TRAPPED! YOUR TIME IS LIMITED
Ruangan dipenuhi kaca hanya menggemakan suara hentakan serentak. Keringat bercucuran seakan tak kering walaupun ditiup kipas angin. Alunan musik cepat seirama dengan pergerakan beberapa anak muda di dalam ruangan. Mereka seakan dikejar waktu untuk menyelesaikan berbagai gerakan yang cocok dengan musik.
“Istirahat sepuluh menit!”
Bom waktu masih dilemparkan oleh sang pemimpin, Lee Daeyeol. Pria ini sangat tegas dengan berbagai perintah yang telah dilontarkan. Apalagi jika perkumpulannya sedang mempersiapkan perlombaan seperti saat ini. Semua ucapan dan perintahnya bak titah wajib yang harus diikuti semua anggota, termasuk Donghyun.
“Sayang!”
Paras berkeringat menengok pelan sembari memicing. Ternyata kekasihnya rela menyusul dirinya yang sedang melakukan latihan super ketat. Donghyun terlebih dahulu melihat sekeliling kemudian beranjak dari lantai yang dingin.
“Ngapain kesini, Joo?” ucapnya ketus.
“Gak boleh?”
Donghyun diam dulu sejenak, “bukan gitu!” Ucapnya merajuk.
“Terus?”
“Aku lagi latihan, kamu kayak gak tau Kak Daeyeol aja, sih! Kalo ada yang ganggu latihannya nanti ngamuk, apalagi kita mau ikutan lomba.”
“Lagi istirahat, kan?”
“Iya, sih. Tapi cuma sepuluh menit doang.”
“Gapapa, lah! Aku kangen!”
Joochan langsung menyerbu tubuh penuh peluh tersebut. Donghyun langsung menciutkan tubuhnya sembari memejam kuat karena tak nyaman dengan pelukan yang diberikan kekasihnya. Gerakan kecil pun mengganggu kedekatan mereka hingga Joochan terpaksa melepaskan dekapannya.
“Kenapa, sih?”
“Aku keringetan, Joo! Gerah, ah! Sana pulang! Aku masih lama latihannya.”
Tidak menunggu Joochan memberikan jawabannya, Donghyun sudah menajamkan pandangan menuju salah satu teman satu grupnya yang baru saja melewati sepasang kekasih itu. Choi Bomin, pria tampan yang tertusuk karena pandangan menyakitkan Donghyun hanya bisa menundukkan pandangannya dan mengabaikan Donghyun.
“EEUUHHH!!!” Tangannya terkepal sambil menggerakkan gigi penuh emosi.
“Kok tumben gak akur sama Bomin, sayang?”
“Bukan urusan kamu!” Jawabnya makin ketus.
Suara tepuk tangan tiga kali tiba-tiba menggema seisi ruangan. Helaan napas Donghyun tambah berbeban. Dengan sangat terpaksa kebersamaan mereka harus dihentikan sejenak. Donghyun menggenggam tangan kekasihnya hangat sebelum berpamitan untuk kembali berlatih.
“Aku latihan lagi, ya? Maaf, Joo...”
“Eh, tunggu!” Joochan sigap mendekatkan bibirnya pada Donghyun. Lalu memberikan kecupan yang sangat manis.
“Joochan! Malu diliat orang!”
“Nanti aku jemput, sayang.”
“Gak usah! Aku bisa pulang sendiri!” Lirihnya sembari merenggut dan menggerakkan kakinya berulang kali.
“Aku lagi gaada kegiatan apapun, sayang. Aku nunggu kamu, kok. Sana latihan lagi.”
“Terserah!”
Langkah kakinya berbalik dan terseret. Bibirnya dimajukan karena tidak nyaman dengan situasi yang sedang terjadi hari ini.
“Sayang!”
Panggilan tersebut membuat Donghyun kembali menghentikan langkahnya. “Apa?”
“Kamu gak lupa sesuatu?”
