LET ME

Beberapa panggilan masuk terabaikan hingga membuat si penelepon kalang kabut. Langkah bulak balik melulu dilajukan karena kecemasan yang semakin tinggi. Ponsel yang digenggam hampir saja menyentuh lantai jika amarahnya tak sanggup ditahan. Hatinya bersatu dengan gemuruh guntur di langit, cemas karena sang suami tak kunjung memberikan kabar.

“Kak Yoon mana, sih? Kok, pulangnya lama banget mana hujannya deres pula.”

Kali ini kukunya habis digigiti. Bertemankan hujan deras, dia rela menunggu suami tercintanya di teras. Percikan air membasahi pakaian yang menempel, tapi tak apa. Dia hanya membutuhkan kedatangan suaminya.

“Kak, kasih kabar, dong. Biar aku gak khawatir kayak gini.” Gumamnya sendirian.

Satu jam berlalu. Waktu yang dijanjikan sudah terlewati sejak lama. Seharusnya mereka sudah dalam perjalanan penuh romansa menuju sebuah villa yang sudah dipesan oleh Sungyoon. Salah satu alasannya tak lain karena besok merupakan ulang tahun Seungmin, pria kesayangannya. Selain itu, dia juga ingin melakukan quality time karena akhir-akhir ini kesibukan merenggutnya dari Seungmin.

Kantuk datang seiring penantian tak usai. Seungmin menyangga kepalanya sendiri agar dapat tidur sekaligus menunggu kedatangan suaminya. Posisinya agak diturunkan dari kursi agar punggungnya menyandar dengan nyaman. Penantian babak baru dimulai, dia menunggu sambil membawa kecemasannya ke dalam mimpi.

“Sayang?”

Sentuhan di pipi membuat kedua mata mengerjap. Netranya terbuka perlahan dengan terlebih dahulu diusak karena masih berat. Ketika tubuh diposisikan seperti semula, rautnya berubah. Seungmin langsung berdiri melihat suaminya sudah berada di hadapannya.

“Kakak kemana aja? Kenapa gak ngabarin aku?” Pekiknya dengan pelukan di tubuh basah sang suami.

“Maaf, sayang...”

“Kok, basah gini, Kak?” Tanyanya cemas.

“Tadi mobil kakak mogok, sayang. Terus kakak benerin sendiri biar cepet, cuma hujan jadinya basah gini.”

“Ih, kenapa ga nelpon bengkel aja, sih? Gak harus hujan-hujanan, kan, Kak!”

“Biar cepet, sayang. Kakak udah janji sama kamu, gaenak juga kalo kamu nunggu lama, sayang. Mana ketiduran di luar pula, kita masuk dulu, ya?”

Semilir angin seakan mendorong pasangan tersebut masuk. Pintu tertutup agar kedinginan juga tak ikut merasuk. Kedua laju sangat pelan menuju bilik pribadi, mengganti pakaian kemudian membincangkan kembali rencana selanjutnya yang sempat tertunda.

Tubuh Sungyoon yang sudah hangat dijadikan sandaran baru bagi Seungmin. Kehangatannya menyesap dan mendatangkan kenyamanan bagi pria dalam dekapan. Telapak tangan Sungyoon terus bergerak seirama untuk menepuk punggung pria kesayangannya. Hanya beribu diksi penyesalan yang terlontar di bibir ranum Sungyoon.

“Maaf, sayang... Rencananya jadi gagal gara-gara kakak. Besok kita langsung berangkat, ya?”

Seungmin menggeleng. “Gapapa, Kak. Asal kakak baik-baik aja udah cukup buat aku. Tau gak? Aku khawatir setengah mati tau! Kakak gak ngabarin aku banget, jahat!” Rajuknya manja.

Kecupan manis lagi dan lagi mendarat di puncak kepala Seungmin. “Maaf, sayang. Kita tidur, ya? Biar besok seger, gimana?”

