MOON IN YOUR EYES
?????'?, ????????? ???? ??????? ?????? ??????? ???? ?????? ????????? ?? ????? ??? ??????? ???? ?????.
Penjelasan berbagai diksi dari beberapa orang mahasiswa membuat Joochan terhanyut. Pria tersebut malah bernostalgia dengan teman kecilnya, Kim Donghyun. Pria manisnya itu sangat mengagumi Dewi Bulan tersebut.
??????? ????? ???? ?????, ?????? ??????? ???? ???????? ?????????? ????? ????????. ?????, ????????? ?????? ?????????? ?????? ?????'? ???????? ?????????? ??? ????????? ?? ?????.
Anggukan demi anggukan diperlihatkan, menandakan jika Joochan setuju dengan pernyataan mahasiswanya. Cerita itu pun sering dia dengar semenjak kecil. Ayahnya Donghyun rajin sekali menceritakan tentang Chang'e. Maka dari itu, Donghyun seakan berharap tinggal di bulan agar dapat bertemu dengan dewi bulan tersebut.
????? ?????'?, ??? ?? ?????? ???????? ?????? ????? ???????? ?????? ????????. ???????? ??? ????????? ????? ??????? ?????? ???????????, ????? ??????? ?????? ??? ????? ????? ????????? ????????. ??????????? ??? ???????????? ?????? ????? ?????? ?????? ????? ?????? ????, ????? ??????? 15 ????? ?? ??????? ???????? ?????. ???? ?????'? ???? ????? ????????? ????????? ????? ????? ????? ?????? ?????? ????? ??????? ???????? ????? ???????.
Senyuman serta gemuruh tepuk tangan diberikan selesai melaksanakan presentasi. Dia tidak menyangka jika ada mahasiswanya yang akan membahas tentang Chang'e. Ah, rasanya dia jadi merindukan Donghyun.
“Pak, hari ini momennya pas, loh. Bulan lagi deket sama bumi, kebetulan kampus kita juga ada festival. Barangkali Bapak mau dateng juga? Ada kue bulan, loh, Pak. Siapa tau mau dikasih ke seseorang yang Bapak sayang.”
“Ya, nanti saya mampir sebentar mau nyoba kue bulan juga. Sekian untuk hari ini, terima kasih.”
Perkuliahan selesai. Presentasi penarik masa lalu tadi membuatnya merindukan Donghyun. Teman masa kecil yang sangat dia sayangi. Kakinya melaju dengan larian menendang angin, rasanya rindu yang terasa semakin tinggi.
Sesuai janjinya tadi, dia akan mengunjungi festival sebentar. Hari ini hanya terjadi satu tahun sekali, sayang jika dilewatkan. Selain itu, ini merupakan saat yang Joochan nantikan. Kerinduannya pada Donghyun bisa diluapkan dengan leluasa.
Di pertengahan laju, dering ponsel memekik. Suaranya seakan meminta atensi sang tuan. Segera tangannya merogoh saku untuk meraih ponsel pintarnya. Satu senyuman tersungging, pesan manis dari suaminya.
“Joo, aku buatin kue bulan, loh. Hari ini pulang cepet, kan?” Begitulah sekiranya isi pesan yang membuat senyumannya terlukis indah.
“Makasih, Hyun... Tapi, maaf kayaknya aku pulang agak malem. Aku usahain urusannya cepet selesai.”
Langkahnya kembali menelusuri jalanan sesaat setelah pesan dibalas. Tujuannya untuk membeli beberapa kue bulan yang tadi ditawarkan mahasiswanya. Setelah sampai, beberapa lembar mata uang diberikan agar kue tersebut segera berpindah tangan padanya. Tak ada yang dilakukan lagi, Joochan akan segera menyelesaikan urusannya dan bertemu suaminya.
“Tunggu aku, Hyun...” gumamnya sendiri seakan meminta lebih banyak waktu untuk menanti.
