GEUM

ᴴᵃʳᵃᵖᵃⁿ ᵗᵉʳᵏᵃᵇᵘˡ ⁱᵗᵘ ᵇᵃᵏ ˢᵉᶜᵉʳᶜᵃʰ ᶜᵃʰᵃʸᵃ ʸᵃⁿᵍ ᵐᵉʳᵉⁿᵍᵍᵘᵗᵐᵘ ᵈᵃʳⁱ ᵈᵃˢᵃʳ ᵏᵉᵍᵉˡᵃᵖᵃⁿ. ᴺᵃᵐᵘⁿ, ʲⁱᵏᵃ ᶜᵃʰᵃʸᵃ ᵗᵉʳˢᵉᵇᵘᵗ ᵃᵏʰⁱʳⁿʸᵃ ᵐᵉᵐⁱⁿᵗᵃ ⁱᵐᵇᵃˡᵃⁿ, ᵃᵖᵃᵏᵃʰ ᵏᵃˡⁱᵃⁿ ᵃᵏᵃⁿ ᵗᵉᵗᵃᵖ ᵇᵉʳʰᵃʳᵃᵖ?

Gemerisik dedaunan membuat bising penghuni hutan. Sepinya suasana membuat denting jarum jatuh pun terdengar. Kali ini napas tersengal berulang kali memekik di telinga. Laju pijak di tanah pun tak kalah bising mengganggu.

Satu anak manusia terdampar tak berdaya di tengah hutan. Bukan hutan biasa melainkan hutan terlarang. Ketika tubuh lemasnya bangkit dari ketidaksadaran, dia memilih melaju walaupun harus melewati labirin yang sulit.

“Akh!”

Dalam kaki pria tersebut menyusup dedaunan hijau misterius. Bentuknya serupa tali hingga berhasil mengalung kuat dan menyeret manusia tak berdaya tersebut. Kedua tangannya susah payah merengkuh tanah, tapi tak berhasil. Dia terus terseret dan terbanting masuk ke rumah yang amat menyeramkan.

Sekelebat laju mendorong tubuhnya dan membentur tembok. Sorot tajam itu menakutkan, mereka bertemu pandang. Seringai menakutkan diperlihatkan bersamaan dengan sorot tajam khas binatang buas. Dalam keadaan terhimpit, hanya harapan yang dapat dilirihkan.

“Kim... Dong... Hyun...”

Raut wajah yang dipanggil berubah. Dadanya semakin kembang kempis ketakutan. Dia khawatir jika nyawanya akan melayang hari ini seperti ramalan yang pernah dituliskan untuknya dahulu.

“Kamu siapa?”

“Hong Joochan!” Sergapnya sigap. “Salam kenal!” Lanjutnya sembari merenggangkan jarak dan mengulurkan tangan.

“Hah?”

Donghyun enggan mengulurkan tangannya. Terlepas dari sergapan menakutkan, dia malah mendekap dirinya sendiri. Keningnya pun berkerut kebingungan, sikap makhluk di hadapannya sungguh sulit dimengerti.

“Kita harus kenalan biar sayang, kan?”

“Eum?” Donghyun makin kebingungan.

“Itu yang aku tau dari dunia manusia, katanya...” Joochan berputar sejenak sembari berpikir. “Tak kenal maka tak sayang, kan?” Sambungnya.

Donghyun makin tak mengerti dengan makhluk asing di hadapannya, yang jelas dia bukan manusia. Melihat celah pintu yang terbuka lebar, Donghyun tentu saja enggan melepaskannya. Lajunya langsung melesat bagai kilat, walaupun akhirnya terperangkap lagi.

“Mau kemana, sayang?”

“Sayang?”

“Sebentar, sayang!”

