LIKE A QUIZ

Kegelapan menaungi satu petak kecil ruangan pribadi. Bias sinar bersumber dari layar handphone membuat wajah sang pemilik bersinar. Sorot mata masih memberikan tatapan kosong. Selain itu, gambar diri juga hanya menelungkup tanpa gerakan.

Donghyun memandangi undangan pesta ulang tahun dengan pilu. Joochan yang mengirimkan undangan tersebut. Di dalamnya tertulis nama seseorang yang akan merayakan hari bahagianya. Tepat hari ini, Bomin berulang tahun. Pria jangkung itu sangat beruntung memiliki Joochan karena telah dibuatkan pesta ulang tahun yang sangat meriah.

Senja ini Donghyun harus menginjakkan kakinya di tempat pesta. Dia sebetulnya bisa saja mengabaikan undangan tersebut. Namun, tentu saja Joochan akan sangat marah. Donghyun dan Joochan memang telah lama bersahabat, jika satu saja permintaan tak dipenuhi maka kemarahan akan menggebu.

Diri yang lemas sudah terpaku di depan lemari. Sorot mata bergantian ke kanan dan kiri hanya untuk mencari pakaian yang menarik hatinya. Tiba-tiba tangan terulur pelan, mengambil setelan santai dan nyaman di tubuhnya. Lalu menghilang di balik tirai kamar mandi.

Detak waktu di ponsel miliknya mulai menunjukkan keterlambatan. Bukannya terburu-buru, dia malah berjalan sangat pelan hanya untuk keluar kamar. Tepat ketika diri berada di ruang tengah, kepala ditengokkan pada suasana kegagalan pesta ulang tahun. Kue ulang tahun, balon, dan hiasan dinding semuanya menjadi sia-sia. Bomin pasti akan lebih menikmati pesta meriah dibandingkan kejutan kecil darinya.

“Apa aku bilang aja ke Joochan gak bisa dateng ya?” Donghyun meraih telepon genggamnya. “Eh, tapi... Aku kangen Bomin.” Serunya sendu.

Rindu pada kekasih sahabat sendiri tentu saja tidak masuk akal. Namun, Donghyun sedikit memiliki hak untuk merasakan rindu tersebut karena dia memiliki sebagian hati Bomin. Ya, Bomin dan Donghyun diam-diam menjalin kasih. Walaupun Joochan dan Bomin telah resmi menjadi sepasang kekasih.

Itulah alasannya Donghyun enggan pergi ke pesta ulang tahun. Selain menyesakkan, dia juga takut tidak kuasa menahan air mata karena menyaksikan kemesraan Joochan dan Bomin. Sayangnya, jika kedatangannya dibatalkan maka Joochan akan mengutuknya berhari-hari. Alhasil, Donghyun terpaksa datang ke pesta tersebut.

Taksi sudah berhasil mengantarkan pria manis ke sebuah pesta yang akan menyakiti hatinya. Seorang selingkuhan memang akan selalu mendapatkan ganjaran menyesakkan. Donghyun mengetahui semuanya dengan jelas, hanya dia tidak menyangka akan menusuk seperti ini.

Ketika pintu dibuka, Donghyun memejamkan matanya. Dia sadar diri jika keterlambatannya akan menjadi bahan ocehan Joochan. Akan tetapi, suasananya hening dan sangat di luar espektasi. Akhirnya dengan sangat pelan Donghyun mengembalikan pengelihatannya. Pestanya ternyata belum sama sekali dimulai.

“Joo, kok masih sepi? Malah ada yang pulang. Acaranya udah beres emang?” Tanyanya kebingungan.

“Kamu pulang aja!”

“Maksud kamu?”

“Bomin gak dateng! Dia gak bisa dihubungin. Di rumah, kampus, kosan temennya juga gaada. Dia gaada kabar, gak ngabarin kakaknya juga, terus temen dia juga gatau apa-apa. Aku khawatir dia kenapa-kenapa, Hyun...”

Bukan hanya Joochan yang khawatir. Kabar menyedihkan seperti ini tentu saja membuat Donghyun tak kuasa menahan tangisnya. Tetapi, jika air matanya mengalir Joochan pasti akan curiga. Sesak di dada dan sakit di tenggorokan terasa karena tangisan yang tertahan, keadaannya menjadi serba salah.

“Mau aku temenin nyari Bomin? Kamu pasti khawatir banget, deh...”

