APOLOGIZES

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Jimin berjalan melewati lorong rumah sakit jiwa dengan tangannya yang menggandeng Corbyn. Di belakang ada pengasuh yang mengikuti. Ia mendengus pelan melihat putranya yang berjalan sembari melompat-lompat kecil. Ia berpikir, nampaknya Corbyn sudah sangat dekat dengan ibunya.

Ketika sampai di taman, Jimin dapat melihat Minji yang duduk termenung di kursi taman. Di saat Jimin masih terdiam mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan orang yang dibencinya, Corbyn justru berlari riang menghampiri ibunya.

“Ibu!!!” Corbyn memekik riang, kedua tangan kecilnya segera memeluk tubuh ibunya.

“Aaa Jungmin, ibu kangen banget.” Minji beranjak dari kursinya, kemudian setengah berjongkok untuk memeluk putranya. “Udah seminggu gak ketemu, ibu seneng banget dijengukin Jungmin lagi.” Wanita itu menyandarkan dagunya di bahu Corbyn.

“Xixi Jungmin juga kangeeenn banget sama ibu.”

Minji tersenyum dan memejamkan matanya untuk menyalurkan rasa rindunya pada Corbyn. Begitu membuka mata, atensi Minji beralih pada pria yang berdiri tak jauh darinya dengan ekspresi datar.

“Hari ini Jungmin jenguk ibu ditemenin papa. Yey!” Corbyn beralih memeluk kedua paha papanya dengan riang.

“Jungmin, main di sana dulu ya.” Minji menunjuk ke arah sisi taman yang ada balon-balon dan beberapa kucing. “Ibu sama papa mau ngobrol dulu, oke?” Wanita itu mengangkat telapak tangannya untuk mengajak high five.

“Oke ibu.” Corbyn melakukan high five dengan ibunya. “Papa, Corbyn ke sana dulu ya. Mau ngasih makan kucing gemes xixi.” Ketika mendapat respon anggukan kepala dari Jimin, Corbyn segera berlari menghampiri kucing-kucing dengan diikuti pengasuhnya.

“Hai.” Minji memberanikan diri untuk menyapa Jimin terlebih dahulu. “Silahkan duduk.” Ia mengajak Jimin untuk duduk di kursi taman.

Masih dengan ekspresi datar, Jimin segera duduk di kursi, namun menjaga jarak cukup jauh dengan Minji. “To the point aja. Apa tujuanmu ngajak aku ketemu.”

Minji meremat baju pasien yang dikenakannya, ia tersenyum canggung. “Maaf.” Tentu, itu adalah kata yang pertama kali ia ucapkan pada mantan kekasih suaminya. Minji tersenyum, ia menoleh ke arah Jimin meskipun pria Park di sampingnya itu lebih memilih melihat lurus, nampak tak sudi menatapnya.

“Aku tahu kata-kata maaf pasti gak cukup. Tapi setelah sadar dan tahu siapa Corbyn, seketika aku merasa perlu meminta maaf ke kamu.”

“Dari lubuk hatiku yang paling dalam, dengan tulus aku meminta maaf atas semua perbuatanku yang dulu udah nyakitin kamu.”

Bibir Minji bergetar, pun air matanya tanpa permisi sudah turun membasahi pipinya. “Sekarang aku sadar ternyata begini rasanya kehilangan orang yang paling berharga di hidup kita. Ternyata begini karma yang aku dapat karena perbuatanku.” Minji menunduk, ia tak bisa menahan isakannya yang keluar.

“Jungkook udah cerita semuanya termasuk kamu yang pernah ada di posisiku seperti sekarang, jadi... Aku minta maaf atas sikap aroganku dulu kepada kamu, aku minta maaf karena udah nikah sama Jungkook. Aku minta maaf.”

Berkali-kali Minji melayangkan kata maaf, namun Jimin masih bergeming tanpa ekspresi. Minji hanya bisa menundukkan kepala dan terisak pelan lantaran Jimin enggan meresponnya. Namun setelah lima menit berlalu, akhirnya Jimin mau membuka suara.

“Karena kamu udah minta maaf... Oke, aku maafin kamu.” Jimin masih tak mau melihat ke arah Minji, ia lebih memilih menatap lurus. Rasanya sangat sulit bagi pria itu untuk berhadapan langsung dengan orang yang telah menyakiti hatinya.

“T-terima kasih.”

Jimin dan Minji kembali terdiam, kalut dengan pikiran masing-masing. Namun Minji merasa harus membuka topik, ada banyak hal yang perlu ia sampaikan pada Jimin, sehingga dirinya kembali bersuara.

“Mengenai Jungmin... yang kamu namai Corbyn... Makasih udah rawat dia hingga tumbuh seperti sekarang, makasih.”

“Kalau aku nanti udah dipastikan sembuh total... Jungkook dan aku akan bercerai.”

Minji tertawa canggung, jemarinya kembali terangkat untuk menyeka air matanya sendiri. “Pernikahan kami cuma sebatas perjodohan, gak ada cinta di dalamnya. Jadi gak ada gunanya kalau diteruskan.”