Tubuhnya dilempar tanpa iba dan seakan kembali membuat banyak tulang retak. Dari sudut pandang kecil, Donghyun memicingkan matanya. Laki-laki yang tadi melemparnya terlibat pertengkaran sengit dengan makhluk sejenisnya. Berbagai cakaran dan tendangan dikeluarkan. Untuk saat ini, Donghyun hanya berharap jika Joochan dapat meraih kemenangan.

Berbagai kekuatan dikeluarkan sampai juara didapat. Kilatan dan sambaran membuat luka semakin menyayat. Benturan demi benturan terlihat jelas hingga menimbulkan ringisan. Pertempuran ini cukup lama seakan memperjuangkan hal yang tak sepele.

Kedua katup segera tertutup. Kegelapan menyergap sepertinya lebih baik karena Donghyun sangat ketakutan. Jika salah satu diantara makhluk tadi menang, bukan tidak mungkin dia yang akan menjadi sasaran selanjutnya. Ketakutan semakin merasuk dan tubuhnya mulai gemetar.

“Donghyun!”

“AAAAAAAA!”

Tubuhnya hampir saja menjadi santapan keramik keras jika tak disergap oleh Joochan. Pandangan mereka kembali bersatu dalam posisi Donghyun yang hampir terjatuh. Jantung Donghyun masih tak santai apalagi ketika melihat tubuhnya yang hampir terbentur kembali.

“Kok bisa tiba-tiba disini?” Tanyanya gagap.

“Kamu gapapa?” Donghyun langsung menggelengkan kepalanya. “Kamu laper, kan? Mau makan?” Tawarnya.

“Makan?”

Joochan kembali menarik kedua sudut bibirnya bak boneka polos tak berdosa. Namun, Donghyun kehabisan akal. Dia kebingungan dengan tawaran tersebut. Rumah di tengah hutan seperti ini mustahil jika memiliki stok makanan untuk manusia seperti dirinya.

“Tadi itu siapa? Terus kenapa aku bisa di hutan ini? Ini maksudnya apa?” Pertanyaannya bertubi hingga membuat Joochan mendekat dan menyimpan telunjuknya di bibir milik Donghyun. “IH! JAUH-JAUH, AH!” Dorongnya kasar.

Sorot mata tajam diperlihatkan kembali hingga Donghyun merasa terhimpit. Kedua mata sendu hanya bisa tertunduk tanpa tahu tujuan yang harus dilakukan. Keberadaan dirinya masih menjadi misteri. Pertemuan kali ini pun tak kalah misterius.

“Stop!” Donghyun mengulurkan tangannya agar Joochan berhenti mendekat. “STOP!” Suaranya makin melengking tetapi hasilnya nihil.

Kedua tangan Joochan berhasil memerangkap tubuh mungil Donghyun. Lagi, mata mereka beradu. Semilir aneh terasa oleh kedua makhluk tersebut, tetapi maksudnya masih sulit untuk diartikan.

“M-mundur! Mau apa kamu?”

“Kamu....” Tubuh Joochan semakin menghimpit. “Kalo gak aku seret kesini...” Jemarinya mengapit wajah Donghyun hingga terangkat. “Mungkin sekarang udah mati!” Bisiknya pelan.

“Tapi... Tapi gak harus kayak tadi juga, kan? Bisa ngomong baik-baik atau....”

“Atau apa? Keadaan kamu lagi panik kayak gitu terus ketemu orang yang gak kenal, emang kamu bisa langsung percaya? Emang semua orang yang ngajak baik-baik hasilnya juga baik? Hah? Aku bawa kamu pake cara tadi aja masih ketauan apalagi aku bawa sendiri. Mikir, dong!” Telunjuknya ditempelkan di kepala Donghyun.

“Maksud kamu?”

“Sssttt!”

Jarak mereka semakin menempel. Bahkan di antara kedua wajah, sepertinya akan saling menempel jika telunjuk Joochan tak berada di bibir Donghyun. Kode tadi membuat Donghyun kembali ketakutan. Sinyal bahaya seakan diberikan oleh Joochan agar Donghyun menurut sepenuhnya.