Dengan polos, Donghyun hanya menggeleng dan kembali pada kerumuman orang yang bersiap berlatih. Jawaban yang diberikan oleh pria manis tersebut, membuat hati Joochan agak kesakitan. Sejak tadi malam, Joochan sudah menunggu kejutan manis dari kekasihnya. Ya, hari ini Joochan berulang tahun. Selain itu, kakak kandung Donghyun pun berulang tahun di hari yang sama. Namun, sampai detik ini tidak ada persiapan apapun yang membuat Joochan curiga.
“Kamu lupa ya, sayang? Apa terlalu sibuk sama lomba? Jangan lupa istirahat, sayang,” Lirihnya sangat pelan.
Joochan melanjutkan langkahnya tanpa arah. Dia masih setia menunggu kekasihnya selesai berlatih. Mungkin saja Donghyun akan memberikan kejutan tak terduga untuknya, walaupun lebih baik Joochan tak mengharapkan hal tersebut. Donghyun tidak akan pernah melupakan hari ulang tahun kekasih dan kakak kandungnya, tetapi kesibukan merenggut segalanya. Hanya pemakluman yang bisa diberikan demi hubungan mereka.
Suasana kompetitif masih terasa di studio. Donghyun seperti biasa selalu mencurahkan semua atensinya pada latihan yang sedang dilakukan. Tepat ketika tubuhnya bergeser, bahunya bertabrakan dengan Bomin. Sahabatnya itu salah melakukan perpindahan posisi hingga membuat Donghyun semakin marah.
“FOKUS BOMIN!”
Merasa pernah melakukan kesalahan, Bomin hanya diam saja ketika dirinya dimarahi Donghyun. Kesalahannya memang sangat fatal sampai-sampai mengancam keberlangsungan persahabatan mereka. Namun, untunglah Donghyun hanya menyelesaikan masalah dengan makian saja. Dewi Fortuna masih menaungi Bomin kali ini.
Latihan selesai. Senja jingga mulai menyapa dengan utuh, tak lagi malu-malu. Sinarnya menyemaikan keteduhan ke bumi. Semilir angin pun menambah sejuk suasana petang yang indah. Selain itu, hujan juga tak turun. Berbagai aktivitas manis dan hangat bisa dilakukan di bawah naungan senja nan indah.
Keindahan senja tak berhasil disampaikan dengan baik pada Donghyun. Selesai berlatih, dirinya hanya berbaring di lantai dengan kedua tangan menutupi paras manisnya. Langkah pelan sedikit demi sedikit mendekat dengan harapan mendapatkan maaf juga iba dari sahabat terbaik. Bomin menggoyangkan tubuh Donghyun agar segera mendapatkan atensi.
“APA?”
“Maaf, Hyun...”
Bomin menundukkan pandangan. Dirinya seakan siap untuk dimaki sepanjang hari asalkan maaf berhasil didapatkan. Keadaan tak nyaman antara dua sahabat tentu saja tak ingin berkelanjutan. Bomin pun tak rela kedekatannya bertahun-tahun hilang karena kesalahan setitik saja.
“Kamu! Ah! Gak tau, ah!” Suara Donghyun menggelegar. Amarahnya semakin memuncak ketika melihat wajah Bomin di dekatnya.
“Namanya kesalahan, Hyun. Aku juga gak tau kenapa bisa berantakan kayak gini.”
“Berisik! Sana pergi!”
“Hyun!” Tubuhnya dibangunkan paksa hanya agar pandang mereka bertemu. Yang ditarik hanya mengangkat dagunya dengan memasang wajah tak bersahabat. “Aku tanggung jawab, kok. Kita ganti rencana lain bisa, kan? Mumpung ulang tahunnya Joochan sama Kak Sungyoon masih bisa dirayain. Ini belum malem, kan?”
“Males, ah!”
