Saturday Night

Dalam ruang milik pribadi, seorang pria terbaring murung sembari menaikan satu tangannya. Pandangannya mengarah pada tiga tiket pertunjukan musical yang sedang digenggam erat. Kecerahan pagi ini tak mempengaruhi suasana hati pemilik kamar. Jantungnya berdebar cukup kencang diiringi pemikiran cemas tentang suatu hal.

Joochan, sang penguasa kamar, lalu mengubah posisinya. Memiringkan badan dan berakhir dengan hembusan napas kasar. Dua tiket yang tersisa belum memiliki pemilik. Niatnya akan dia berikan pada pacarnya, Kim Donghyun. Satunya lagi, siapapun temannya yang mau ikut, dia berikan secara gratis.

Sabtu malam disebut sebagai hari special bagi kaula muda yang dimabuk asmara, tak terkecuali Joochan dan Donghyun. Jauh di lubuk hati terdalam, Joochan hanya ingin bepergian berdua saja. Namun, Donghyun pasti menolak. Hatinya belum mengizinkan jika hubungan mereka dikonsumsi oleh publik. Joochan menghargai hal tersebut.

Tidak mau semakin larut dalam pemikiran yang mendalam, Joochan beranjak. Pergi menuju ruangan kekasihnya tepat di sebelah kamarnya. Berjalan pelan, takut jika derap langkahnya mengganggu penghuni lain.

“Sayang? Udah bangun?” lirihnya lembut sembari mengetuk pintu.

Tidak butuh waktu lama, Donghyun membukakan pintu dengan senyum tipis manisnya. Mengangkat dagu dengan iringan sorot mata teduhnya, tanda jika dia membutuhkan alasan dari Joochan karena mengganggunya sejak pagi.

“Sore jalan, yuk. Aku ada tiket nonton musicalnya Kak Sungyoon.” tiga tiket diperlihatkan di hadapan sang kekasih.

“Satu lagi buat siapa?”

Joochan hanya mengangkat bahunya, “Siapa aja yang mau. Kamu pasti gak mau kalo cuma jalan berdua doang, kan?”

Sambil diterpa hembusan udara pagi menyegarkan, Donghyun hanya mengangguk. Raut wajahnya berubah menjadi binar kecemasan.

“Maaf, Joo. Aku bukannya gak mau jalan berdua sama kamu, tapi...”

Surai seseorang di depan matanya diusak lembut hingga pernyataannya terhenti, “Aku ngerti, sayang. Tenang aja.”

“Makasih, Joo...”

Mereka berpelukan cukup lama. Saling menumpahkan kerinduan karena pertemuan yang jarang terjadi. Kamar mereka memang sebelahan, tetapi Joochan memiliki kesibukan menggunung sehingga menguras ruang bagi mereka berdua.

“Aku ngajak yang lain dulu, sayang. Atau Bomin mau ikut?”

“Bomin masih tidur, Joo. Ajak yang lain aja dulu, kasian kalo diganggu.”

“Okay, aku ajak yang lain dulu.”

Sebuah anggukan diberikan sekaligus menjadi tanda perpisahan bagi pasangan kekasih tersebut. Donghyun menatap hingga Joochan menjauh lalu menutup kembali pintu kamarnya pelan.


Donghyun keluar kamar setelah selesai bergulat dengan permainan kesukaannya. Tak terasa waktu sudah mendekati senja, Donghyun sengaja keluar untuk mengecek keadaan. Kerutan di dahi diperlihatkan ketika melihat Jangjun telah siap dengan setelan putih hitamnya.

“Kakak mau kemana?” tanyanya sambil duduk di sofa untuk mengambil alih remote televisi.

“Diajak Joochan nonton musical, kamu juga ikut, kan?”

Tidak menanggapi, langkahnya langsung dibuat laju menuju kamar Joochan tanpa mengetuk.

“Yaampun, sayang... Kaget tau!” tangannya menutup kembali handuk yang tadinya sempat akan dibuka. Joochan baru saja selesai mandi, “Bisa ketuk pintu dulu, kan?”

“Kamu ngajak Kak Jangjun?”

Sebelum menjawab, Joochan duduk di tepian kasur dan menepuk tempat sebelahnya yang kosong. Donghyun mendekat dengan emosi yang masih meluap.

“Kenapa, sayang?”

“Gak bisa ngajak yang lain?”