“Ikut aku!”

Jemari mereka bergenggaman dan langsung melesat bak meteor. Kekuatan tak disia-siakan lagi. Joochan memilih kabur dan menyembunyikan mangsanya di tempat yang aman. Aroma manusia pasti akan selalu tercium di hutan penuh bangsa serigala.

Melesat seperti roket membuat kepala Donghyun pening. Apalagi kondisi tubuhnya habis remuk karena berbagai pertempuran yang bahkan tak tahu latar belakangnya. Ditambah perut pun kosong lantaran cadangan makanan yang menipis.

Joochan kini berlagak seperti peri. Sisi baiknya diperlihatkan segera pada Donghyun. Kebetulan di tempat baru yang dia pijak, makanan ternyata melimpah. Syukurlah makanan tersebut bisa dikonsumsi oleh Donghyun. Bak chef profesional, Joochan meracik semuanya dan menyajikannya di hadapan Donghyun.

“M-makasih...”

Kedua alis matanya diangkat genit. Senyum manis pun diperlihatkan. Joochan menunduk seakan mempersilakan tamunya untuk makan tanpa mempedulikan keberadaan dirinya.

Kegiatan menyantap dihentikan sejenak ketika netra memandang lukisan indah. Berbagai gambar indah tersebut seakan mendeskripsikan suatu peristiwa. Potret tersebut diteliti dengan sangat baik, tetapi tak memberikan isyarat apapun.

“Kenapa?”

Joochan kembali mengendap tanpa suara. Kini posisinya sudah berada di samping Donghyun. Suara tadi dia suarakan dengan cara berbisik hingga manusia tersebut kembali terkejut.

“Kalo mau nanya tuh bisa kasih tanda dulu gak? Hobi banget bikin kaget, sih!”

“Kamu tau itu artinya apa?” Telunjuknya mengarah pada lukisan indah tersebut. Jawaban yang diberikan hanya menggeleng. “Takdir kita berdua....” Jawabnya.

“Hah? Ngaco!”

“Kata itu juga yang pertama kali aku keluarin pas dikasih tau tentang arti lukisan itu sama kakak.”

“Kakak?” Pria mungil itu kebingungan.

“Eum! Kak Yoon, tapi gausah dibahas, gak penting!” Joochan mendekatkan kembali kepalanya. “Mau aku ceritain kenapa kamu bisa disini?” Sambungnya.

Donghyun mengangguk kecil berbalut ragu. Pria di hadapannya ini entah bisa diberikan kepercayaan atau tidak. Akan tetapi, benaknya selalu saja memerintahkan untuk setuju. Alhasil, Donghyun menurut dan menempati ruang kosong di sebelah Joochan.

Mereka melakukan perjalanan masa lalu bersama. Kembali untuk mengetahui peristiwa yang belum terungkap. Dalam ceritanya, Donghyun sempat sesekali teralihkan fokus karena ketampanan Joochan. Namun, segera dia alihkan kembali untuk mengetahui alasan keberadaannya di hutan terlarang ini.


Pada zaman dahulu, hiduplah satu pasangan sederhana di desa. Mereka amat bahagia dan saling melengkapi satu sama lain. Sayangnya, pernikahan mereka tersandung oleh satu kerikil tajam. Satu-satunya yang belum mereka miliki adalah seorang anak.

Kabar tersiar sejak lama mengenai satu mitos di desa tersebut. Jauh di pedalaman hutan pinggir desa, terdapat satu hutan terlarang yang bisa mewujudkan sebuah harapan termasuk untuk memiliki momongan. Di dalam sana terdapat Geum, rumah berlapis emas yang dihuni oleh makhluk serigala menyeramkan. Cukup masuk dan temukan Geum tersebut, jika berhasil maka harapan pun akan terwujud.