“Tunggu dulu, dong! Aku dimaafin, kan? Suruh aku apa aja, Hyun... Asal aku dimaafin, aku juga gak tau kenapa rencananya bisa berantakan kayak gini. Maaf, Hyun.”
Napasnya berhembus sangat berat. Benaknya memberikan pemikiran jika kemarahannya tak akan mungkin menyelesaikan masalah. Justru dengan emosi tak tertahan bisa menyebabkan kesulitan baru. Donghyun menghela napasnya kembali, menatap sahabatnya sangat tajam lalu memukul bahunya cukup keras.
“Gak usah minta maaf! Aku cuma kesel aja ulang tahunnya Kak Sungyoon sama Joochan jadi berantakan. Aku bisa handle semuanya, gak usah ngerasa gak enak. Makasih udah bantuin.”
“Maaf...” Lirihnya masih terdengar penuh penyesalan. “Mau dianter pulang?”
“Gak usah! Joochan mau jemput katanya. Aku duluan, mau nunggu di depan aja biar gak lama.”
Mereka berpisah, genggaman Bomin sudah mendapatkan kembali kepercayaan Donghyun. Akan tetapi hatinya masih bergelut dengan penyesalan. Semua persiapan ulang tahun sudah sangat matang, tetapi keteledorannya membatalkan segalanya.
Donghyun beranjak dari studio. Dia malas berinteraksi berlebihan dengan suasana hati panas seperti ini. Selepas berada di luar, keningnya dibenturkan beberapa kali pada tembok. Donghyun seakan bersiap memaki dirinya sendiri karena tidak berhasil menyelesaikan rencana manis untuk kejutan ulang tahun kakak dan kekasihnya.
“Kak Sungyoon, maaf... Maaf, Joo...”
Kening masih dibenturkan pada tembok dingin yang polos. Mata pun dipejamkan dengan bibir yang melulu menggumamkan penyesalan untuk kedua orang yang sangat disayangi. Isak berusaha ditahan, dia tidak mau kesedihannya diabadikan juga oleh orang lain, memalukan sekali.
“Sayang! Ngapain, sih?” Joochan yang datang langsung berlari melihat kekasihnya melakukan sikap yang aneh.
“Joo...”
Isak tak bisa lagi ditahan. Donghyun segera merangsek ke dalam pelukan hangat sang kekasih. Mengalungkan tangannya dengan sangat kuat pada tubuh Joochan yang sedikit lebih tinggi darinya.
“Kenapa, sayang?”
“Aku capek!” Lirihnya tipis.
“Latihannya bikin capek ya, sayang? Mau nyari makan dulu? Atau mau nyari minuman dingin?” Jawaban dari pria mungil hanya menggeleng. “Mau pulang sekarang? Istirahat, sayang. Besok kamu pasti latihan lagi, kan?”
Tanggapan kali ini mengangguk dengan lirih penuh penyesalan, “Maaf, Joo...”
“Kenapa minta maaf, sayang? Kamu gak salah, kok. Kalo mau nangis, gapapa aku temenin. Gak usah minta maaf, aku ngerti kok.”
Joochan melepaskan berbagai pemikiran tentang Donghyun yang melupakan ulang tahunnya. Pemaklumannya segera naik tingkat karena harus menenangkan Donghyun yang kelelahan berlatih. Kompetisi yang akan diikuti tentu saja menguras waktu kekasihnya.
Lain halnya dengan Donghyun. Pria manis ini masih kesal dengan dirinya sendiri. Rencana lain memang sudah terpikirkan. Namun, Donghyun bak patung yang tak bisa bergerak. Baik rencana awal maupun baru tidak ada yang terlaksana. Dia hanya bisa menangis karena meratapi kegagalan kejutannya untuk Joochan dan Sungyoon.
“Kita pulang, ya?” Sebelum memberikan genggaman, Joochan mendaratkan kecupan manis di kening, menangkup kedua pipinya serta menyeka air mata yang masih tersisa. “Jangan nangis lagi, aku tau latihannya pasti bikin kamu capek. Tapi, kamu harus tetep semangat. Semua perjuangan kamu sama temen-temen kamu pasti hasilnya baik.”
