati Donghyun dengan laju tak santai.
“Eits!” Joochan tetiba saja berada di antara mereka. “Pergi!” ancamnya tegas.
“Kamu...”
Joochan mengangkat tangannya tegas, “pergi! Jangan ganggu pacar aku!”
Youngtaek melempar kepalannya kesal. Rautnya masih merah. Emosinya semakin mendidih, terlihat dari gertakan giginya yang gemetar. Donghyun bisa menarik napas panjang. Walaupun sepercik, keberuntungan datang menghampirinya.
“Are you okay?” Joochan menunduk agar sejajar dengan pria yang baru pertama kali ditemuinya.
Donghyun hanya mengangguk. Cengkraman di bahunya malah ditepis kasar. Kakinya langsung berjalan lunglai. Jangan lupakan telapak tangannya yang terangkat guna memberitakan jika dia ingin sendirian. Bantuan tersebut lenyap tanpa ucapan terima kasih.
Kira-kira sepekan telah berlalu. Donghyun berusaha membangunkan tubuhnya. Sudah terlalu lama dia membusuk di kasurnya, tanpa aktivitas dan perbincangan basa-basi. Kali ini untuk pertama kalinya dia akan memperlihatkan kembali dirinya pada semesta.
Gerbang raksasa yang merupakan awal mula belenggu ilmu sudah dilewati. Laju dibuat sangat pelan karena belum siap bertemu dengan banyak sosok. Pipinya mendadak berwarna merah lantaran malu yang tertahan. Bayangan buruk perseteruan dirinya dan Youngtaek pernah dipertontonkan di depan fakultasnya. Tentu saja dengan teman-temannya sebagai penonton.
Donghyun masih mengingat dengan jelas tamparan keras yang membuat pipinya lebam. Sumpah serapah tak berakal serta tuduhan tanpa bukti yang meruntuhkan harga dirinya. Padahal Donghyun tidak melakukan kesalahan apapun. Pikat rayu Bomin berhasil memperdaya, dia juga melabeli dirinya sebagai single tanpa seseorang dalam hati.
“Donghyun!”
Lambaian dari sahabatnya menghentikan laju. Senyumnya melengkung tipis sementara tubuh menanti sahabatnya mendekat. Rangkulan tersemat seiring menipisnya celah. Langkah dan sudut pandang mereka kali ini sama.
“Kamu baik-baik aja, kan?” sang sahabat berucap dengan nada khawatir.
“Udahlah, Jibeom! Gak usah dibahas!”
Anggukan setuju diperlihatkan, Jibeom enggan menggores kembali luka yang belum mengering. Kembalinya Donghyun cukup membuatnya bahagia. Urusan percintaan disingkirkan terlebih dahulu.
Namun, harap tinggallah harap. Kaki mereka tak lagi mengarungi jalanan. Keduanya terpaku pada sosok antagonis dalam kehidupan Donghyun. Pria menyebalkan dengan berbagai alibi yang menyesatkan menghadang Donghyun dan Jibeom.
“Hyun, dengerin aku dulu!” sergapnya sigap.
“Stop! Urusin Kak Youngtaek aja! Kita gak pernah kenal, Bomin!” sanggahnya sembari berlalu.
Sayangnya, Bomin dan Donghyun bernaung di kampus yang sama. Walaupun hati menolak, pertemuan tak akan bisa dielakkan. Terlebih jika perjuangan Bomin sangat membara. Alhasil, Donghyun harus menelan pil pahit karena beradu pandang kembali dengan Bomin.
“Aku sayang sama kamu...”
“Cukup!” teriakannya melengking. “Aku gak mau sama kamu!” penekanannya tegas.
“Hyun!”
Genggaman dihempaskan, “apa, sih?”
Kepergian Bomin dihentikan oleh Jibeom. Penghentian waktu dimanfaatkan oleh Donghyun untuk melarikan diri. Proses mengelak tak berjalan mulus, dia malah menabrak seorang pria yang juga sedang kehilangan fokus karena mencari sebuah tempat.
“Aw!”