“Bomin gak mau, Jaehyun juga pengen istirahat katanya, Jibeom sama Kak Seungmin kan udah nonton duluan, terus aku ngajak siapa lagi? Kak Youngtaek juga masih harus istirahat, kan, belum bisa diajak.”

“Aku gak mau kalo sama Kak Jangjun!”

Joochan hanya menghela napasnya. Sebentar lagi keributan akan terjadi karena dia harus meladeni ribuan argumen dari pacarnya. Jika ditilik dari sudut pandang Donghyun, alasan dia tidak menyetujui karena ingin sabtu malamnya tenang. Jika harus diributi oleh Joochan, Donghyun akan berusaha menahannya. Namun, ketika ditambahi dengan Jangjun, tenaganya tidak cukup menampung keaktifan dua orang sekaligus.

“Jadi kamu gak mau pergi, sayang?”

“Gak mau!”

“Sayang! Sayang!” berusaha menahan kekasihnya pergi, Joochan berlari mengejar sampai berdebat kembali di depan pintu kamar Donghyun.

“Aku gak mau, Joo...”

“Yaudah, aku ajak Bomin aja! Awas!”

Secepat kilat tangan Donghyun langsung mencegah keinginan Joochan. Sorot pandangnya menajam pertanda kemarahan yang terpendam.

“Kok jadi ngajak Bomin, sih?”

“Kamu katanya gak mau pergi... Yaudah aku ajak aja Bomin, kalo dia gak mau juga, aku berdua aja deh sama Kak Jangjun!”

“Tadi kamu bilang sendiri Bomin gak mau ikut, Joo...”

“Emang! Aku coba aja bujuk lagi, siapa tau berubah pikiran!”

Kedua tangannya mendorong tubuh Joochan menjauh, “Bukannya bujuk aku, malah bujuk yang lain! Nyebelin!”

Pintu tertutup cukup kuat. Membuat kedua mata Joochan tertutup diiringi dengan bahu yang gemetar. Tidak lupa kepalanya juga menggeleng karena perilaku kekasihnya.

“Sayang...” sambil mengetuk, Joochan menempelkan telinga dan pipinya ke pintu kamar Donghyun.

“Pake baju dulu sana! Aku mau siap-siap. Kamu kalo berani jalan berduaan aja sama Kak Jangjun, jangan harap aku mau ngomong sama kamu!”

Pandangan diturunkan ketika menyadari kondisinya yang masih belum berbusana. Dia terlupa karena Donghyun merajuk tadi. Tangannya mengeratkan handuk sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal, Joochan menjauh dan kembali ke kamarnya untuk bersiap.


Joochan, Donghyun, dan Jangjun telah sampai di tempat pertunjukan. Mengikuti penonton lainnya, mereka masuk ke ruang pertunjukan karena musical akan segera dimulai. Joochan jalan di barisan terdepan, diikuti Jangjun dan Donghyun. Tatapan Joochan melirik ke kanan kiri, mencari tempat yang strategis untuk menonton.

Joochan tersenyum sambil duduk di tempat yang dia pilih. Jangjun mengikuti dan Donghyun di paling belakang. Tepat ketika Jangjun akan duduk di sebelah Joochan, tangannya menahan. Dengan raut memelas, Joochan memohon agar memberikan jalan bagi Donghyun. Sepanjang pertunjukan Joochan ingin duduk berdampingan dengan Donghyun.

“Yaampun, cuma tempat duduk aja ribet banget, sih!”

“Ya, siapa orangnya yang mau dipisahin sama pacar sendiri, Kak...”

Jangjun mengalah, memberikan ruang langkah bagi Donghyun. Tanpa penolakan, Donghyun duduk dan disambut dengan senyum kemenangan dari Joochan.

“Sayang...”

Donghyun menengok. Suaranya langsung menghentikan ucapan orang di sampingnya, “Sepanjang show jangan komentar apapun, Joo! Aku mau nonton! Jangan ganggu!”

“Iya, sayang”

Lampu menggelap, meninggalkan cahaya hanya pada set panggung pertunjukan. Suara musik perlahan mulai terdengar. Terlihat dua orang pemain disana, pertunjukan dimulai.

Baru adegan awal, tangan Joochan bergerak. Memberikan genggaman erat pada tangan Donghyun walaupun pandangan tetap berpusat pada panggung.

Donghyun berbalik, “Joo...”

“Sssttt! Nonton aja, sayang. Apa salahnya cuma megang tangan doang.”