Namun, tentu saja harapan tersebut harus digapai dengan perjuangan ekstra. Desas desus lain pun terdengar. Semua orang yang masuk ke hutan larangan tersebut, ketika pulang hanya tinggal nama saja. Itu menjadi satu-satunya alasan hutan tersebut tak pernah diinjak manusia. Hutan tersebut dihuni oleh para bangsa serigala yang tentu aja akan dengan senang hati menyantap semua manusia yang datang sebelum mereka bisa menemukan Geum.

Singkat cerita, pasangan tersebut memberanikan diri untuk masuk ke hutan larangan. Memanjatkan harapan setinggi langit dengan sepercik keajaiban untuk menyelamatkan nyawa mereka. Apapun syarat yang diajukan, akan dipenuhi selama masuk akal dan tergapai. Begitulah kira-kira perjanjian yang akan mereka tawarkan ketika berhasil menemukan Geum.

Keberuntungan dan keajaiban ternyata memayungi pasangan tersebut. Mereka berhasil menemukan Geum dan melemparkan perjanjian sengit. Anak pria yang gemas dan lucu berhasil dilahirkan dengan selamat. Namun, kebahagiaan mereka harus kembali terenggut karena syarat yang pernah disetujui.

Bayi menggemaskan yang akhirnya diberikan nama Kim Donghyun itu harus mengabadikan dirinya ketika berumur 20 tahun pada bangsa serigala. Siap ataupun tidak, pemilik harapan akan mengambil paksa Donghyun. Orang tuanya sempat melarikan Donghyun ke tempat terpencil tetapi nihil. Donghyun tetap saja menghilang dan tak bisa ditemukan.


“Jadi... Ayah sama bunda berhasil nyari Geum?” Joochan mengangguk. “Terus apa hubungannya kamu sama aku?” Lirihnya kesal.

“Aku sama kamu? Hhhmmm gini....”

Donghyun langsung menyela, *“jangan-jangan kamu makhluk jahat yang mau bunuh aku? Iya, kan?” Tinju mungil dihadapkan ke arah Joochan untuk berjaga-jaga.

Joochan tentu saja tidak akan merasa terintimidasi dengan ancaman kecil tersebut. Lengannya langsung menahan kepalan lalu mendorongnya dengan kuat hingga terbaring. Joochan sukses berada di atas Donghyun dan tak lupa sorot tajam khas serigala mengintimidasi.

“Kalo aku niat bunuh kamu, mana mungkin sekarang kamu masih hidup, Donghyun...”

“Terus?”

“Liat itu...”

Kini sudut pandang mereka sama, bola mata tertuju pada arah telunjuk Joochan. Suatu gambar anak pria remaja dengan makhluk serigala di sampingnya. Salah satu rangkaian cerita tersebut memberi isyarat bahwa mereka adalah pasangan yang tak dapat dipisahkan apapun. Rangkaian tersebut tak usai, kisahnya bagai rahasia semesta yang meminta segera dipecahkan.

“Gambar itu alur cerita kita berdua, Donghyun. Perjuangan orang tua kamu, sampai akhirnya kamu diambil paksa dari mereka, terus kita ketemu... Liat baik-baik!” Ucapnya penuh penekanan. “Kita diciptakan untuk saling melindungi, Donghyun. Aku lahir cuma buat kamu, begitu juga sebaliknya.” Lanjut Joochan.

“Itu maksudnya aku sama kamu?”

“Pinter!” Seru Joochan sambil mengelus rambut Donghyun gemas. “Aku udah nungguin kamu lama, loh. Setia pula! Hebat, kan?”

“Terus kenapa gambarnya berhenti? Gaada ending ceritanya? BERARTI KITA BUKAN JODOH DONG, NGAREP AJA NIH MAKHLUK SATU!” Suaranya memekik menuju akhir.

“Ssstttt!” Kepala mereka semakin mendekat. Donghyun agak tidak nyaman karena harus menopang tubuh manusia serigala di atasnya. “Itu rahasia, Donghyun. Kamu tau lawan aku siapa? GEUM! Penghuni Geum gaakan mungkin rela kamu diambil orang lain. Jadi, semesta aja gak tahu gimana endingnya. Tergantung perjuangan kita.... Lawan atau nyerah!” Tegasnya.