“Dulu memang aku tertarik sama Jungkook. Dia tampan, cerdas, penyayang, dan bertanggung jawab. Aku jatuh hati, tapi aku sadar kalau meskipun udah menikah, dia gak akan pernah bisa ngasih hatinya buat aku.”

“Hatinya adalah milik kamu, sejak dulu sampai selamanya. Aku bisa ngerasain itu.”

“Itu sebabnya aku setuju waktu dia bicarain tentang perceraian kami nantinya.”

Meskipun Jimin belum memberikan reaksi, Minji tetap akan mengatakan semua yang ingin ia katakan. “Kamu bisa hidup sama Jungkook setelah kami cerai, t-tapi...” Wanita itu menjeda sejenak perkataannya untuk menatap Jimin, “Boleh aku hidup sama Jungmin?” lanjutnya.

Seketika Jimin menoleh ke arah Minji begitu mendengar bahwa wanita di sampingnya ingin meminta Corbyn. “Apa?” Ia bertanya dengan nada dan ekspresi tak percaya.

“J-jungmin, aku ingin hidup sama dia. Aku mohon, Jimin. Sejak aku tahu kalau aku hamil, aku sangat bahagia. Aku selalu nantiin saat dia lahir di dunia. Sembilan bulan aku nunggu dia lahir, aku sangat bahagia saat dia lahir.. hiks...”

“Saat itu aku bahagia, akhirnya aku punya harta berharga setelah kepergian ayah dan ibu. Aku bahagia, akhirnya aku punya malaikat kecil yang bisa mewarnai hidupku, t-tapi...”

Minji menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang mengucur deras. “Tapi duniaku runtuh saat tahu bayiku waktu itu kaku, saat perawat bilang kalau Jungmin-ku meninggal. Aku ngerasa hancur.”

“Jadi aku mohon sama kamu. Balikin Jungmin dan kamu bisa kembali sama Jungkook.”

“Saat pertama kali lihat Jungmin beberapa bulan lalu, aku bahagia luar biasa. Aku ngerasa sumber hidupku kembali, aku gak butuh apapun di dunia ini selain dia—”

“Corbyn bukan barang yang bisa aku ambil dan balikin seenaknya.” Jimin akhirnya mau membuka suara, pun kini ia menatap Minji dengan tajam.

“Dulu emang aku berniat balas dendam dengan cara ngebunuh dia, tapi aku gak tega. Akhirnya aku bawa dia ke Los Angeles untuk memulai hidup baru.”

“Saat itu aku masih denial, aku masih ingin balas dendam dengan cara ngasuh kasar anak itu. Aku ingin buat anak itu tumbuh tanpa kasih sayang.”

Tangisan Jimin pecah ketika ia mulai membahas Corbyn. “Selain itu aku anggap dia adalah ganti Jungkook karena Jungkook-ku kamu ambil!”

“Ternyata enggak, dia bukan ganti Jungkook, tapi sumber kehidupanku. Dia anakku!” Jimin sedikit meninggikan suaranya. Untung saja tempat duduk Jimin dan Minji cukup jauh dari kerumunan, sehingga tak masalah jika menangis maupun meninggikan suara.

“I can’t imagine my life without him, so, don’t you dare to take my son away from me. No, I will always hold his hand.”

Jimin beranjak dari kursi, ia bersiap pergi namun Minji segera mencegah dengan menggenggam tangannya.

“J-jimin, aku gak bermaksud untuk... Iya, dia bukan barang tapi aku benar-benar butuh dia di hidupku. Aku mohon, aku mohon.” Minji kembali memohon dengan nada putus asa.

“No.” Jimin menghempaskan tangan Minji. “Aku gak mau berantem, jadi aku mohon jangan melampaui batas.” Ia memperingatkan wanita itu.

“Kamu bisa ketemu dan menghabiskan waktu dengan Corbyn kapanpun kamu mau, aku gak akan larang. Tapi untuk hak asuh, dia tetap berada dalam asuhanku. Dia tetap menjadi anakku. Dia tetap akan tinggal sama aku. Dan nama dia tetap Corbyn Matthew Park.”

“Aku juga minta maaf udah ambil Corbyn dari kamu. Maaf karena udah ambil harta berharga kamu. Aku tulus meminta maaf. Tapi aku gak pernah menyesal ngelakuin itu semua.”

“Setelah ini kamu bisa main sama Corbyn karena aku harus ke kantor.” Jimin berjalan pergi ketika Minji sudah tak mengejarnya. Ia berpamitan pada Corbyn karena harus bekerja. Untung saja anaknya itu tak rewel untuk memaksa ikut.

Di sisi lain, Minji termenung, air matanya mengucur selagi melihat Corbyn yang masih asik bermain dengan kucing taman. “Jungmin, ibu pengen banget tinggal sama Jungmin,” gumamnya diiringi isakan pelan. Ia berpikir, apa mustahil baginya nanti untuk bisa hidup bersama putra yang dilahirkannya tujuh tahun silam?

Bersambung...