HE’S YOURS
Bagian dari alternate universe Better Than Revenge
Jimin duduk di balkon kamar inap Corbyn, meskipun ini sudah dini hari, ia masih terjaga. Ada banyak hal yang belum mau istirahat dari pikiran pria tersebut. Rasa bersalah, sedih, marah, dan takut tengah menyelimuti diri pria bermarga Park itu. Pikiran Jimin benar-benar kalut setelah bertemu dan mengakui perbuatannya selama ini pada Jungkook.
“Ya Tuhan, Jimin. Kenapa jam segini kamu belum tidur?”
Jimin tak mau repot menoleh ke arah sumber suara yang merupakan ibunya, alih-alih tetap melihat gemerlap lampu dan langit gelap Seoul.
Ibu Park menghela nafas, ia berjalan mendekat ke arah Jimin, kemudian memberikan elusan menenangkan. “Kamu masih gak mau cerita ke mama tentang alasan kamu tadi nangis?” tanyanya dengan nada lembut.
Ibu Park mendesah pelan lantaran tak mendapatkan respon dari putranya. “Oke, gak apa-apa kalau gak mau cerita, asalkan jangan begadang. Gak baik untuk kesehatan kamu, nak.” Usai berkata demikian, ibu Park membalikkan tubuhnya untuk kembali ke dalam.
“Mama, apa aku belum bener-bener sembuh?” Pertanyaan itu berhasil menghentikan langkah kaki ibu Park, pun membuatnya membalikkan badan ke arah putranya.
“Maksud kamu?”
Jimin tersenyum getir, kemudian ia menceritakan mengenai pertemuannya dengan Jungkook beberapa jam lalu. Tentu saja ibu Park terkejut, namun ia buru-buru berlutut di hadapan Jimin, yang ternyata sudah mengeluarkan air mata.
“Ma...ma. Kayaknya aku masih sakit. A-aku belum sembuh. Itu s-sebabnya, mama masih... biarin Corbyn sama aku. Mama anggap Corbyn adalah obatku. Iya ’kan?” Jimin susah payah melontarkan kata-kata dari mulutnya lantaran ia menahan isakan kesedihannya.
Ibu Park menggelengkan kepala, “Enggak, nak. Kamu gak sakit—”
“Ma-mama, aku pasti menyedihkan banget di mata mama, papa, dan yang lainnya ’kan? Pasti aku aneh banget sampai harus menyandera anak itu, iya ’kan?”
“Enggak, nak. Enggak. Kenapa kamu berpikiran kayak gitu sih?” Ibu Park panik kala Jimin sudah terisak pilu. Wanita paruh baya itu menggenggam kedua tangan putranya agar tenang.
“Jimin, kamu gak sakit, kamu juga gak menyedihkan. Udah dong, jangan mikirin yang dulu-dulu. Fokus sama kehidupan kamu yang sekarang, ya?” Ibu Park mengelus pundak Jimin yang bergetar karena menangis.
“Ma-mama, aku takut hiks. Aku ngerasa jahat. Aku.... aku takut. Aku benci sama semua ini. Mama hiks aku harus gimana? Sakit banget, ma.” Jimin mulai memukuli dadanya sampai ibunya harus memeluknya agar ia berhenti menyakiti diri sendiri.
“Jimin, kamu gak jahat. Kamu gak jahat.” Ibu Park merapalkan kalimat itu berkali-kali. Ketika tangisan Jimin sedikit mereda, ibu Park melepaskan pelukannya.
“Dengerin mama. Kamu gak sakit, kamu gak jahat, kamu juga gak perlu merasa bersalah.”
“Sudah berkali-kali mama bilang ke kamu untuk anggap Corbyn sebagai anak yang kamu adopsi dari panti asuhan. Buang jauh-jauh tentang asal usul dia yang asli. Jadi berhenti ngerasa bersalah.”
“Park Jimin, Corbyn is your son. He’s yours. No one can take him away from you. Note this.”
Ibu Park berbicara panjang sembari menghapus buliran air mata yang membasahi wajah rupawan putranya.
“Ini yang bikin aku ngerasa pathetic, ma. Seakan-akan aku terobsesi maksa Corbyn di hidupku, aku—”
“Karena memang kamu butuh Corbyn dan kamu sangat sayang sama anak itu.” Ibu Park memotong perkataan Jimin.
“Malam itu, mama lihat pancaran putus asa dari dalam diri kamu. Mama gak mau kamu jadi pembunuh. Mama gak mau kamu ngebunuh anak yang gak berdosa itu. Dan juga mama tahu pasti...” Ibu Park menjeda sejenak ucapannya, kemudian menghela dan menghembuskan nafas. “Mama tahu kalau kamu masih butuh Jungkook, tapi gak mungkin dia akan balik ke kamu. Jadi mama pikir akan lebih baik buat kamu untuk asuh anaknya,” lanjutnya.
“Iya, memang awalnya mama anggap Corbyn adalah obat untuk kamu yang kamu anggap sebagai pengganti Jungkook, tapi lama kelamaan mama dan papa mulai terbiasa dengan keberadaan dia dan kami anggap dia jadi cucu di keluarga kita. Kami anggap dia benar-benar anak kamu.”