“Gausah, Hyun... Aku udah ada yang bantu cari, kok. Aku yakin dia pasti ketemu, kesel aja kenapa tiba-tiba ilang. Padahal dia lagi ulang tahun, kan!” Nadanya meninggi.

Penolakan tersebut membuat perasaannya makin tak karuan. Donghyun bersyukur pesta ulang tahunnya batal, tetapi tak dengan kepergian Bomin. Dia sangat mengkhawatirkan pria kesayangannya itu. Jadi, Donghyun memutuskan akan ikut mencarinya tanpa sepengetahuan Joochan.

“Kalo gitu, aku pulang, ya? Gapapa?” Ungkap Donghyun ragu.

“Gapapa, Hyun...”

Tanpa persetujuan Joochan, dia akan berusaha mencari keberadaan Bomin. Sebelum berkeliaran, dia akan kembali ke rumah. Niatnya hanya untuk berganti pakaian yang lebih santai karena dia sadar mencari orang hilang itu tak semudah yang dibayangkan. Terlebih jika tidak bisa dihubungi.

Dalam perjalanan pulang, kaki terus bergerak tak karuan. Paras menggemaskan hilang seketika karena kekhawatiran yang semakin memuncak. Tanpa kabar dan berita Bomin tiba-tiba menghilang. Padahal Donghyun ingin memberikan ucapan termanis walaupun harus melihatnya merayakan bersama dengan Joochan.

Pintu taksi ditutup kasar seraya ucapan terima kasih. Kakinya melaju sangat kencang hingga sempat tersandung kecil beberapa kali. Semakin banyak menghabiskan waktu, jantungnya berdegup kencang. Donghyun takut jika Bomin berada dalam bahaya.

Kerutan di dahi terlihat seiring langkah yang semakin pelan. Kepalanya celingukan melihat seseorang yang sangat dikenal. Pria itu duduk manis bersilang kaki pada kursi yang tersedia di teras. Tepat ketika pandangan mereka bertemu, pria tampan tersebut menyunggingkan senyum manisnya.

“Bomin?”

Masih menyunggingkan senyum manis, Bomin merenggangkan kedua tangannya sangat lebar. Air mata si pria manis jatuh. Pergerakannya kembali melaju hanya untuk masuk dalam pelukan hangat kekasihnya. Lidahnya masih sangat kelu, Donghyun terkejut dengan kabar yang dia dengar.

“Kamu kemana aja, sih? Joochan bilang gak bisa dihubungin? Aku panik tau!”

“Ssstttt!” Bomin masih mencoba menenangkan Donghyun. Mengelus punggung dan mengeratkan pelukannya. “Aku maunya disini, ketemu kamu. Bukan sama Joochan.” Lanjutnya lembut.

“Apa?” Lirihnya pelan.

Bomin melepaskan pelukannya, mengangkat kedua pipi pria di hadapannya hingga mereka saling beradu pandang. “Aku maunya disini sama kamu, bukan sama Joochan. Maaf bikin kamu khawatir.”

Selesai berkata, Donghyun memejamkan matanya karena Bomin mulai menyatukan bibir mereka. Air mata tiba-tiba saja jatuh karena perlakuan Bomin yang sangat manis. Selama mereka berpacaran, Donghyun harus menahan rasa cemburunya ketika Bomin bersama Joochan. Sekali lagi, status sebagai seorang selingkuhan memang selalu menyakitkan.

“Kita masuk, ya? Kamu masih kaget, kan? Maaf, sayang.”

Bomin tersipu dan semakin tersenyum lebar ketika memasuki ruang tengah. Dia melihat sebuah pemandangan yang sangat manis. Donghyun memang sudah menyiapkan kejutan ulang tahun untuk dirinya. Namun, niatnya terhalang karena pesta ulang tahun yang dimiliki oleh Joochan.

“Kamu kalo ketauan Joochan gimana? Nanti dia marah.” Lirih Donghyun khawatir.

“Berulang kali aku bilang, aku sayangnya sama kamu bukan sama Joochan. Kita pacaran cuma gara-gara orang tua, gak lebih. Aku juga masih usaha buat putus sama dia, Hyun. Mau nunggu aku, kan?”

Pernyataan itu melulu diutarakan oleh Bomin. Jika boleh memilih, dia sebenarnya sudah muak dengan berbagai diksi tersebut. Telinganya sudah lelah mendengar, mulutnya pun ingin berteriak sangat kencang. Donghyun lelah tetapi tidak bisa berbuat apapun.

