Pilihan
GUARDIANSHIP 31
Kondisi tubuhnya masih belum membaik akibat perutnya yang kosong. Hanya roti tadi saja yang berhasil mengganjal perutnya. Selain itu, tidak ada lagi. Pekerjaannya yang lumayan melelahkan juga menambah staminanya menurun. Kondisi Donghyun tidak bisa dianggap baik hari ini.
Mengingat hal tersebut, Donghyun beranjak dari tempat tidur yang disediakan oleh tempat kerjanya. Melangkah dengan malas sambil menyiapkan kepulangannya. Mencoba menahan sakitnya lebih lama sampai nanti bisa diobati sendiri ketika berada di apartement.
Rasa pusing masih terasa bahkan semakin menyiksa. Perutnya yang sangat kosong menimbulkan rasa perih yang seakan mengikis bagian dalam tubuhnya. Senyuman seadanya diberikan pada rekan kerjanya yang lain sebagai sebuah formalitas perpisahan.
“Hyun!”
Langkahnya dihentikan. Di hadapannya sudah berdiri dengan sangat tegak seorang pria yang sedang bersitegang dengannya karena suatu masalah pelik tentang percintaan. Raut wajahnya bahkan semakin khawatir karena manik Donghyun yang putih tersebut sangat pucat pasi.
“Sayang? Kamu kenapa?”
Tubuh mereka sudah saling mendekat.
“Aku gapapa, kak. Ini mau pulang!”
“Kakak anter ya?”
“Gausah!”
Penolakan tersebut membuat tubuh mungilnya ditarik paksa ke sebuah pelukan yang sangat erat. Donghyun berusaha memberontak tapi kuncian yang diberikan sang kekasih lebih kuat.
“Maaf, Hyun. Maaf kakak baru bisa kesini. Kerjaan kakak lagi gabisa ditinggal”
Kali ini dengan satu dorongan jarak mereka langsung merenggang.
“Kerjaan? Kerjaan apa, kak? Kerjaan sama Seungmin?”
“Hyun! Kakak mau jelasin semuanya sama kamu. Kita...”
Obrolan mereka terhenti karena terdengar suara teriakan dari salah satu kamar pasien. Donghyun mengerutkan dahinya. Mendengarkan dengan saksama suara pasien yang sangat terdengar tidak asing.
“Joochan?”
Tanpa sadar langkahnya langsung bergerak sebelum kemudian dihentikan paksa oleh Jangjun.
“Joochan udah ada yang handle, kan? Kita bisa ngobrol?”
Tidak mau terus menerus berkutat dengan kesalah fahaman akhirnya persetujuan diberikan. Mereka akan segera pergi untuk menyelesaikan masalah. Kini langkah mereka terhenti karena teriakan Jaehyun yang cukup mengganggu.
“Kak, maaf. Maaf banget kali ini Joochan bener-bener butuh Donghyun.”
Tak ada jawaban apapun dari Donghyun. Matanya hanya melirik tajam ke arah sang kekasih.
“Kita mau pergi. Bisa handle Joochan tanpa Donghyun, kan?”
Teriakan Joochan yang semakin kencang membuat Donghyun tidak bisa tinggal diam. Dengan atau tanpa persetujuan kekasihnya, dia harus segera membantu menenangkan Joochan.
“Hyun!”
Langkahnya ditahan kembali.
“Joochan butuh aku, kak! Maaf. Tapi, kakak denger sendiri sampai sekarang Joochan belum tenang. Kakak mau nunggu boleh, engga juga gapapa. Atau mau pergi ke Seungmin karena aku lebih milih Joochan? Terserah kakak!”
Tangannya ditarik dengan paksa. Menyisakan Jangjun dengan kehampaannya karena ditinggal Donghyun. Jam kerja yang telah selesai nyatanya masih belum bisa membuat Donghyun beristirahat. Tugas tetap adalah sebuah tugas. Donghyun harus menyelesaikannya dengan baik.
Ketika datang, Joochan dengan kekuatannya terus berteriak sambil melemparkan semua barang yang berada di dekatnya. Semua yang berusaha menenangkan langsung mundur sesaat setelah melihat kedatangan Donghyun. Memberikan ruang pribadi untuk mereka berdua.
Tubuh Donghyun yang sangat lemas langsung menjadi sasaran pukulan bagi Joochan. Wajahnya langsung meringis karena rasa sakit baru yang harus susah payah dia tahan.
“Joochan!”
Pukulannya masih kasar dan bertubi-tubi mengarah pada sang perawat di hadapannya.