Seringai manisnya tersungging kembali. Melihatnya seperti ini, bahkan semesta pun ikut tersenyum. Entah romansa seperti apa yang akan dipancarkan Joochan kali ini, rasa cintanya untuk Donghyun memang sangat dalam.
Matahari telah mengalah, dia memberikan tahtanya pada bulan untuk membuat bumi bersinar lebih sendu dan temaram. Di sekitarnya bersinar terang ribuan bintang agar nuansanya semakin indah. Kegelapan yang terpancar, tak menakutkan. Bahkan lebih indah dibanding biru yang terpancar karena mentari.
“Hai, Hyun... Kamu baik-baik aja, kan?”
Satu sapaan kecil terucap kala tujuan telah dipijak. Joochan menyimpan bungkusan yang tadi dia bawa. Kue bulan dengan beberapa cemilan lain yang disukai Donghyun.
“Donghyun, inget waktu kecil dulu, gak? Dulu ayah kamu sering cerita tentang Dewi Chang'e, pas suaminya rindu, dia bawa kue bulan ini buat persembahan terus nyebut nama istrinya berulang kali...” Joochan mulai bernostalgia. “Terus lucunya, kamu juga pengen kayak gitu kalo ada yang kangen sama kamu. Kamu pernah nyuruh aku nyari kue bulan terus nyebut nama kamu berulang kali... Lucu banget emang kamu.” Sambungnya geli.
Kedua kakinya ditekuk. Pelukan erat mendekap lututnya agar tak terjatuh. Kedua sorot mata segera ditujukkan ke atas. Memandang bulan yang memang terasa sangat dekat.
“Donghyun, gimana rasanya sekarang? Gak sakit lagi, kan? Kamu udah ketemu Dewi Chang'e di atas sana? Dulu waktu kecil kamu sampe nangis pengen ke bulan...” Tawanya bercampur tangis. “Aku kangen sama kamu, Hyun.”
Katup yang sudah mengeluarkan binar kesedihan ditutup erat. Harapannya dipanjatkan setinggi mungkin. Hati dan pikirannya hanya terpusat untuk Donghyun. Ya, teman masa kecilnya telah tiada. Ketika mereka menempuh pendidikan menengah, Donghyun harus meninggal karena penyakit yang dimilikinya.
“Joo...”
“Donghyun?” Joochan menggunakan kedua tangan untuk menggosok kedua matanya. “Donghyun, ini beneran kamu?” Sambungnya sembari menggoyangkan bahu yang berhasil dia genggam setelah sekian lama.
“Kamu baik-baik aja, kan, Joo?”
Tak ada jawaban yang diberikan. Joochan langsung memberikan pelukan erat sarat emosi. Pria kesayangannya, yang dulu pernah direnggut paksa oleh semesta akhirnya bisa bertemu kembali. Beberapa kecupan manis di wajah Donghyun pun diberikan. Joochan memang sangat merindukan Donghyun.
“Joo, ngapain kamu kayak gini?” Donghyun tertawa karena perilaku yang dilakukan Joochan. “Kamu udah jadi dosen, masih aja percaya mitos?” Kekehnya geli.
“Itu juga gara-gara kamu.” Telunjuknya menyentuh hidung Donghyun hingga mengernyit.
“Makasih, Joo... Makasih kamu masih inget sama aku, bahkan kamu sampe ngelakuin ini segala.” Kedua tangannya menghangatkan jemari Joochan dengan genggaman. “Tapi, kamu lebih baik ngelakuin ini sama keluarga kecil kamu. Jaehyun pasti nunggu kamu, Joo...” Lirihnya pelan.
“Aku sayang sama kamu, Hyun...”
“Aku juga ribuan kali lebih sayang sama kamu, Joo... Tapi, kita gak mungkin bersatu. Aku tau alesan kamu nikah sama Jaehyun itu gara-gara aku. Tapi, seiring berjalannya waktu aku yakin kamu bisa tulus sayang sama Jaehyun.”