Senyuman manis diperlihatkan seiring kepala yang dinaikkan. Kegemasan yang terlihat di depan mata tak kuasa didiamkan begitu saja. Tengkuk pria yang tengah dalam pelukan ditarik pelan hingga bibir mereka saling bersentuhan. Senyuman dilukiskan kembali dipertengahan ciuman manis, kemudian semangat semakin membara hingga tautan mereka pun memanas.

Katup mata terbuka bersamaan dengan tubuh pasangannya yang gemetar hebat. Hujan yang tadi mengguyur sepertinya menyisakan kesakitan yang belum usai. Padahal obat-obatan pereda nyeri telah habis diminum, tetapi kondisi sang suami malah diserang demam hebat.

“Kak? Kak? Denger aku, kan?” Seungmin khawatir hebat.

Tubuh kecilnya terbangun untuk menyibak selimut. Dirinya seakan tak membutuhkan kehangatan. Prioritasnya kali ini hanya kesehatan suaminya. Kakinya pun kembali menapak pada keramik dingin untuk mengambil kompresan beserta obat.

Kesigapan Seungmin membuat kondisi Sungyoon membaik, gemetarnya pun hilang. Napas berat dihembuskan perlahan seirama dengan turunnya tubuh di kasur. Satu tangan menyangga kepala agar atensi selalu tertuju pada suaminya. Kondisinya benar-benar buruk, wajahnya pucat pasi, demamnya juga tinggi.

Irama dari ponsel suaminya membuat Seungmin kembali terjaga. Nada tersebut segera diberikan atensi karena takut jika hal penting yang datang. Namun, tetes air mata malah membasahi kedua sisi wajahnya. Ternyata, itu adalah pengingat hari ulang tahunnya. Ya, sudah tengah malam, Seungmin sudah bertambah usia. Akan tetapi, rencana manis yang pernah dilontarkan Sungyoon sirna karena semesta tak mendukung.

“Kak Yoon sembuh, ya? Aku gak mau kado apapun, maunya kakak sembuh.”

Pelukan diberikan hingga kantuk kembali menyapa. Suasana dingin yang masih menyelimuti membuat Seungmin pun agak menggigil. Tidak mau mengikuti kondisi suaminya, Seungmin ikut bersembunyi di bawah naungan selimut hangat. Jika dia juga sakit, tak akan ada orang yang akan menjaga suaminya.

Mentari terbit dengan senandung merdu kicauan burung. Seungmin menggeliat sedikit karena sinar yang lolos masuk ke sela tirai dan jendela. Kepalanya tak mau diam hingga membangunkan sang suami. Sungyoon mengerti jika fajar mengganggu kualitas tidur Seungmin.

Akhirnya tubuh agak dimiringkan agar sinar tertutupi tubuh kekar. Seungmin didekap lebih erat dan tak melupakan juga kecupan selamat pagi di bibir ranum yang menggemaskan. Tatapan sendu melulu ditujukan, Seungmin tepat bertambah usia tetapi semua agenda gagal satu per satu.

“Maaf, ya, sayang...”

Jemarinya bergulir mulus di pipi Seungmin. Tidurnya kembali tenang sesaat setelah Sungyoon menghalangi sinar yang menelusup. Rasa bersalah kembali muncul, Sungyoon tidak bisa berbuat apapun karena kondisinya masih belum membaik.

“Eh, Kak, udah bangun? Aku bikinin sarapan, ya?”

Sungyoon menarik kembali pria manisnya dalam pelukan, “diem aja, sayang. Kakak butuhnya kamu bukan sarapan.”

“Ih, Kak, minum obat dulu nanti nambah sakit.”

“Engga, sayang...” Kedua tangannya melingkar sempurna di tubuh Seungmin. “Kayak gini aja, nyaman.” Sambungnya lembut.

“Kak...”

“Apa, sayang?”