“Mama juga sangat paham tentang perasaan cinta dan benci kamu ke Corbyn. Meskipun kamu kelihatan kasar ke dia, tapi kamu sangat sayang dan peduli sama dia. Bahkan kamu kerja keras juga untuk dia.”
“Nak, semua orang punya dosa, but only God can judge us. Jangan pikirin dosa dan jahat. Kita boleh egois memikirkan kebahagiaan kita sendiri, kamu berhak bahagia. Jangan takut masalah dosa, jangan terbayang-bayang tentang rasa bersalah. Yang perlu kamu tanamkan dalam diri kamu adalah, yesterday, today, tomorrow ’till forever, Corbyn is your son and you are his papa.”
Jimin mendengarkan baik-baik setiap perkataan yang diucapkan ibunya. Kata-kata yang baru ia dengarkan itu membuatnya sedikit tenang. Namun ada satu dua yang masih mengganggu pikiran Jimin.
“Ma, tapi gimana kalau Jungkook nuntut aku dan ambil Corbyn? Gimana kalau suatu saat Corbyn tahu yang sebenarnya?”
“Papa pastiin Jungkook gak akan bisa berhasil nuntut kamu kalau dia benar-benar lakuin itu.”
Jimin dan ibunya menoleh ke arah sumber suara, mereka tak sadar jika ayah Park menguping sejak beberapa menit lalu.
Ayah Park terkekeh santai, ia berjalan mendekat untuk mengelus pucuk kepala putranya. “Sebenarnya papa gak mau terlalu optimis, tapi papa bisa jamin kalau suatu saat Corbyn tahu, dia pasti gak akan ninggalin kamu. Gimanapun juga, kamu papanya, dia anak kamu. Jimin, he’s yours.”
“Papa...”
“Memang papa suka marah kalau kamu gak urus dan gak ngasih afeksi buat anak kamu, tapi papa sadar kok kalau kamu sangat sayang sama dia. Jadi papa mohon, buang rasa takut kamu itu. Gak akan ada yang bisa ambil Corbyn dari kita. Sejak kamu milih buat asuh dia, saat itu juga dia udah jadi bagian keluarga Park.”
“Ini bukan berarti papa masih anggap kamu sakit. Tapi memang Corbyn sudah jadi bagian hidup kamu, papa, dan mama. Jadi papa gak akan biarin siapapun yang ngusik kalian bahkan nyoba buat misahin kalian. Oke?”
Jimin kembali menitikkan air mata, ia segera memeluk ayah Park sembari mengucapkan kata, “Terima kasih” berkali-kali.
“Ngomong-ngomong, apa papa dibalik hancurnya bisnis keluarga Jeon? Soalnya kemarin aku cari tahu—”
“Iya.” Ayah Park membenarkan pertanyaan putranya tanpa pikir panjang. “Papa gak perlu jelasin rinci tapi iya, papa yang lakuin itu semua.”
“P-papa...”
“Semuanya harus ada balasannya. Papa sakit hati lihat kamu sedih karena ditinggalin si Jeon itu. Jadi papa harus lakuin itu.” Ayah Park mulai menjelaskan mengenai kehancuran keluarga Jeon yang berurutan mulai dari kematian Jungmin; Minji depresi; perusahaan Jeon mengalami kebangkrutan; ayah Jeon meninggal karena shock perusahaannya bangkrut; tak lama kemudian ibu Jeon juga meninggal karena perusahaan bangkrut, cucunya meninggal, dan menantu kesayangannya masuk Rumah Sakit Jiwa.
Jimin dan ibu Park sangat terkejut usai mendengar pengakuan dari ayah Park. Mereka sama sekali tak menyangka bahwa ternyata diam-diam ayah Park juga ikut balas dendam.
“Jimin, jangan pernah merasa bersalah. Sekarang kita hanya perlu fokus sama keluarga kita. Ada papa, mama, kamu, dan Corbyn anak kamu.”
Jimin tersenyum tipis dan mengangguk. Berikutnya, ia dan keluarganya kembali masuk ke dalam kamar inap untuk beristirahat, mengingat sudah dini hari. Namun sebenarnya perasaan Jimin tak sepenuhnya tenang, ia masih menyimpan kekhawatiran dan rasa bersalah dalam dirinya.
“Corbyn, maafin papa. Kayaknya papa gak akan pernah bisa lepasin kamu. Papa udah sayang banget sama kamu bukan hanya karena kamu pengganti si Jeon itu, tapi papa udah anggap kamu sebagai anak kandung papa. Papa harap kalau kamu dewasa nanti, kamu gak benci papa dan kamu gak akan pergi ninggalin papa. Corbyn, cuma kamu alasan papa hidup sekarang. Papa akan kasih yang terbaik untuk Corbyn, papa janji. Asal Corbyn jangan pernah ninggalin papa.” Jimin membatin sembari mengecup wajah serta memeluk putranya yang terlelap.
To be continue...