LOST 1
Bagian dari alternate universe Please, Love Me
Trigger warning: Miscarriage
Jeongguk duduk tak tenang di kursi ruang tunggu depan Unit Perawatan Intensif. Satu jam berlalu, namun belum ada tanda-tanda dokter maupun perawat keluar dari ruangan tersebut. Jeongguk hanya bisa merapalkan doa di dalam hatinya agar Jimin dan janinnya baik-baik saja.
“Pak, anda harus makan dulu. Sejak siang anda belum makan sama sekali.” Salah satu pengawal mengingatkan Jeongguk untuk makan malam.
Tentu saja Jeongguk merespon dengan gelengan kepala. “Nanti saja. Saya harus mastiin keadaan Jimin dan adek,” ucapnya. Pengawal hanya bisa menghela nafas, tak bisa memaksa karena ia sendiri tahu jika ada di posisi Jeongguk, pasti tak akan bisa makan.
Jeongguk dibuat berdiri dari duduk ketika pintu ruang Unit Perawatan Intensif terbuka. Detak jantung pria Jeon itu tak karuan kala mendapati wajah Oliver yang lesu. “How?” tanyanya tak sabaran.
“Justin, I’m so sorry. We tried our best.”
Netra Jeongguk mengerjap, bibirnya bergetar. “W-what?”
“We lost him.”
“H-him? W-who?” Sial sekali, air mata Jeongguk segera meluncur tanpa permisi.
“Tekanan darah Christian sangat tinggi. Kram perutnya juga parah. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Christian dan janin di kandungannya, namun kami hanya bisa menyelamatkan Christian.”
Dunia Jeongguk terasa runtuh, tanpa bisa ditahan lagi, tubuh pria Jeon itu ambruk ke lantai. Ia terduduk lemah dan menangis, memikirkan janin tak berdosa yang baru berusia tiga belas minggu harus pergi.
“A-adek, sorry, daddy is so sorry. Sorry, sorry, sorry, adek.”
Sebenarnya Oliver hendak marah pada Jeongguk karena pria Jeon itu tak bisa menjaga Jimin dengan baik. Setelah ia sadar bahwa hubungan Jimin dan Jeongguk yang begitu rumit, pun si Jeon pasti terpukul, maka dirinya hanya bisa setengah berjongkok dan memberikan tepukan pelan pada lengan pria tersebut.
“I’m so sorry for your lost,” ucap Oliver. “Christian akan dipindahkan kembali ke ruang rawat. Dia masih gak sadar, mungkin besok pagi siuman,” imbuhnya.
“Dokter! Gimana keadaan Christian? Dia sama bayinya baik-baik aja, ‘kan?” Jade yang baru tiba segera memberikan rentetan pertanyaan pada Oliver. Jantung wanita Kim itu berdegup kencang saat melihat Jeongguk yang duduk lemah di lantai dan menangis, namun ia masih berusaha berpikiran positif.
Oliver berdiri untuk menghampiri Jade, yang bisa ia lakukan adalah menepuk lengan wanita Kim tersebut. “Sorry. We tried our best but unfortunately, we lost the baby,” ucapnya.
“Hah.” Jade memegangi kepalanya yang berdenyut pusing. Jade pasti terjatuh kalau saja Oliver tak memegangi lengannya. “T-terus Christian gimana? Christian gimana?” tanyanya lagi pada Oliver.
“Masih belum siuman, mungkin besok pagi baru bangun.”
“J-jadi Christian belum tahu kalau dia keguguran?”
Anggukan kepala Oliver menjadi jawaban.
Jade kembali mendesah kasar, pun air matanya bercucuran. “Gue harus gimana? Gue harus gimana jelasin ke dia kalo ntar bangun?” lirih Jade yang terdengar memilukan. Ia tak bisa membayangkan betapa terpukulnya sahabat sekaligus bosnya jika tahu bahwa janinnya gugur.
“Kasih pengertian pelan-pelan kalau kehamilan trimester pertama emang rawan keguguran. Kasih tahu juga kalau tekanan darah dia emang tinggi, belum lagi kram di perutnya udah parah.”
“ARGH!”
Atensi Jade dan Oliver beralih pada Jeongguk yang berteriak marah sembari meninju tembok.
“Justin!” Jade berlari dan menghentikan aksi Jeongguk. “Stop!” teriaknya yang untung saja berhasil menghentikan Jeongguk. Kemudian ia memeluk Jeongguk yang menangis pilu, tak lupa menepuk punggung pria Jeon tersebut setidaknya memberikan dukungan.
“It’s my fault. It’s my fault.” Jeongguk bergumam pedih. “If i don’t get out of control, if....” lirihnya pilu.
“Berhenti salahin diri lo. Ini bukan sepenuhnya salah lo. Emang takdir yang begini.” Jade memang terpukul mengetahui fakta bahwa Jimin keguguran, namun sudah seharusnya ia menenangkan Jeongguk yang pasti lebih terpuruk darinya. “I’m sorry for your lost,” ucapnya masih menepuk punggung Jeongguk yang terisak.
“Sorry di chat tadi gue kesannya mojokin lo. Gue cuma panik dan emosi sesaat, tapi lo gak salah. Jangan salahin diri lo. Baik Christian dan lo gak salah, Justin. Emang udah takdirnya begini. Sekarang lo harus kuat demi Christian dan Charlotte. Gue mohon, jangan tinggalin Christian. Dia sebenarnya butuh lo di hidupnya. Bantu dia lewatin ini semua, ya?”
“Tapi adek...adek. Dunia gue rasanya runtuh, Jade. Hiks.”
“Justin, adek udah di surga. Jangan khawatir lagi.”
Oliver serta beberapa orang di depan ruang Unit Perawatan Intensif hanya bisa menatap iba Jeongguk yang terisak pilu dan ditenangkan oleh Jade. Meskipun berpenampilan garang terlebih adalah seorang rapper, Jeongguk juga manusia biasa yang tentu bisa terpukul karena kehilangan. Orang tua mana yang tidak merasa dunianya runtuh ketika kehilangan darah daging sendiri?
Bersambung...