Kepalanya menyembul dari pelukan Sungyoon. Bibirnya merenggut karena merasakan suhu suaminya masih tinggi. Akhirnya, Sungyoon menangkupkan kedua tangannya di pipi Seungmin. Menyatukan kening dan hidung hingga Seungmin mengernyit.

“Selamat ulang tahun, sayang. Maaf, kejutannya gagal total. Kakak gak nyangka bakalan sakit. Semoga besok mendingan, ya? Kita langsung pergi ke villa.”

Lagi dan lagi kepalanya menggeleng pelan. Seungmin seakan enggan memikirkan berbagai perjalanan menarik tersebut. Dia tidak peduli jika semuanya kandas, kesehatan suaminya yang dia butuhkan.

“Kita nunggu sampe kakak sembuh total! Gak usah mikirin yang lain, ulang tahun aku masih ada taun depan! Gapapa, Kak. Kakak harus sehat dulu.”

Raut wajahnya melukiskan seringai manis kembali karena kegemasan yang diperlihatkan oleh Seungmin. Semesta ternyata memberikan kebahagiaan lain melalui sakit yang diderita Sungyoon. Dia merasakan ketulusan pria manisnya yang belum tentu didapatkan dari orang lain. Seungmin rela melakukan apapun asalkan mereka tetap bersama.

“Sayang...”

Kehangatan terlepas karena jemari menopang tubuh untuk terbangun, Seungmin mengikutinya. Ia dengan telaten membantu sang suami agar bisa duduk dengan posisi yang nyaman. Setelah itu, raut wajah Seungmin kebingungan. Pria manis itu menagih perkataan yang sempat terputus.

Telapak tangan sang suami terulur walaupun hampa. Tangannya diposisikan seakan membawa kue ulang tahun beserta lilin cantik di atasnya. Lantunan lagu pengiring juga disuarakan bak penyanyi profesional. Tanpa diduga, suaminya memberikan hal di luar nalar.

“Ngapain, sih, Kak?”

*“Anggap aja ada kuenya, sayang. Make a wish dulu baru tiup lilinnya.”*

Kedua matanya terpejam seiring harapan yang terucap. Tangannya pun bergenggaman pada jemari sendiri. Harapannya cukup memakan waktu lama, tetapi membuat Sungyoon malah larut dalam pemandangan indah. Seungmin sangat cantik dari sudut pandangnya hari ini, bahkan beribu kali lebih cantik.

“Udah!” Serunya sembari mengembalikan kesadaran Sungyoon yang daritadi mengagumi kecantikannya.

“Tiup lilinnya, sayang...”

Tangannya disodorkan seperti membawa sebuah kue. Seungmin agak menunduk lalu melakukan postur untuk meniup lilin. Di akhir tiupan, mereka juga bertepuk tangan. Ulang tahun hari ini sangat berkesan, padahal semuanya biasa saja.

“Mau kado apa, sayang?”

“Kamu, Kak!”

“Eummm?” Jawabnya kebingungan.

“Kamu sembuh, Kak... Aku gak mau liat kamu sakit. Aku siapin sarapan dulu, ya? Biar bisa minum obat.”

“Gak usah, sayang!” Mangsa diterkam dan ditidurkan di bawahnya. “Kakak sarapan yang lain aja.” Sambungnya licik.

“Ih, Kak! Lagi sakit juga, ah!”

“Biar kakak sembuh, sayang...”

Kegiatan mereka berlanjut penuh peluh. Sarapan yang dilakukan tak kalah lezat dibandingkan dengan makanan apapun. Jangan dilupakan, kado yang diberikan Sungyoon pun merupakan hal terindah dalam romansa yang mereka lalui bersama. Kebersamaan akan selalu terjalin karena rasa sayang yang masih tertanam di hati. Mereka selalu mempertahankannya, hanya itu yang bisa membuat keromantisan mereka bertambah hari demi hari.

FIN