“Jangan nyuruh aku buat ngelupain kamu, Hyun. Aku gak mau, aku gaakan bisa.” Dekapan erat diberikan kembali. Kali ini harunya lebih terasa.
Dekapannya sangat erat. Lengannya mengalung sempurna seakan tak memperbolehkan semesta untuk mengambil Donghyun kembali. Apapun akan dia berikan, asalkan Donghyun kembali menjadi miliknya. Pertemuan ini sulit digambarkan dan enggan untuk dilupakan.
Donghyun adalah pria manis pecinta cerita dongeng. Cerita favoritnya adalah tentang perjuangan Chang'e dan Hou Yi. Kisah romansa tersebut berhasil menghipnotis Donghyun, dia bahkan sempat berpikir untuk meminum ramuan panjang umur agar dapat diangkat ke bulan.
Dia memang berada di atas sekarang. Mungkin saja sudah berteman dengan langit, bulan, bahkan matahari. Berbagai pil penyembuh yang dia teguk tiap hari bahkan tak kuasa memberikan kesehatan lagi. Donghyun berjuang habis-habisan untuk merenggut kembali kejayaannya, tetapi waktu berkata lain.
Profesi Joochan saat ini pun bukan tanpa alasan. Salah satu alasan dia menjadi dosen di Jurusan Sastra China adalah untuk mendengar kembali mitologi tentang Chang'e. Cerita tersebut berhasil mempersatukan dia dengan teman kecilnya. Masa kecilnya amat berwarna karena keindahan cerita tersebut. Sayangnya, masa remajanya sempat terpuruk karena kepergian Donghyun.
Singkat cerita, Joochan secara mengejutkan melamar Jaehyun. Seseorang yang bahkan belum dia kenal lama. Benak Joochan seperti enggan melepaskan Jaehyun sebentar saja. Ketika dua sorot mata beradu, binar air mata langsung berlinang di kedua kelopaknya.
“Donghyun... Donghyun....” Kepalanya menggeleng beberapa kali dengan kegelisahan yang amat kentara. “Kim Donghyun!” Serunya keras hingga terbangun dari tidur.
“Kenapa, Joo?” Sapa lembut seorang pria yang terus menggenggam tangannya. “Siapa Donghyun?” Lanjutnya curiga.
“Jaehyun?” Dia terpaku karena tiba-tiba saja berada di kasur empuk miliknya sendiri. Padahal jelas terasa jika tadi dia bersama dengan Donghyun.
“Istirahat, ya, Joo... Kamu pasti kecapean banget. Tadi mahasiswa kamu yang anter pulang, katanya kamu pingsan.” Jaehyun berhenti sejenak lalu menenteng tas keresek yang mencurigakan. “Terus ini apa? Aku bikinin buat kamu, kenapa harus beli, sih?” Amarahnya mulai meluap.
“Maaf, Hyun...”
“Terus Donghyun siapa?” Kedua mata mereka akhirnya beradu. Jaehyun tengah mencari bongkahan kejujuran dari suaminya.
“Makasih selalu bikin Donghyun tetap hidup. Sehat terus, ya?” Batinnya menangis lalu mengecup kedua mata Jaehyun hingga dia menutup mata sejenak.
“Donghyun itu cuma temen... Dia suka kue bulan juga, jadi...”
“Kamu beliin buat dia?” Sergapnya penuh amarah.
“Pengennya gitu, Hyun... Cuma gak mungkin...”
“Kenapa? Dia udah nikah? Kamu juga udah nikah sama aku, Joo!” Cemburunya makin terasa.
“Dia udah gak ada, dia udah gak ada disini, Hyun...”
Kepalanya didaratkan pada dada Jaehyun. Mimpi yang dia rasakan tadi seakan nyata. Donghyun berhasil datang kembali padanya walau hanya dalam hitungan menit. Bahkan, Joochan dapat memeluk dan menyesap kembali aroma tubuh milik Donghyun yang telah lama tak ia rasakan.