“JOOCHAN! KENAPA SIH?”
“Kenapa bohong?”
“Bohong? Siapa yang bohong sama Joochan? Hhhmmm?”
Setelah sedikit tenang, tubuhnya ditarik dalam pelukan yang penuh kehangatan.
“Bomin ninggalin aku, kan? Dia ninggalin Joochan, kan? Joochan inget semuanya. Inget kecelakaan itu!”
Bola mata Donghyun langsung membulat sempurna karena terkejut dengan ingatan yang menghampiri Joochan. Pelukannya masih berusaha dilepaskan dengan kasar. Kekuatannya yang masih tersisa berusaha terus memberikan pelukan untuk Joochan dan menguncinya lebih dalam.
“Bomin sakit gara-gara aku kan?”
“Engga”
“Kenapa aku ditinggal? Kenapa gak sekalian ikut Bomin aja?”
“Joochan!”
Pelukan dilepas. Mereka saling berpandangan. Jari milik Donghyun mengusap terlebih dahulu air mata yang mengalir membasahi pipi sahabatnya.
“Bomin pasti selalu jagain kamu, Joochan”
“Bohong! Buktinya Bomin gak pernah dateng sampe sekarang. Bomin kemana?”
Ingatannya kembali memudar.
“Kamu tidur dulu, ya? Istirahat dulu”
“Gamau! Nanti ditinggal juga”
“Ditinggal?”
“Kalo aku tidur nanti pas bangun pasti sendirian lagi. Joochan kenapa selalu aja ditinggal sih?”
“Gaakan ditinggal, janji”
Raut wajah Joochan mengabaikan janji yang diberikan Donghyun. Mengeluarkan kembali air matanya yang sudah sempat menghilang.
“Kenapa lagi?”
“Masih sakit, ya? Joochan juga bikin Donghyun sakit?”
Wajahnya yang pucat tentu tidak bisa disembunyikan. Donghyun akhirnya mengaku karena rasa sakitnya sudah tidak tertahan.
“Hhmmm sedikit. Tapi, bukan gara-gara Joochan, kok. Jadi sekarang tidur, ya. Biar bisa sama-sama istirahat. Janji, besok kita ketemu lagi”
Tatapan mereka terus bersatu. Tubuh mereka yang masih berhadapan memudahkan Joochan mendekatkan kepalanya. Menempelkan bibirnya dengan bibir milik Donghyun hingga membuat sang perawat tersentak.
Penolakan sempat diberikan. Sayangnya, Joochan langsung menahan tengkuknya hingga ciuman mereka semakin dalam. Tangisan dikeluarkan Donghyun seiring sentuhan demi sentuhan yang diberikan Joochan. Donghyun sangat merindukan Joochan.
Setelah terlepas, Donghyun menunduk sejenak dan menenangkan napasnya terlebih dahulu. Mengajak Joochan duduk di kasurnya yang masih dingin karena lama tak ditempati.
“Bomin selalu kayak gitu sama aku kalo lagi sakit. Joochan salah, gak? Jadi lebih baik, kan?”
“Bomin?”
Rasa sesak di dadanya tak terelakan. Semua perlakuan Joochan pada Donghyun hanyalah bentuk kerinduannya terhadap Bomin.
“Kok nangis? Makin sakit, ya?”
Donghyun tidak bisa lagi menurunkan egonya. Dia hanya ingin segera terlepas dari Joochan.
“Istirahat, ya? Biar besok bisa ketemu lagi”
Joochan langsung mengangguk dan mengecup kembali pipi Donghyun.
“Cepet sembuh. Jangan tinggalin Joochan lagi!”
Matanya hanya bisa terpejam menahan semua perasaan yang kenyataannya masih juga bertepuk sebelah tangan.
Joochan tertidur. Dengan tergesa kamarnya langsung ditinggalkan. Tidak mau terus menerus terkunci dalam masa lalu yang menyakitkan.
“Joochan udah tenang, Hyun?”
Ternyata sang kekasih masih setia menunggunya tepat di depan kamar Joochan. Donghyun hanya menganggukan kepalanya sambil memberikan tatapan kosong. Jangjun melangkahkan kakinya mendekat. Sadar bahwa kondisi kekasihnya semakin tidak baik.
“Kakak anter pulang, ya?”
Tidak ada jawaban. Donghyun malah memberikan pelukan pada Jangjun. Menumpahkan kembali rasa sakit yang dia rasakan karena kebersamaannya dengan Joochan.