“Bohong!”

“Kalo kamu gak percaya, yaudah!” Joochan langsung berdiri. “Pergi dari sini sekarang! Kalo kamu dalam bahaya, gak usah minta tolong sama aku! Paling kamu mati di hutan, kalo gak dibunuh Geum, ya dibunuh serigala lain.” Jawabnya enteng.

Tubuhnya dibangunkan kembali. Debu di sekitar pakaiannya dipukul agar melayang. Matanya terus melihat pada seseorang yang sudah dituliskan takdir untuknya. Donghyun kebingungan dengan keputusan yang akan diambil.

“Donghyun! Mau pergi atau tetep disini sama aku?”

Pilihan dilemparkan secara buas. Joochan sudah membuka pintu, tetapi Donghyun masih diam. Si serigala tampan itu mengangkat dagunya angkuh. Satu tangannya kini tak lagi menyangga pintu tetapi disimpan di pinggang.

“Kamu mau pergi?” Tawarnya kembali.

“A-aku...”

“Kamu lebih milih tinggal menderita di luar sana dibanding sama aku?”

“Gimana caranya aku bisa percaya sama kamu?”

“Ini buktinya! Aku kalo niat jahat sama kamu, dari awal aja aku bunuh atau makan kamu sekalian!” Erang Joochan kesal.

Donghyun membulatkan kedua matanya. Sinyal bahaya terdeteksi tetapi anehnya Joochan tidak merasakannya. Badannya gemetar, sayang sekali lidahnya berubah kelu. Dia hanya bisa menunjuk ke arah makhluk yang sedang datang dengan sorot mata sangat tajam.

“Donghyun!” Pekiknya kasar. “Arghh! Sial! Kenapa gak ketauan datengnya, sih!” Kesalnya makin membara.

Joochan melesat seperti makhluk yang mengambil paksa Donghyun. Pergerakan mereka melebihi kecepatan angin dan butiran debu. Semua penghalang dihancurkan tanpa ampun. Ranting, dedaunan, bahkan makhluk sejenis didobrak sangat kasar.

“JOOCHAAAAAN!”

Pekik ketakutan Donghyun membuat laju semakin cepat. Sempat kehilangan jejak, akhirnya Joochan memaksa otaknya berpikir. Tidak ada makhluk serigala yang berani mengambil Donghyun kecuali penghuni Geum. Tidak ada pilihan lain, Joochan akan segera menuju ke tempat tersebut.

“Donghyun!” Berbagai tirai dan pintu yang terdapat di dalam rumah berlapis emas tersebut disingkap. “Kim Donghyun!” Teriaknya terus menggema seisi ruangan.

“Akh!”

Joochan terkapar. Makhluk tadi menyikutnya dari belakang. Donghyun yang masih dalam cengkraman tak bisa bergerak karena lengan makhluk menyeramkan tengah mencekiknya.

“Lepasin Donghyun!”

Matanya berubah menyala. Tantangan didengungkan karena dia pun tidak menginginkan Donghyun diambil orang lain. Tangannya semakin gemetar seiring penekanan di leher Donghyun. Di sudut lain, Joochan tidak dapat berkutik karena kekuatannya tak sepadan.

Oksigen yang melimpah tak bisa dihirup bebas oleh Donghyun. Akses bernapas ditutup dengan cekikan luar biasa. Perlahan pening dirasakan hingga pandangannya kabur. Tubuhnya lunglai disertai dengan wajah yang berubah pucat.

“Donghyun!”

Joochan tetap berusaha memanggil agar manusia tersebut tetap berada bersamanya. Namun, harapannya sirna. Matanya jelas sekali melihat tubuh mungil tersebut terkapar. Postur yang kecil terhempas ke lantai yang dingin. Nyawanya bersiap untuk melayang dari raga.