Donghyun tersungkur. Badannya terhempas di jalanan karena postur pria tersebut agak lebih besar darinya, pun dengan kekuatannya. Mujurnya dia, pria tersebut cekatan mengulurkan bantuan. Sehabis jemari bergenggaman, pandangan mereka bertemu hingga saling berkerut dahi.
“Kamu?” Donghyun menyadari raut yg tak asing.
“Oh?” telunjuknya ikut menyadari pertemuan. “Kita ketemu lagi,” sambungnya antusias.
Senyuman melentur manis. Donghyun tentu saja tak asing dengan pria yang memberikannya bantuan saat terhimpit bersama Youngtaek. Sepercik perasaan pun terasa karena terima kasih belum sempat terlontar.
“Makasih,” lanjutnya manis.
Joochan melebarkan sudut bibirnya, “nyantai aja.”
Kembali terulang, Donghyun berusaha menjauhkan diri dari Joochan. Kali ini karena memang waktu menghantuinya. Jika tetap diam bersama Joochan, Bomin pasti akan menemukannya dengan cepat.
“Eh, tunggu!”
Donghyun berbalik karena panggilan yang menurutnya menyebalkan, “ada apa?”
“Aku Joochan...”
Uluran tangan hanya ditatap canggung. Beberapa detik dihabiskan hanya untuk bergelut dengan pikiran. Berbagai peristiwa menaburkan kecemasan, padahal situasi tersebut belum tentu terjadi.
“D-Donghyun...” gagapnya ketakutan karena Bomin menemukan keberadaan dirinya hingga membuatnya berlari.
“Eh, kamu kenapa?” sergapnya.
Bak menemukan jalan buntu, Donghyun tak dapat melaju. Masih dengan genggaman erat di jemarinya, Donghyun menyembunyikan kemungilannya pada postur Joochan. Paham dengan isyarat yang diberikan, Joochan langsung menjadikan tubuhnya sebagai garda depan.
“Minggir!” usir Bomin.
“Ada urusan apa sama pacar aku?” ucap Joochan seenaknya.
“Pacar?” jawabnya terkejut. “Gak usah bohong, deh. Dia punya aku! Minggir!” tambahnya berapi-api.
Keterkejutan melebar, bukan hanya Bomin tetapi Jibeom pun merasakannya. Namun, dia hanya diam. Lebih tepatnya menunggu penjelasan dari sahabatnya. Selain itu, dia juga masih berusaha menyingkirkan keberadaan Bomin di hadapan Donghyun.
Perseteruan semakin memanas. Joochan dan Bomin seakan bersiap naik ring. Keduanya bak petinju profesional yang sudah menggunakan sarung tangan keberuntungannya. Mereka akan memperebutkan Donghyun sebagai reward utama yang sangat berharga.
Pertikaian itu hampir saja terjadi jika Youngtaek tidak datang. Napas ketenangan telah didapat, tetapi umpatan dan cacian pasti akan menaungi Donghyun kembali. Beradanya Bomin di dekat Donghyun akan menjadikan percikan api yang berbahaya, apalagi Youngtaek yang memergoki secara langsung.
“Bomin! Ngapain kamu disini? Aku udah bilang, kan? Tinggalin Donghyun!” imbuhnya tegas.
“Kok, bisa disini?” ujarnya terkejut.
“Kalo kamu masih disini kita putus!” bola mata Youngtaek hampir keluar. “Kamu gak liat dia udah sama cowok lain, hah?” terusnya meninggi.
Joochan sepertinya sudah mengerti dengan berbagai tanda dan isyarat yang diberikan Donghyun. Pertengkaran Youngtaek dan Bomin juga menjadi kode terbesar baginya. Masalah yang dihadapi masih sama, begitu kiranya kesimpulan yang diambil Joochan.
Beralih pada Bomin dan segala keterkejutannya. Genggaman sang tunangan dihempas lembut dengan lesatan kaki mendekati Donghyun. Sengatan ketajaman bola matanya menusuk pandangan. Namun, Joochan tetap menjadi garda terkuat bagi Donghyun.
“Hyun, sejak kapan kamu sama dia?” tuturnya tanpa basa-basi.
