COMPANY
Bagian dari alternate universe Better Than Revenge
Alasan Jungkook tak bisa bertemu dengan Jimin siang ini karena ia akan menemui Minji. Ia berusaha membuat Minji untuk merelakan Corbyn diasuh Jimin, mengingat bahwa keadaan mereka berdua yang tak siap merawat si buah hati. Saat tiba di kamar rawat Minji, mata Jungkook menatap sendu wanita yang tengah duduk melamun ke arah jendela.
“Minji?”
Minji menoleh ke arah sumber suara, ternyata ada Jungkook yang tak biasanya berkunjung di siang hari. “Hm?” Ia merespon dengan gumanan pelan, kemudian kembali menatap ke arah luar jendela.
Jungkook membawa kursi yang ada untuk dipakai duduk di depan Minji—yang tengah duduk di pinggiran kasur. “Aku bawa spageti, kesukaan kamu.” Ia mengangkat paper bag berisi spageti yang tadi dibelinya. “Makan ya? Aku bukain.”
Minji menggelengkan kepala, “Aku gak lapar.”
“Tapi ini udah siang, waktunya mak—”
“Jungkook, aku gak lapar.”
Jungkook meletakkan paper bag di atas nakas samping ranjang. Ia menghela nafas sejenak sebelum membuka obrolan. “Apa yang kamu pikirin sekarang? Bilang ke aku.”
“Aku mau anakku.” Minji menjawab dengan nada yang mulai bergetar, bahkan sesaat kemudian matanya berkaca-kaca karena memikirkan anaknya.
Jungkook menggengam tangan Minji, mencoba memberikan ketenangan pada wanita itu. “Minji, boleh aku bicara masalah ini?”
“Apa? Kamu ngelarang aku minta Jungmin dibalikin ke aku? Iya?”
“Minji, bukan gitu—”
“Aku tahu kamu masih cinta dan akan selalu cinta sama Jimin. Kamu bisa nikahin dia setelah ceraiin aku, tapi aku mohon balikin Jungmin. Aku mau anakku.”
“Minji, ini gak semudah itu. Jungmin udah sama Jimin sejak bayi. Ikatan batin mereka udah kuat dan—”
“Benar sesuai dugaanku. Kamu emang gak mau usahain Jungmin buat balik ke aku. Bentar lagi kamu ceraiin aku, kamu mulai nikahin Jimin, dan kalian hidup bertiga, sementara aku sendiri gak punya siapa-siapa lagi.”
Jungkook menggigit bibir bawahnya, pun kepalanya menunduk. Ia membutuhkan waktu sebentar untuk membuka suara, lebih tepatnya mengatakan keputusan sangat berat yang sudah dipikirkannya matang-matang.
“Aku gak akan ceraiin kamu. Kita akan selalu hidup bersama sebagai suami-istri. Kamu gak perlu khawatir, ada aku di sini.”
Minji melepaskan tangannya dari genggaman Jungkook. “Buat apa?” Ia berucap sembari terkekeh getir. “Buat apa mempertahankan pernikahan yang gak dilandasi cinta?” Ia berhenti bicara sejenak untuk menyeka air matanya sendiri, “Gak ada gunanya mempertahankan pernikahan ini. Yang aku mau cuma anakku. Itu aja.”
“Minji, tatap aku.” Jungkook menangkup wajah Minji agar tak lagi menunduk dan bisa menatapnya. “Oke kalau kamu tetap mau cerai nantinya, tapi aku akan tetap ada di samping kamu.” Mata pria itu memancarkan keseriusan di setiap perkataannya.
“Aku akan tetap bertanggung jawab sama kamu. Aku akan nemenin kamu, nafkahin kamu, tapi, kamu gak bisa minta Jungmin lagi.”
“Kenapa? Aku ibunya, Jungkook. Aku ibunya! Aku yang ngelahirin dia!” Minji mulai meninggikan suaranya, bahkan air matanya sudah mengucur deras.
“Iya, aku tahu itu.” Jungkook menekankan perkataannya. “Tapi keadaan kita...” Ia menjeda perkataannya karena berat mengatakannya. “Keadaanku dan keadaanmu gak bisa untuk ngerawat Jungmin.” Ia melanjutkan.
“Minji, butuh biaya besar untuk ngerawat Jungmin. Uang sekolah, makanan bergizi, bahkan memenuhi keinginan dia yang ingin beli mainan. Aku sadar diri, aku gak mampu, apalagi kamu? Saat kita cerai, kamu gak akan dapat banyak harta gono-gini dari aku karena kamu tahu sendiri keadaan ekonomiku sekarang gimana.”
Jungkook berusaha memberikan penjelasan dengan nada yang pelan dan selembut mungkin. Ia kembali membuka suara karena Minji yang terlihat tengah menyimak ucapannya.
“Alasanku tetap biarin Jimin ngasuh Jungmin selain karena mereka udah tak terpisahkan adalah ekonomi. Kita harus mempertimbangkan itu. Aku ingin yang terbaik untuk Jungmin dan Jimin bisa ngasih segalanya untuk Jungmin.”
“Kita sendiri juga gak tahu, memangnya Jungmin mau pisah sama papanya? Jadi aku mohon sama kamu, relain Jungmin sama papanya. Lagipula Jimin gak ngelarang kamu untuk ketemu Jungmin ’kan? Jimin tetap bebasin kita ketemu Jungmin.”
“Jadi udah, ya? Jangan permasalahin hak asuh Jungmin lagi. Jungmin aman, bahagia, dan sehat sama Jimin. Jimin pun gak akan mampu lepasin Jungmin. Ikhlas, ya? Aku mohon. Ini demi kebaikan Jungmin juga.”
Minji menunduk setelah mendengar semua ucapan Jungkook. Ia mulai mengeluarkan isakan, wajahnya banjir air mata.
Jungkook berdiri, tangannya meraih tubuh Minji untuk direngkuh. Ia menepuk-nepuk punggung Minji untuk menenangkan. “Maaf udah bikin hidup kamu kayak gini. Maaf, ini semua salahku.” Lagi, Jungkook menyalahkan dirinya sendiri yang membuat semuanya menjadi rumit.
“Hiks J-jungmin, aku mau Jungmin!” Minji menggerakkan tangannya yang lemas untuk memukul tubuh Jungkook yang masih memeluknya. “Jahat, kalian jahat!” Ia menangis sesenggukan, memikirkan nasibnya yang tak bisa tinggal bersama putranya. Jauh di lubuk hati, ia sendiri sadar bahwa semua perkataan Jungkook adalah benar adanya.
“Maaf, maaf. Maaf karena buat semuanya jadi rumit. Maaf, Minji.” Jungkook berkali-kali mengatakan maaf dengan tetap memberikan pelukan menenangkan untuk Minji. Pun ia berdoa di dalam hati agar Minji tak kembali sakit karena sedih keinginannya untuk tinggal bersama Corbyn tak terkabulkan.
Bersambung...