“M-maaf, Joo...”
Kepala kembali menengadah. Dia kembali menatap dalam dua bola mata indah milik Jaehyun, bukan itu milik Donghyun. Dulu kecelakaan hampir merenggut nyawa Jaehyun hingga pengelihatannya terganggu. Singkat cerita, Donghyun terdaftar sebagai pendonor kornea dan cocok dengan Jaehyun.
Semuanya menjadi rahasia, Jaehyun pun tidak mengetahuinya. Namun, Joochan susah payah menemukan pria yang menerima donor dari Donghyun agar rasa rindunya terobati. Hanya dengan bersama Jaehyun, dia bisa merasakan jika teman masa kecilnya masih hidup.
Senyumnya manis sampai-sampai membuat matanya menyabit, indah sekali. Donghyun pun begitu, dia akan tersenyum sangat manis hingga matanya menyipit. Joochan melihat dengan jelas kehidupan Donghyun dalam netra suaminya. Bulan mungkin saja menjadi tempat tinggal baru bagi Donghyun, tetapi sepercik tersisa di pelupuk mata milik Jaehyun.
“Aku yang harusnya minta maaf, Hyun...”
Panggilan itu, enggan sekali dia bedakan. Jika memanggilnya, maka dia juga akan merasa jika Donghyun masih hidup. Semua karena Jaehyun, Joochan bertekad akan menjaga Jaehyun sepenuh hatinya agar Donghyun tetap hidup bersamanya.
“Gausah minta maaf, Joo... Kamu ganti baju dulu, ya? Mau makan? Nanti aku siapin.”
“Kamu udah bikin kue bulan, kan? Kita makan bareng, ya?”
Jaehyun tersenyum. Menyunggingkan kedua sudut bibirnya hingga memperlihatkan sabit di kedua matanya. Joochan menyukainya, sangat menyukainya karena akan mengingatkannya pada Donghyun.
“Udah siap di meja makan, yuk...”
Joochan menggeleng, “kita makan di teras aja, ya? Atau di taman belakang? Aku pengen liat bulan.”
“Boleh banget, Joo... Bentar aku siapin dulu, ya?”
Jaehyun berjalan sesuai arahan suaminya. Dia menyiapkan berbagai makanan yang diinginkan oleh Joochan. Membereskannya kembali di meja yang terletak di taman belakang rumahnya. Senyuman manis kembali tersungging, dia bersiap memanggil suaminya dan menyantap makanan bersama.
“Kok, tumben mau makan disini, Joo?”
Telunjuknya menunjuk bulan yang temaram. “Aku mau liat bulan.”
“Iya, sih. Bulannya lagi bagus banget.”
Joochan mengalihkan atensinya. Menatap dalam kedua netra suaminya yang juga dipaksa untuk dialihkan pada dirinya. Kerinduannya pada Donghyun semakin membuat layu, Joochan akhirnya memberikan kecupan berulang di kedua netra Jaehyun.
“Sejak kapan kamu suka bulan, Joo? Kok, aku gak tau?” Tanyanya sinis.
Joochan beralih posisi, dia menyergap Jaehyun dari belakang agar sudut pandang mereka sama. Bulan kembali dipandang dengan tatapan yang berbeda.
“Kamu tau? Dewi Chang'e tinggal di bulan, makanya kita bisa merasakan keindahan malam hari kayak gini.”
Jaehyun menengok dengan tatapan mencurigakan, “mulai, deh bawa-bawa mitos kayak gitu. Dosen Jurusan Sastra China beda, ya obrolannya...”
Tawa terselip di tengah bincang hangat mereka. Joochan kembali mengecup suaminya dan menatap bulan yang tak tergapai olehnya walaupun posisinya sudah dekat dengan bumi.
“Liat, deh, Hyun... Liat bulannya, teliti baik-baik pasti kamu bakalan liat garis bayangan kelinci yang lagi numbuk. Coba, deh!”
“Ngaco kamu!” Sikutnya kecil pada perut sang suami.