Sembari berlindung di belakang Joochan, Donghyun mencengkram ujung pakaian Joochan. Bernapas penuh beban dengan jemari agak gemetar. Mantan kekasihnya enggan diberikan alihan perhatian. Donghyun bak tahanan yang ingin segera melarikan diri.
“Gak usah ikut campur! Urusin dia aja! Okay?” cakap Joochan penuh penekanan.
“Hyun! Kamu gak mau jelasin ini semua?” emosi mengelilingi hati Bomin sekarang.
“Jelasin kamu bilang?” Joochan melangkah sedikit. “Pergi! Gak usah ikut campur urusan aku sama Donghyun,” katanya membahana.
Tanpa berpeluh diksi, Youngtaek menyeret Bomin kembali. Menariknya menjauh bahkan dari kehidupan Donghyun. Untuk saat ini, Donghyun dapat kembali menghirup kebebasan. Sekali lagi, Joochan berhasil menyelamatkan hidupnya.
Bomin dan Donghyun sudah berjarak ribuan kilometer. Mustahil mereka dapat berdekatan kembali karena Youngtaek pasti akan sigap mengawasi. Berbagai ucapan terima kasih telah diberikan untuk Joochan. Pertemuan kedua ini mungkin menjadi keberuntungan lain bagi Donghyun.
“Kamu kuliah disini?” kali ini Jibeom yang penasaran.
Joochan mengangguk, “ya, kebetulan baru pindah. Ini kebetulan lagi nyari fakultas seni, kalian tau?”
Dengan senang hati mereka mengantar Joochan. Sang penyelamat diantarkan ke tujuan tanpa kekurangan. Dalam perjalanan, tatapannya melulu tertuju pada Donghyun. Sudah terduga, pria itu berhasil merenggut kekosongan hati Joochan. Tak bisa dipungkiri, pertolongan awalnya adalah awal penyemaian benih romansa.
Setelah sampai di destinasi, Joochan membungkuk. Memberikan penghormatan terakhir dan senyuman manis. Donghyun dan Jibeom pun tak banyak beretika formalitas. Mereka hanya berpisah sembari memberikan kesan positif.
“Padahal dulu aku cuma liat kamu di gereja, ya...” batinnya bercerita manis seiring kepergian dua sahabat. “Sampai ketemu lagi, Hyun,” imbuhnya senang.
Joochan, pria yang memberikan keberuntungan bagi Donghyun, cukup memberikan kesan awal yang kuat. Pertolongan kedua hari ini semakin meyakinkan Donghyun bahwa harapan natalnya segera terkabul. Walaupun hanya sandiwara, dia yakin jika Bomin tidak akan memiliki keberanian mendekat. Berkat Joochan, dia bisa menghirup oksigen dengan sangat bebas.
“Makasih, Joochan...” lirihnya saat menjauh.
Donghyun, awal pertemuannya tak sengaja di sebuah gereja. Sayangnya, saat itu Bomin menggenggam erat tangannya. Waktu berjalan cukup cepat, sampai akhirnya Joochan melulu melihat Donghyun dan kesendiriannya. Entah sihir apa yang dimiliki Donghyun, tetapi pria itu berhasil membuat romansa bersemi di hati Joochan.
Tegur sapa penuh basa-basi tak berani dilayangkan. Berbagai drama berkedok modus pun enggan dilakukan. Joochan merasa jika Donghyun bukanlah pria sembarangan. Akhirnya dia memutuskan memilih waktu yang tepat untuk mendekati Donghyun.
Datanglah perseteruan hebat antara Donghyun dan Youngtaek. Bukan waktu yang tepat, tetapi Joochan merasa dia harus melindungi pria manisnya. Tangisan tak berhak mengalir di pipinya. Walaupun hanya drama tak berkelas, Joochan berhasil berada di sisi Donghyun.
“Sampai bertemu lagi, Donghyun...”
Kisah romansa baru akan segera tertulis. Lembaran baru kehidupan percintaan Donghyun akan dipenuhi dengan bunga yang bermekaran. Setiap hari dia akan mendengarkan biola merdu yang mesra. Joochan siap menjadi pria yang akan mewujudkan semua harapan natalnya.
FIN