“Terserah!”

Pandangan pasangan kekasih kembali berpusat pada pertunjukan. Joochan melukiskan kembali senyuman lalu menarik tangan Donghyun dan mengecupnya.

“Makasih, sayang.”

Sepanjang pertunjukan genggaman tangan tak terlepas. Bahkan saat pertunjukan selesai pun, Joochan bertepuk tangan sambil menarik tangan kekasihnya yang masih digenggam.

“Lepas dulu kali, Joo...”

Sambil memberikan seringai canggung, Joochan mengembalikan tangan pada pemiliknya. Tidak lupa mereka juga berteriak sambil memberikan standing ovation.

“Kita foto dulu bareng Kak Sungyoon, yuk.”

Saran Jangjun tentu saja disetujui. Namun, ketika akan bergerak, Joochan menahan kekasihnya dan membuat Donghyun hampir saja merengek.

“Kak, duluan aja. Nanti kita nyusul.”

“Mau apalagi, sih?”

“Bentar, sayang!”

Kembali, tangan Donghyun digenggam erat. Jangjun hanya menggeleng dan pergi terlebih dahulu menemui Sungyoon.

“Mau ngapain, Joo? Kak Jangjun udah pergi, buruan!”

“Foto dulu berdua, ya?”

“Gak mau!”

*“Sekali aja, please. Janji sekali doang, sayang”*

“Jangan di...”

Ucapan Donghyun langsung dipotong, Joochan sudah hafal betul dengan kebiasaan kekasihnya, “Gak akan aku upload, sayang. Aku rela menuhin memori aku cuma sama foto kamu doang, kok. Sini!”

Bahu Donghyun digenggam erat agar semakin mendekat. Joochan berhasil mengabadikan kebersamaannya dengan Donghyun lewat jepretan kamera di handphonenya.

“Lagi, sayang...”

“Tadi katanya sekali doang, banyak maunya, nih!”

“Sekali lagi...”

Tidak mau beradu argumen dengan Joochan akhirnya Donghyun menyetujui. Tubuhnya kembali dibuat bergeser agar semakin dekat. Kesempatan bagus tidak dilewatkan begitu saja, sambil mengarahkan handphone, Joochan mengecup pipi Donghyun.

“Joochan...”

Omelan Donghyun tak dihiraukan. Joochan senang karena hasil jepretannya bagus. Bahkan dengan bangganya memperlihatkan hasil tersebut pada Donghyun, “Bagus, kan, sayang?”

Mata Donghyun ditujukan pada layar ponsel milik sang kekasih. Gambaran diri mereka berdua terpampang dengan Joochan yang sedang mengecup pipi Donghyun.

“Iya, iya. Udah, ayo nyusul Kak Jangjun...” baju yang dikenakan Joochan ditarik dengan tujuan agar keinginannya segera dipenuhi. Namun, Joochan malah melipat kedua tangannya di sisi kursi sambil menempatkan atensi pada paras menggemaskan kekasihnya.

“Joochan!”

“Makasih, sayang!” satu kecupan lagi berhasil mendarat di pipi Donghyun. Kedua mata Donghyun kembali membulat dan refleks mengacungkan kepalan di hadapan Joochan. “Jangan galak-galak, dong.” lanjutnya.

“Mau pergi sekarang atau aku tinggal?”

“Sekarang, sayang. Ayo...”

Joochan berdiri terlebih dahulu. Mengulurkan tangannya dan menunggu sambutan dari Donghyun. Melihat kondisi ruangan yang sudah sepi, Donghyun mengangkat tangannya dan membalas uluran tangan Joochan. Mereka saling menggenggam kembali di perjalanan menemui Jangjun dan Sungyoon.


Pertemuan di belakang panggung hanyalah sebatas ucapan selamat dan foto bersama. Para pemain yang sudah bekerja keras tidak mungkin diganggu dengan berbagai basa basi yang tak perlu, mereka membutuhkan istirahat. Setelah selesai mengapresiasi, Joochan, Donghyun, dan Jangjun pamit pulang.

Selesai berpamitan, mereka bertiga bergegas menuju mobil yang sudah siap menjemput. Jangjun menuju kursi paling depan, sedangkan pasangan kekasih mengambil kursi di belakang.

Perjalanan dimulai, Joochan meraih ponselnya dan mengabaikan Donghyun yang tengah menatap jalanan lewat jendela. Sepi merasuki mobil yang melaju di jalanan ramai. Hingga tak terasa, kantuk mulai menyapa.