“Donghyun! Kim Donghyun! Bangun!”

Tubuh lemas itu masih digoyangkan dengan hebat. Joochan tidak mau perjuangannya selesai begitu saja karena kematian Donghyun. Dalam kepanikan, Joochan terus memanggil nama manusia mungil tersebut.

Keajaiban datang tanpa dugaan. Kehidupan terlihat dari pergerakan kecil jemari mungil milik Donghyun. Ringisan terlihat jelas dari raut wajah pucatnya. Setelah itu, matanya mengerjap hingga Joochan menunjukkan pengharapan.

“Donghyun?”

Jemari mereka saling bertaut kembali. Nyawanya tak jadi menghilang. Semesta seakan memberikan kesempatan kedua pada pasangan yang baru saja dipertemukan tersebut. Situasi sedang tenang, tidak ada yang memangsa karena menganggap jika nyawa tak lagi di tubuh Donghyun.

“Kita pergi sekarang, ya?”

Tubuh Joochan mendadak memiliki energi penuh. Lengannya melingkar pada pinggang yang masih lemas. Jalannya tertatih karena kesakitan yang menumpuk. Perlahan Joochan terus memberikan atensi agar prianya mendapatkan sepercik kenyamanan.

“Sial!”

Joochan menyimpan terlebih dahulu Donghyun di tempat aman. Kemalangan kembali mendekat, pintu keluar dari berbagai akses ternyata tertutup. Penghuni Geum bagai menerka jika pasangan tersebut akan lari ketika fokus tak diberikan.

“JOOCHAAAAAN!”

Kepala menengok seraya teriakan melengking dari Donghyun. Rautnya kesal sekaligus marah. Keputusannya tidak berjalan dengan baik. Joochan malah menjerumuskan Donghyun dalam jurang kesakitan.

Pertempuran kembali terjadi di ruangan berpetak tersebut. Keindahan emas terlupakan begitu saja karena ceceran darah di lantai. Berbagai luka di tubuh pun memperlihatkan sengitnya pertikaian hari ini.

“Donghyun, pergi!”

Joochan berhasil menyingkirkan mahkluk terkutuk dari tubuh Donghyun. Titah itu seperti pudar di pendengaran di pria mungil. Dia malah menatap pilu seperti enggan meninggalkan Joochan. Jika ditilik kembali, perseteruan ini didapatkan karena dirinya. Tidak mungkin jika tidak bertanggung jawab.

“PERGI!” Suaranya semakin lantang.

Sorot mengenaskan bertemu dengan Donghyun. Dia berhasil menghempaskan Joochan yang sudah kehabisan energi. Langkah semakin mundur lalu dipercepat. Namun, kakinya seperti terbelit dan menjatuhkan dirinya ke lantai.

Donghyun tidak lagi bisa melarikan diri. Tubuhnya kembali menjadi sasaran empuk penghuni Geum. Luka dilukiskan semakin beragam. Perih dan sakit datang silih berganti.

Tubuh yang tak berenergi susah payah dibangkitkan. Bersamaan dengan semilir angin yang menusuk kulit, Joochan berdiri sembari mengumpulkan kekuatannya kembali. Menantang lagi si pembuat onar seakan dirinya memiliki cadangan kekuatan.

Memanfaatkan situasi lawan yang terkapar, Joochan menarik Donghyun untuk mencari tempat yang aman. Menyelinap dan mengunci ruangan berpetak berbalut kedinginan. Dari arah luar, lawan melulu memberikan dobrakan karena akses yang tertutup. Di tengah kesempitan, Donghyun melamun sampai akhirnya menemukan ide yang menurutnya bisa menjadi solusi.

“Joochan!”

“Eum?”

“Gigit aku!” Titahnya teguh.

“Apa?”

“Buruan!”

“Kamu udah gila?”

“Kamu lebih milih aku mati disini? Hah?”