Donghyun hanya tersenyum tipis. Kesedihannya bukan karena jadwal latihan yang padat. Dia justru sedih karena tidak bisa melewati hari bahagia Joochan dan Sungyoon bersama. Hari ini hanya terjadi satu kali saja selama setahun. Jika berniat menebus kesalahan, Donghyun harus menunggu setahun. Tidak ada apapun yang bisa dia lakukan selain memberi ucapan.
Sepanjang perjalanan pulang, sebuah ucapan belum kunjung dilontarkan oleh Donghyun. Dia terlalu sesak jika hanya memberikan sebuah ucapan ketika Joochan sedang berulang tahun. Pun ketika nanti di rumah, Donghyun harus merasakan sesak yang sama karena harus melakukan hal tersebut pada kakaknya. Tangisnya masih berusaha ditahan. Donghyun memutuskan untuk berpura-pura melupakan hari special tersebut.
“Sayang, nyampe. Kamu kenapa? Kok ngelamun, sih?”
Gerakan lunglai diperlihatkan oleh Donghyun. Tangannya melepaskan penyangga dari tubuh. Lalu membuka pintu mobil tanpa menjawab pertanyaan kekasihnya.
“Hyun!”
Panggilan yang terdengar asing membuat kepalanya menengok, “Apa, Joo?”
“Kenapa, sih?” Emosinya tidak dapat lagi dikontrol. Joochan sudah berusaha menutupi kekecewaannya terhadap Donghyun, tetapi sikapnya yang aneh membuat Joochan tak tahan.
“Maaf, Joo...”
Ujung pakaian dimainkan dengan kuat. Pandangannya ditundukkan dan kembali menangis. Seseorang yang tadi memperlihatkan amarahnya, membuka kembali tangannya, lalu memberikan dekapan hangat. Punggungnya dielus hanya untuk menenangkan kekasihnya. Joochan masih tidak mengerti dengan sikap misterius Donghyun.
“Kita masuk, ya? Latihannya pasti capek banget, deh. Istirahat, sayang...”
Kelelahan memang menyertai tubuh Donghyun, tetapi alasan terkuat tangisannya bukan hal tersebut. Pria manis ini masih susah mengucapkan kata-kata manis di hari ulang tahun kekasihnya. Dia seperti menjadi pacar terburuk bagi Joochan karena tidak mempersembahkan hal terbaik saat dirinya bertambah umur.
Tanpa berkata, Donghyun turun dan melangkah pelan. Di belakangnya, Joochan mengekor dengan setia sembari memikirkan kondisi kekasihnya yang masih berbinar sedih. Bersamaan dengan kedatangan dua insan di depan pintu masuk, Jangjun menampakkan diri seakan mengetahui kedatangan mereka.
“Kak Jangjun? Ngapain disini?” Ucap Donghyun kebingungan.
“Mau ngasih kejutan buat kakak kamu, dong.”
Tubuhnya bak dihantam beban berat, lemas dan penuh beban. Lirikan kecil melulu diperlihatkan pada Joochan. Donghyun hanya membisu. Ide di otaknya seakan menghilang bersamaan dengan hembusan angin.
“Kok malah bengong?” Jangjun kebingungan hingga menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Kak Sungyoon mana?”
“Kakak suruh ke mini market tadi, nanti pas pulang langsung kakak kasih kejutan.”
Masih memalingkan pandangan dari Joochan, pria manis itu langsung mengalihkan posisinya ke dalam rumah. Seraya lampu dimatikan, Donghyun hanya memejamkan matanya karena merasa bersalah pada Joochan. Kedua tangan yang mengambil alih kue ulang tahun pun terus bergetar dan merasakan sesak yang tak kunjung menghilang.
