HELLO PAST

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Jimin menuju ke rumah sakit dengan ditemani Chaeyoung, sahabat sekaligus sekretarisnya yang ia tugaskan untuk mengemudikan mobil. Sesampainya di tempat tujuan, pria Park itu segera berjalan cepat menuju ke tempat Corbyn berada.

“Santai aja jalannya, Ji. Kenapa buru-buru sih?”

“Diem lo bangsat.”

“Panik gak? Panik gak? Panik lah, masa enggak.” Chaeyoung menggoda Jimin yang terlihat sangat panik, meskipun pria itu tetap tak mau mengakuinya.

“Ya iyalah panik, anaknya sakit, unch papa Corbyn panik panik—awh Park Jimin!” Chaeyoung mengaduh karena pucuk kepalanya digeplak keras oleh Jimin.

Setelah berjalan kaki cukup jauh, akhirnya Jimin tiba di ruang tempat Corbyn diperiksa. “Mama,” panggilnya pada ibu Park yang duduk di kursi tunggu depan ruangan.

“Jimin. Papamu masih ngurus administrasi.”

Jimin mengangguk, “Belum selesai diperiksa ya?”

“Belum—Eh.” Ibu Park menoleh ketika terdengar pintu terbuka.

“Silahkan masuk. Dokter akan menjelaskan kondisi adek Corbyn,” ucap salah satu perawat.

Ibu Park dan Jimin mengangguk, mereka bergegas masuk ke dalam ruangan diikuti oleh Chaeyoung serta pengasuh Corbyn.

“Oh, J-jimin...” Ibu Park mendesah panik karena Jimin tak mendengar panggilannya sebab sudah panik untuk segera masuk ke dalam. Wanita paruh baya itu merutuk di dalam hati karena lupa memberi tahu putranya mengenai sosok lain di dalam.

“Gimana dok keadaan—” Jimin tak melanjutkan perkataannya kala matanya menangkap sosok yang sangat tak ingin ia temui di negara ini.

“Jimin? H-hai,” sapa Jungkook dengan canggung. Benar, sosok yang dimaksud adalah Jungkook, dokter anak yang memeriksa keadaan Corbyn.

Jimin menoleh ke arah ibunya, tatapannya seakan bertanya, “Kenapa harus diperiksa dia?”

Saat teringat sesuatu, Jimin segera menghampiri Corbyn dan memeluknya dengan penuh posesif, bukannya menjawab sapaan Jungkook. Ibu Park hanya tersenyum canggung, pun Jungkook.

“Ekhem. J-jadi, dari hasil pemeriksaan lab, pasien mengalami sakit asam lambung dan ada alergi makan berbahan kacang-kacangan. Tidak perlu menginap karena cukup makan dengan teratur dan meminum obat. Obatnya sudah saya tulis, ini bisa ditebus di apotek rumah sakit.”

Jungkook memberikan penjelasan panjang, kemudian menyerahkan selembar kertas berisi daftar obat-obatan pada ibu Park.

“Makasih ya dok,” ucap ibu Park.

“Sama-sama tante. Panggil nama saya aja gak apa-apa,” respon Jungkook yang hanya ditanggapi senyuman oleh ibu Park.

“Kacang-kacangan?” Jimin bergumam, kemudian menoleh ke arah pengasuh Corbyn yang bersembunyi di belakang Chaeyoung.

“M-maaf pak, saya lupa kalau Corbyn alergi kacang-kacangan. Tadi dia minum susu kotak kacang hijau sedikit.” Pengasuh Corbyn memberikan penjelasan.

“Sekali lagi kamu teledor, saya pecat kamu!”

“I-iya, maaf pak.”

“Papa, jangan marahin sus.” Corbyn berbicara dengan suara lemasnya.

“Kamu juga! Aku udah bilang berkali-kali, jangan makan dan minum kacang-kacangan. Kamu alergi! Terus jangan rewel dan ngambek gak makan. Udah dibilang masih kerja, rewel terus kenapa sih? Heran!” Jimin memarahi Corbyn yang menunduk takut dalam dekapannya.

“Jimin, astaga. Udah dong, jangan marah-marah, nak. Malu.” Ibu Park menengahi.

“Maaf, bukannya ikut campur, tapi anak kecil seharusnya diberi tahu pelan-pelan dan berulang, karena mereka masih belum terlalu mengerti mengenai alergi.” Jungkook memberanikan diri untuk membuka suara.

“Tuh, dengerin kata pak dokter.” Ibu Park menggerutu, sementara Jimin enggan merespon, alih-alih sibuk mendekap Corbyn sampai kepala putranya itu tersembunyi di perpotongan ketiaknya.

“Oh iya, selain asam lambung dan alergi, saya rasa Corbyn ini tubuhnya masih beradaptasi di tempat yang baru untuk dia. Biasanya anak kecil akan merespon suhu tempat baru dengan demam dan pusing.”

“Oh karena Corbyn baru ke—umph.” Jimin segera membungkam mulut Corbyn agar tak lanjut berbicara. “Ayo pulang.” Jimin menggendong Corbyn untuk beranjak dari ranjang periksa.

“J-jimin, bilang makasih dulu dong ke dokter Jungkook.”

“Mama yang bawa ke sini, ya mama yang ngurus dong. Aku tinggal urus Corbyn.” Tanpa banyak berbicara lagi, Jimin segera melangkahkan kaki untuk keluar ruangan.

“Dada dokter ganteng! Makasih!” Corbyn melambaikan tangan ke arah Jungkook meskipun suaranya masih lemas. Jungkook mengangguk dan tersenyum, pun melambaikan tangan ke arah anak itu.

“Apa sih? Kamu gak usah kayak gitu!” Jimin menegur putranya ketika sudah jauh dari ruang periksa tadi.

“Emang kenapa gak boleh, pa?”

“Gak usah banyak tanya. Tidur!” Jimin menepuk pelan punggung Corbyn agar tidur dalam gendongannya.

Sementara ibu Park masih di dalam ruang periksa bersama Jungkook. “Nak Jungkook, maaf atas perilaku Jimin, ya?”

“Gak apa-apa tante. Tante gak perlu minta maaf. Jimin berhak bersikap seperti itu. Saya yang salah di sini.”

“Nak, jangan gitu. Semuanya sudah masa lalu. Sekarang kalian berdua sudah punya kehidupan masing-masing, jadi jangan merasa terbebani.”

“Emm, i-iya tante.”

“Oh iya tante. Saya kok tidak lihat mamanya Corbyn? Istrinya Jimin ke mana?”

“O-oh...i-itu...emm—”

“Ibu, dicari pak Jimin, ditunggu di apotek untuk menebus obat.”

Ibu Park merasa lega akan kehadiran pengasuh yang mengingatkannya untuk segera pergi. “Nak Jungkook, saya pamit pergi dulu ya. Makasih sudah periksa Corbyn.”

“Oh, iya tante. Sama-sama. Hati-hati.” Jungkook tersenyum melihat kepergian ibu Park. Di dalam pikiran pria Jeon itu ada beribu pertanyaan yang ingin ia tanyakan langsung pada Jimin. Namun juga ada rasa nyeri di ulu hatinya ketika mengetahui Jimin sudah memiliki seorang putra, itu artinya mantan kekasihnya itu telah menikah dan melupakannya, bukan?

To be continue...