Amarah tersebut membuat Joochan berkerut kening. Keputusan Donghyun benar-benar tidak terpikirkan olehnya. Joochan hanya ingin memberikan perlindungan, bukan membawa Donghyun ke dunianya. Perlu diingat, seorang manusia yang berubah menjadi manusia serigala pasti akan sulit mengendalikan kekuatannya karena belum terbiasa. Donghyun pasti akan tersiksa dengan berbagai perubahan dalam dirinya.

Lamunan Joochan ditarik kenyataan setelah suara dobrakan semakin brutal. Mereka semakin terhimpit. Akses keluar pun tak ditemukan. Jalan satu-satunya adalah melawan.

“Joochan, aku masih pengen kumpul sama orang tua. Seenggaknya kalo kamu gigit aku, kita bisa lawan dia barengan, kan? Terus aku juga masih bisa tinggal sama orang tua walopun udah beda sama mereka.”

“Semuanya gak segampang yang kamu bayangkan, Donghyun. Kekuatan yang kamu punya pasti susah dikontrol. Kamu....”

Diksi penjelas yang diungkap Joochan dipotong paksa. “Masih ada kamu. Aku percaya sama kamu. Kamu bilang kita ditakdirkan buat barengan, kan? Kamu mau bantu aku, kan? Kalo kayak gini, kamu ngelawan sendirian, bukan gak mungkin kita berdua bakalan mati, Joochan!”

Saat sedang terhimpit, dia sangat membutuhkan saran dari kakaknya. Namun, jarak yang sangat berjauhan tidak mungkin mempertemukan dirinya. Sorot mata Donghyun makin tajam, dia memberikan isyarat jika siap seutuhnya untuk berubah wujud. Akan tetapi, Joochan tetap tidak sampai hati jika harus menggigit takdirnya.

“Joochan, cepetan!”

Kepalanya sengaja diarahkan ke samping. Bola mata tertutup erat dengan raut yang sudah meringis. Kepalan tangannya mencengkram ujung pakaian yang digunakan Joochan. Seluruh raganya telah siap menerima perubahan.

“Donghyun...”

“Aku gapapa, cepetan!”

Joochan mendekat. Mengikis sela yang terbuka luas di hadapan mereka. Memberikan kalungan di pinggang hingga kulit mereka bergesekan. Terlebih dahulu Joochan menghembuskan napas beratnya di lekuk indah Donghyun. Bahunya terangkat karena merasakan sensasi kegelian.

“Maaf, Donghyun...”

Di sela kepiluan, hanya permintaan maaf yang bisa terlontar. Gigi taringnya menancap utuh serta memberikan bekas luka yang khas. Tubuh Donghyun mendadak gemetar, Joochan tetap mempertahankan posisinya karena enggan takdirnya kesakitan lagi. Lenguhan tertahan karena perih yang terus ditahan. Ternyata tubuh Donghyun pun tak siap mendapatkan perubahan drastis.

“Jooch...”

Kegiatan terhenti. Pandang mereka segera bersatu. “Donghyun?” Tanyanya khawatir.

Telapak tangan mungil meraba bekas luka yang ditinggalkan Joochan. Bola matanya tak lagi getir, warnanya berubah perlahan menjadi merah membara. Beberapa sensasi aneh terasa dalam tubuhnya. Donghyun masih terdiam, berusaha membiasakan diri pada berbagai perubahan wujud yang akan mengubah kehidupannya.

Adaptasi tidak dibiarkan lama. Pintu keburu terbuka paksa bahkan rusak. Kekuatan lawan masih penuh, berbeda dengan mangsanya yang hanya menyisakan kerak kekuatan.

Joochan berusaha menyimpan takdirnya di belakang postur tubuh, tetapi Donghyun enggan. Berbekal kekuatan baru, dia melesat dan memberikan perlawanan sengit. Manusia serigala baru memang selalu memiliki kekuatan yang tidak dapat dikendalikan dengan baik. Joochan takjub melihat takdirnya bisa bertempur seperti itu.