Tepat ketika pintu terbuka, Jangjun menyalakan konfeti. Cahaya lampu kembali bersinar ketika Joochan menekan tombolnya. Nyanyian ulang tahun menggema seisi ruangan. Masih dengan binar kesedihan mendalam, Donghyun menipiskan jarak dan menyuguhkan kue ulang tahun untuk kakaknya.
“Selamat ulang tahun, Kak...”
“Makasih, Dek...” Donghyun hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Bibir bawahnya digigit kuat demi menahan isak yang melulu ingin terjun.
“Sayang, makasih... Pantesan kamu nyuruh aku keluar. Taunya malah bikin kayak gini. Makasih, ya...”
Tangan mereka bergenggaman. Sudut pandangnya semakin menyakitkan. Joochan pun sudah kembali ke sebelah Donghyun.
“Ada Joochan juga?” Joochan hanya mengangguk dengan senyuman sangat tipis. “Selamat ulang tahun, ya...”
“Makasih, Kak...”
Ucapan yang terdengar membuat Donghyun kesulitan menahan tangis. Kepalanya terus tertuju ke bawah dan tanpa disadari bahu pun gemetar.
“Dek, kok nangis?”
Jangjun segera mengangkat kue yang masih dalam genggaman calon adik iparnya. Setelah terbebas, Donghyun langsung merangsek masuk dalam dekapan hangat sang kakak. Bahunya terus naik turun beriringan dengan suara isak yang tak lagi tertahan.
“Kamu kenapa, Dek?”
“Sayang, kamu kenapa lagi?” Joochan mendekat untuk mengelus punggung kekasihnya.
“Maaf...”
“Maaf? Buat apa, Dek?”
Cengkraman tangan makin kuat, Donghyun tidak bisa mengendalikan dirinya. Tangisan semakin terisak dan membuat suaranya agak gemetar.
“Bomin ngeselin!”
Semua orang saling memandang. Pertama kalinya Donghyun kecewa pada sahabatnya sendiri. Terakhir, Sungyoon melirik Joochan. Namun, Joochan pun hanya mengangkat kedua bahunya.
“Bomin kenapa, Dek?”
Sembari terus terisak, Donghyun melepaskan pelukan sejenak. “Aku udah siapin semuanya baik-baik, Kak! Udah belanja bahan buat bikin kue, capek aku bikin sendiri kuenya, eh malah dijatohin Bomin! Aku udah mohon-mohon biar jadwal komunitas kakak sama Joochan dikosongin, tapi....” Suaranya tertahan sebentar karena tangis yang terus berderai. “Tapi villa yang aku sewa malah keduluan diambil orang, Kak! Aku udah suruh Bomin urus semuanya, tapi malah kayak gini. Maaf...”
Joochan menarik lengan kekasihnya dengan tatapan yang sangat tajam. “Kamu daritadi minta maaf cuma gara-gara gak bisa kasih kejutan ulang tahun buat aku, sayang?”
Dengan polosnya Donghyun hanya menggerakkan kepalanya ke atas dan bawah. Senyuman merekah malah diperlihatkan Joochan, lalu kembali menyembunyikan Donghyun dalam dekapannya.
“Maaf, Joo... Maaf, Kak... Aku... Aku udah berusaha buat kejutannya... Tapi semuanya gagal...”
“Sayang... Gapapa, kok. Lagian kamu kenapa nyuruh Bomin siapin semuanya?”
Dengan wajah yang merajuk, dekapan dilepaskan sembari memberikan dorongan kecil di dada Joochan. “Aku tiap hari sama kamu, Joo! Kak Sungyoon juga bawel banget kalo aku telat pulang! Gimana caranya aku bebas dari kalian berdua, hah? Mana mungkin aku bisa bikin kejutan ulang tahun kalo lagi sama kalian. Ya, pilihan satu-satunya cuma nyuruh Bomin. Tapi, malah jadi kayak gini. Biasanya kan engga!”