“Bener, Hyun... Itu hewan yang nemenin Dewi Bulan. Dia tinggal di bulan bareng kelinci itu. Namanya Kelinci Giok, kamu tau itu lambang dari apa?” Jaehyun menggeleng sangat menggemaskan. “Lambang ketulusan, berbakti, dan rela berkorban. Jadi jangan anggap remeh mitos, Hyun. Selama ada hal yang bisa kita petik, kenapa enggak, kan?”
“Satu lagi, itu sama banget kayak Donghyun, dia sangat tulus dan bahkan rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Makasih, Hyun... Makasih banyak...” Lirihnya dalam batin.
Pertama kalinya Jaehyun mendengar cerita dari Joochan. Biasanya mereka hanya akan bercakap tentang keseharian dan selesai. Jika masa lalu diungkap, maka hanya Jaehyun yang bercerita. Joochan seakan enggan membuka cerita lalu, padahal mereka sudah resmi menikah.
“Aku laper, Joo... Kita makan, ya?”
Joochan hendak melepaskan pelukannya tetapi jemarinya dikejutkan dengan genggaman erat. Kedua matanya langsung membulat ketika melihat sosok tersayangnya kembali. Donghyun berada bersamanya dan bahkan menyatukan jemari dengannya.
“Ini aku gak mimpi, kan, Hyun?”
Donghyun menggeleng, Jaehyun yang berseru. “Mimpi apa, Joo? Lepas dulu, aku mau makan!”
Joochan melepas dekapannya dengan raut kebingungan. Dia masih merasakan jika Donghyun masih menggenggam tangannya sangat erat. Sudut pandangnya bahkan tak dialihkan sedikit pun dari Donghyun.
“Jangan nangis, Joo...” Lirih Donghyun pelan.
“Hyun...”
“Apa, Joo? Makan cepet, nanti aku abisin, loh. Jangan minta dibikinin lagi, ya?” Ancamnya menggemaskan.
“Hyun...”
“Joochan! Kamu liat apa, sih?”
Netranya kembali menelisik lebih jauh, sesekali juga melirik untuk memastikan jika Donghyun masih bersamanya. Joochan tersenyum bahagia tetapi berlinang. Dia tidak menyangka, waktu yang disukai Donghyun menjadi momen pertemuan mereka kembali.
“Aku selalu sama kamu, Joo.” Suara Donghyun yang sangat dirindukan kembali terdengar.
“Hyun...” Lirihnya terisak.
“Joo? Kamu nangis?” Ucapnya khawatir
Jaehyun segera menyeka buliran air mata. Selain itu, dekapan hangat pun diberikan lagi. Air mata yang tumpah bahkan membasahi pakaian Jaehyun. Kekhawatiran terasa kentara sekali.
“Hyun...”
“Iya, Joo... Aku disini. Kamu tenang dulu, kenapa? Ada apa, sih?” Jaehyun mengelus punggung suaminya berulang kali.
Pertanyaan itu tak memiliki jawaban. Joochan mempertahankan isaknya karena senyuman sabit yang dirindukan masih dalam pengelihatannya. Donghyun masih di hadapannya dan menyatukan jemari.
“Aku sayang sama kamu, Hyun...”
“Aku juga, Joo...” Jawab Jaehyun dan Donghyun bersamaan.
“Udah, ah! Jangan nangis, kenapa jadi melow gini, kamu kenapa?” Jaehyun kebingungan.
“Aku udah lama gak kayak gini, Hyun. Boleh diem dulu?”
Jaehyun merelakan tubuhnya menjadi sandaran bagi sang suami. Seberapa lama pun akan dia berikan, asal suasana hati suaminya membaik. Isak semakin kuat terasa dari pakaian Jaehyun yang diremas sangat kuat. Jika sudah seperti ini, Jaehyun tidak bisa memaksa. Dia harus menunggu hingga suaminya berkeinginan untuk mengungkap hal tersebut.
FIN