Berbagai kilatan, sayatan, cakaran, bahkan bantingan diperlihatkan oleh Donghyun. Dia benar-benar menjadi pribadi lain yang tak dikenali oleh Joochan. Setelah lawan terkapar, sayangnya kini Joochan yang menjadi sasaran. Ingat, kekuatan Donghyun belum sepenuhnya bisa dikontrol. Dia bisa menyerang siapapun tanpa pandang bulu.

“Donghyun, akh!”

Tubuhnya melayang bagai kapas tertiup angin. Raganya terhempas kembali mengapungkan debu yang berserakan. Tulangnya seakan rontok menerima berbagai pukulan dari Donghyun. Tetapi, perlawanan tak bisa diberikan. Joochan enggan membuat luka di tubuh pria yang disayangi.

“Donghyun, sadar! Ini Joochan!” Satu tangkisan diterima lalu pandang ditajamkan. “Kim Donghyun!” Suaranya semakin lantang.

Lantang yang merambat membuat tubuh gemetar. Kesadaran didapatkan lalu membuat tinju melunak. Donghyun terjatuh, lebih lemas lagi ketika melihat sasarannya pun terkapar. Telapak tangannya gemetar dan hanya ditatap pilu.

“Joochan, maaf...”

“Gak ada waktu buat minta maaf! Kita pergi dari sini dulu, ayo!”

Mereka melesat kembali, berpijak di lantai kediaman Joochan yang agak aman. Donghyun masih belum sepenuhnya menyesuaikan diri. Keanehan demi keanehan dalam tubuhnya berusaha ditahan sendirian, bahkan terkesan disembunyikan dari Joochan. Lamunan tak jadi merenggut kesadaran, Donghyun heran karena lukisan yang ditatapnya malah menggambar rangkaian peristiwa sendirian.

“Joochan, i-itu lukisannya...”

Telunjuk Donghyun menjadi petunjuk arah. Tubuh lemas Joochan ikut mengistirahatkan diri di lantai sembari menatap lukisan tersebut. Pergerakannya cepat sekali, gambarnya pun sesuai dengan berbagai peristiwa yang mereka alami.

Donghyun tercengang, apalagi melihat dengan mata kepalanya sendiri jika peristiwa tersebut benar-benar dia alami. Bola matanya agak bergetar ketika gambar dirinya dilukiskan ketika sedang digigit oleh Joochan. Namun, lukisan terhenti kembali karena belum mendapatkan seorang pemenang. Kelelahan menerjang, jika dilanjutkan mungkin saja akan memberikan kekalahan.

“Kita istirahat dulu, aku gak mau kamu...”

Donghyun langsung memberikan dekapan sarat emosi, “Makasih, Joochan...”

Balasan pelukan diberikan sembari menyimpan kepala di lekuk indah Donghyun. Sebelum berucap, Joochan mengecup bekas luka gigitan yang ditorehkan olehnya. “Aku pasti bantu kamu, perjuangannya gak mudah. Kita harus selalu barengan, Donghyun...”

Donghyun hanya mengangguk sendu. Perjuangan mereka belum menemukan titik akhir. Perjalanan masih panjang bahkan berliku. Satu keputusan sudah diambil walaupun sulit. Perlahan Donghyun yakin jika pria yang didekapnya memang tercipta untuknya.

Kedua mata mereka tertutup erat. Panjat harapan diteriakkan batin untuk meminta kemenangan serta keajaiban. Hati mereka sudah bersatu, walaupun belum merasakan keyakinan. Namun, perjuangan yang dilakukan bersama akan mengubah semuanya menjadi romansa. Hubungan mereka akan semakin kuat, bahkan takdir pun hanya akan mengikuti keinginan mereka. Malam ini, mereka akan mengumpulkan sisa kekuatan yang hilang demi pertempuran lebih menyakitkan esok hari.

FIN