“Gak usah ngomongin Joochan, aku kangen sama kamu.” Nadanya manja, persis seperti yang disukai Bomin.

“Aku juga kangen sama kamu, sayang.”

“Maaf, aku gak bisa ngasih pesta meriah kayak Joochan. Aku cuma bisa ngasih kayak gini aja. Itu juga gagal gara-gara...” Suaranya tertahan.

“Hey, jangan nangis...” Bomin memberikan kembali pelukannya.

“Maaf...”

“Aku sengaja ga dateng ke acaranya Joochan cuma buat kamu, sayang. Jangan nangis, ah!” Kali ini kedua tangannya sudah tertangkup di pipi. “Gak mau ngomong apa-apa sama aku, nih?”

“Selamat ulang tahun, sayang...”

Bomin tersipu, pernyataan yang dia dengar tidak akan bisa tergantikan oleh kado istimewa apapun. Jarak dibuat mendekat hanya untuk menyatukan dahi mereka. Selepas itu senyum manis sama-sama tersungging.

“Makasih, sayang...”

Bomin menarik kembali pria kesayangannya. Menempelkan kepala Donghyun ke dada bidangnya agar dia dapat merasakan sendiri detakan jantung yang tak santai. Begitulah memang, Bomin selalu bergairah ketika bertemu dengan Donghyun. Hal ini tidak dia dapatkan ketika bersama dengan Joochan.

“Aku masak buat kamu, mau makan sekarang?”

Bomin menggeleng. Pelukan dilepas tetapi tidak dengan genggaman tangan. Sorot mata penuh cinta mereka beradu kembali. Bomin tidak bisa lagi menahan semua gejolak kerinduan dalam hatinya. Dia lalu menarik pinggang Donghyun hingga jarak mereka semakin menipis.

“Aku gak laper, sayang... Eeuummm kamu pernah janji mau kasih apapun kalo aku lagi ulang tahun, kan?”

Donghyun hanya mengangguk pelan. “Kamu mikir aku gak nyiapin kado, kan? Udah aku siapin kok, bentar...”

“Gak usah, sayang...” Lengan Donghyun kembali ditarik. “Aku cuma mau kamu, gak mau yang lain.”

Donghyun mengangkat kedua alisnya dengan kedipan mata kebingungan. Bomin mulai meraih tengkuk kekasihnya dan memberikan sensasi baru ketika mereka bersama. Bibir mereka bertautan dengan sangat lembut. Bomin mengambil alih ciuman hingga membuat Donghyun sangat nyaman.

“Aku gak mau nunggu lebih lama lagi! Kamu buruan putus sama Joochan!” Kekesalan itu akhirnya terlontar ketika tautan mereka terlepas.

“Iya, sayang. Gak usah marah-marah, ah! Aku lagi ulang tahun, kan...”

“Iya, maaf...” Donghyun berjinjit untuk dapat mengecup pipi Bomin. “Tapi, aku masih penasaran... Kamu kok lebih milih kesini? Pestanya Joochan lebih meriah, loh...”

“Denger, sayang...” Bomin menatap kedua mata kekasihnya dengan lembut. “Hidup yang aku jalanin ini ibarat...”

Donghyun menunggu kekasihnya melanjutkan perkataan, “Ibarat apa? Kok lama banget, sih?”

“Kayak ujian, sayang. Kalo pilihan ganda... Pas sreg sama jawabannya ya dipilih kalo engga ditinggal. Ya, aku juga gitu... Pilihan aku ya cuma kamu, jadi Joochan ya aku tinggal aja.”

“Kalo soalnya essay gimana?” Goda Donghyun.

“Kalo soalnya essay, aku pilih nulis narasi hidup aku sama kamu aja. Bukan yang lain.” Goda balik Bomin sembari menempelkan bibirnya ke bibir manis Donghyun.

“Gombal!”

“Gombal juga ke pacar sendiri, biarin aja.”

Donghyun dan Bomin kembali menikmati kebersamaan. Melewati hari special Bomin dengan senyuman keceriaan yang tulus. Menyingkap keraguan dan kecemasan yang melulu mereka rasakan ketika berada di publik. Semuanya dilupakan sejenak, kebersamaan mereka lebih penting dari apapun. Begitupun dengan rasa sayang yang diberikan satu sama lain.

FIN