GIFTS

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Jimin sudah sampai rumah dengan selamat setelah seharian berlibur ke Jeju. Ia diantar pulang oleh Ong Seongwoo, temannya masa kuliah. Sementara Saeon yang juga temannya masa kuliah sudah diantar pulang sebelumnya.

Thanks ya seharian ini udah nemenin gue healing,” ucap Jimin pada Seongwoo saat ia sudah turun dari mobil.

“Sama-sama, Ji. Gue juga seneng bisa hangout lagi sama lo setelah lima tahun lebih lo lebih milih tinggal di Los Angeles.”

Jimin mengangguk dan tersenyum, “Kapan-kapan aja ya lo masuknya? Soalnya ini udah malem.”

“Gak apa-apa nih gue gak pamitan sama papa mama lo? Soalnya tadi pagi gak pamitan loh.”

“Gak apa-apa. Santai aja. Kapan-kapan aja ketemu mereka.”

“Oke deh, gue nitip salam ke mereka sama Corbyn ya.”

“Iya.”

“Gue pulang dulu, Ji.”

“Hm. Hati-hati.”

Setelah kepergian Seongwoo, Jimin segera masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tengah, ia sudah disambut ayah Park dengan ekspresi kesal.

“Anak kamu seharian ngambek, gak mau makan, gak mau minum susu. Apa kamu gak panggil suster lagi aja, Ji?”

Bukannya merespon perkataan ayahnya, Jimin justru melempar pertanyaan lain, “Sekarang itu anak di mana, pa?”

“Di kamarnya.”

Jimin mengangguk, kemudian meletakkan beberapa oleh-oleh dari Jeju di atas meja ruang keluarga. “Pa, ada teh tuh kalau mau bikin,” ucapnya sebelum akhirnya menaiki anak tangga untuk menuju ke lantai dua. Langkah pria Park itu tertuju ke kamar Corbyn, di sana anaknya sedang dipeluk oleh ibu Park.

“Tuh papamu pulang tuh!” ucap ibu Park pada Corbyn, yang sayang sekali cucunya hanya diam, bahkan enggan melihat ke arah Jimin.

“Bocil! Aku bawa oleh-oleh nih!” Jimin meraih tubuh Corbyn untuk digendong, namun rupanya anaknya benar-benar marah padanya sehingga mengeratkan pelukan pada ibu Park. Jimin memaksakan senyumannya, kali ini ia berusaha sabar karena moodnya masih bagus setelah seharian berlibur bersama teman-temannya.

“Lihat deh. Aku beli miniatur Dol Hareubang. Ini khas dari Jeju loh! Lucu tauuuu!”

“Eh ada cokelat Jeju sama jeruk Hallabong nih enak banget. Ini khas Jeju! Kamu ’kan suka cokelat!”

Next weekend aku ajak kamu ke Jeju deh. Kamu ’kan gak pernah ke Jeju. Pantainya di sana bagus. Jajanannya juga enak-enak. Mau gak?”

Ibu Park meloloskan tawa kecil karena baru kali ini Jimin mau repot-repot membujuk Corbyn. Lebih tepatnya baru kali ini pula si kecil Park merajuk pada papanya.

“Corbyn Matthew Park!” Habis sudah kesabaran Jimin, alhasil ia berteriak memanggil nama putra semata wayangnya.

Bukannya takut, justru Corbyn merebahkan tubuhnya di bawah selimut.

“Heh! Berani ya kamu ngambek sama aku!” jimin menyibak selimut yang menutupi tubuh Corbyn.

“Corbyn! Jangan durhaka sama aku. Jangan jadi anak nakal!”

“Papa jahat!” Akhirnya Corbyn membuka suara, namun tetap enggan memandang ke arah Jimin. “Papa usir suster, bestfriendnya Corbyn. Papa jahat!” lanjutnya menggerutu.

“Tadi bibi Kim bilang kalo besok ada suster baru yang dateng.”

“Gak mau. Corbyn maunya suster Kwon!”

“Gak ada suster Kwon lagi. Besok adanya suster Jo!”

Ibu Park hanya bisa memijat pelipisnya karena pusing mendengarkan perseteruan putra dan cucunya.

“Ayo makan! Seharian kamu belum makan ’kan? Mau sakit lagi kamu? Mau bikin aku susah lagi kamu? Ha?”

Akhirnya tangisan Corbyn kembali pecah. Anak kecil itu melemparkan bantal dan guling ke lantai karena marah.

“Biarin. Biar sakit. Papa jahat! Corbyn mau suster Kwon. Suster yang selalu nemenin Corbyn kalo papa sibuk ngurus kerjaan. Cuma suster yang jadi bestfriendnya Corbyn!”

“Ya udah sana jadi anaknya suster Kwon aja sana. Gak usah jadi anakku!”

“PARK JIMIN!” Kali ini ibu Park yang membentak Jimin, bahkan melayangkan pukulan pelan pada paha putranya itu.

“Ya abisnya itu bocil ngeselin banget, mama!”

“Jimin, kamu panggil suster Kwon lagi aja deh. Kasihan, itu anakmu udah cocok sama satu suster. Masa kamu tega misahin mereka?” Ayah Park yang baru datang ikut membuka suara.

“Iya, Jimin. Dengerin omongan papamu. Suster Kwon udah kerja sama kamu bertahun-tahun. Yang kemarin itu dia lagi khilaf. Mama yakin, setelah ini dia gak akan melakukan kesalahan yang sama. Hubungi suster Kwon lagi ke sini ya?”

Jimin mendengus kasar, akhirnya dengan terpaksa, ia meraih gawainya dari saku celananya. Berikutnya, ia mulai menghubungi nomor telepon suster Kwon. Saat sudah diangkat, Jimin menyalakan mode loudspeaker.

“Halo, pak Jimin? Ada apa ya?”

“Corbyn nyariin kamu terus, sus. Besok bisa kerja lagi jadi susternya Corbyn, gak?”

“S-serius pak?”

“Iya tapi dengan syarat jangan sampai melakukan kesalahan kayak kemarin. Sanggup?”

“Siap, pak. Saya sanggup. Saya janji akan setia mengabdi ke Corbyn dan pak Jimin.”

“Oke, saya tunggu besok.”

“Siap, pak. Makasih banyak, pak.”

Jimin segera memutus sambungan telepon ketika semuanya sudah beres. “Udah. Besok suster balik. Puas?”

Ayah dan ibu Park tersenyum, akhirnya putra mereka mau menurunkan ego. Pun, Corbyn diam-diam tersenyum, anak kecil itu turun dari kasur kemudian memeluk kedua kaki Jimin.

“Hehe thanks papa! Corbyn sayaaaaanggg banget sama papa!”

“Dih, bisa senyum lagi kamu?”

“Hehe papaaa, gendoong!”

“Males.”

“Hiks papa selalu aja jahatttt.”

Jimin kembali mendengus kasar, namun ia segera meraih tubuh Corbyn untuk digendong. “Kamu makan gak nih?”

“Ayooo makannn, Corbyn laperr. Corbyn pengen makan cokelat yang dibeliin papa, ya? Corbyn juga suka sama Dol Hareubangnya, lucu. Makasih papa!” Corbyn mulai ceria lagi dan banyak bicara.

“Idih apaan sih. Masih kecil udah suka ngambek, gede-gede jadi apa kamu?”

Ayah serta ibu Park hanya menggelengkan kepala mereka melihat interaksi putra dan cucu mereka. Mereka semua pun turun ke bawah untuk makan malam bersama.

To be continue...