Kegemasan makin diperlihatkan oleh Donghyun padahal amarah tengah diperlihatkan olehnya. Dua orang yang sedang berulang tahun tak kuasa menahan tawanya. Donghyun semakin terpuruk dan hanya bisa menutup paras manisnya dengan kedua telapak tangan.
“Sayang... Kamu gak usah kecewa gitu. Semuanya udah kamu usahakan dengan baik. Aku seneng, makasih.”
Donghyun menggeleng kuat, “Aku juga gak nyiapin kado apapun hari ini, padahal aku udah berusaha bikin kue ulang tahun buat kalian berdua...”
“Dek... Kakak sama Joochan ngerti maksud kamu... Gak usah nangis gini. Kita juga gak mungkin marah sama kamu.” Punggung adik kecilnya dielus lembut ketika masih didekap hangat oleh kekasihnya.
Joochan semakin tak tahan dengan kegemasan kekasihnya. Dekapan segera dihentikan lalu menyentuh lembut kedua pipi Donghyun yang masih basah. Kedua ibu jarinya bergerak untuk mengeringkan pipi tersebut kemudian menempelkan bibir mereka cukup lama. Donghyun hanya membulatkan kedua matanya karena perlakuan langka ini. Inilah pertama kalinya mereka memperlihatkan kemesraan di hadapan Sungyoon.
“Joo! Ada kakak...” Lirihnya ketakutan.
“Untung kamu lagi ulang tahun, kalo engga...”
“Sayang.... Sayang.... Tahan!” Jangjun menarik tubuh kekasihnya yang hampir menipiskan jarak dengan Joochan. “Kita masuk kamar aja! Kasih waktu mereka berdua, aku juga pengen berduaan sama kamu.” Bujukan berhasil. Sungyoon luluh dan membiarkan adiknya menikmati kebersamaan dengan kekasihnya.
Setelah pintu kamar kakaknya tertutup, Donghyun menyatukan giginya geram dan memberikan beberapa pukulan di dada kekasihnya. Memberikan ancaman kecil agar Joochan tidak melakukan hal itu lagi, atau Sungyoon akan memberikan peringatan keras padanya.
“Happy birthday, Joo... Maaf, semuanya gagal. Maaf juga aku malah ngehindar terus pura-pura lupa ulang tahun kamu. Aku malu, Joo. Liat tadi, Kak Jangjun ngasih kejutan buat kakak, aku ngiri tau!”
Tangan Joochan mengalung kuat di pinggang Donghyun. “Makasih, sayang... Tiap tahun kamu selalu berusaha kasih yang terbaik buat aku sama Kak Sungyoon. Aku yakin, kalo kejutannya berhasil pasti acaranya berkesan banget. Tapi, dengan kamu inget aja itu udah cukup, sayang... Makasih, ya.”
Donghyun menyelesaikan pernyataan Joochan dengan kecupan hangat di kedua pipi kekasihnya. Tersenyum manis lalu menyimpan kepalanya di dada milik Joochan. Tangan Joochan bergerak untuk mengusak rambut Donghyun, dia juga tak mau kalah dan akhirnya memberikan kecupan manis di puncak kepala kekasihnya.
Waktu terbatas memang membuat terperangkap. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berlari dan mencari jalan keluar. Pilihannya hanya maju tanpa bisa memikirkan jalan berputar. Waktu memang kejam, tapi dia memberikan keindahan ketika perjuangan muncul ke permukaan.
Begitupun dengan Donghyun. Dirinya bak terperangkap oleh waktu yang sempit. Pikiran untuk menyerah sempat membelenggu tapi tak berguna. Tangis dan kebisuan justru menambah suram suasana. Keterbukaan akhirnya memberikan senyuman manis dan menyingkap kesalahpahaman. Joochan dan Sungyoon mengerti dengan maksud yang hendak disampaikan Donghyun, walaupun semuanya tak terlaksana dengan baik.
FIN