“Sayang, tadi gimana? Ceritanya bagus, kan? Lain kali kalo aku ajak nonton lagi mau, ya?”

Mata kembali meringan karena rentetan pertanyaan yang diajukan Joochan. Sembari mengucek kedua mata, Donghyun membangunkan tubuhnya guna memberikan atensi bagi kekasihnya.

“Iya.” jawabnya singkat.

“Jangan lupa nonton equal, sayang. Aku beliin tiketnya nanti. Kasih tau aja jadwal kosong kamu kapan.”

“Iya, Joo...” pertanyaan kembali ditanggapi singkat.

“Sayang, lagu mana yang kamu suka?”

“Semuanya bagus, kok.”

“Aku nyanyiin, ya?”

Dengan sigap tangan Donghyun langsung menutup mulut kekasihnya, “Gak usah, Joo! Aku tau suara kamu bagus, tapi gak usah nyanyi. Berisik!”

Tangan yang menutup mulut dilepaskan dengan raut kekecewaan. Donghyun tak mau ambil pusing, dia segera menyampingkan tubuh dan pandangannya. Menutup matanya perlahan.

Dalam perjalanan menuju mimpi, Donghyun dikejutkan gumaman berirama dari Joochan. Kekasihnya itu melantunkan irama tanpa lirik. Indah sekali tetapi Donghyun cukup terganggu.

Pandangan segera beralih kembali. Dibuat sangat tajam agar kekasihnya menghentikan semua suara yang dikeluarkan. Joochan tersenyum lebar, tangannya disatukan tanda jika dia menyesal telah mengganggu ketentraman Donghyun.

Perbuatannya dimaafkan, Donghyun kembali mencoba tertidur. Sayangnya, tidak bisa. Suara indah Joochan terdengar kembali, kali ini lebih lantang.

“Joo!”

“Eh, maaf, sayang. A-aku cuma mau ngerekam suara aku, kok. Dengerin aja, sih. Kamu bilang suara aku bagus, kan?”

Donghyun membiarkan sang pacar merekam suaranya sendiri. Begitulah Joochan, sangat antusias dengan semua yang dia rasakan. Satu lagi, Joochan juga tak pernah lupa untuk membaginya kepada siapapun. Contohnya seperti saat ini.

Lirikan diberikan sekejap, Joochan tersenyum setelah berhasil merekam dengan baik suaranya, menyanyikan salah satu lagu bagian dari musical tadi. Merasa sudah aman, Donghyun mencoba kembali tertidur. Kali ini, Joochan bertingkah lagi.

“La la la la la ~~~” bibirnya kembali terbuka menyanyikan nada yang teringat di otaknya.

Donghyun tentu saja tidak tinggal diam, tangannya mengepal dan memukul bahu kiri milik Joochan. “Berisik!”

Bahu yang kesakitan diusap perlahan dengan wajah yang masih meringis. Joochan berbalik memandang Donghyun yang terus membelakanginya.

“Ngantuk, sayang?”

Respons yang diberikan hanya anggukan. Dengan lembut, Joochan mengulurkan tangannya untuk dijadikan bantal bagi Donghyun. Satu tangan yang bebas menuntun kepala Donghyun agar tertidur di bahu Joochan. Tubuh mereka secara otomatis mendekat, saling memberikan kenyamanan dalam perjalanan pulang.

Pejaman mata mulai mengerat. Joochan beraksi dengan mengelus rambut Donghyun penuh kelembutan. Bayangan irama musical yang indah masih terngiang di pikirannya, hingga Joochan kembali bersenandung.

Donghyun tak melakukan protes. Dia hanya mengusak kepalanya agar lebih tenggelam dalam dekapan Joochan. Senandung tak dihentikan, suara dikeluarkan semakin lembut dan memanjakan telinga. Donghyun menyukainya.

“Good night ~~~”

Donghyun tersenyum. Joochan memberikan ucapan selamat malam persis dengan irama yang diucapkan Seo Haena, pemeran wanita dalam musical tadi. Kedua tangan mungil sengaja merangsek agar lebih menghangatkan pelukan. Setelah memberikan kecupan di puncak kepala, Joochan melanjutkan bersenandung hingga keduanya terlelap bersama.

Malam ini indah karena dilalui bersamamu. Terima kasih.

FIN