NEVER
Bagian dari Kookmin alternate universe Better Than Revenge
Jimin berganti pakaian untuk bersiap keluar rumah. Ia memakai celana panjang kain hitam, atasan Chanel Varsity Iconic Logo Pullover Sweater, dan Saint Laurent Andy Sneakers sebagai alas kakinya. Tanpa memerdulikan Corbyn yang masih terlelap, Jimin segera menggendong anaknya itu untuk keluar kamar.
“P-papa, kita mau ke mana? Ngantuk,” rengek Corbyn sembari mengucek kedua matanya, namun Jimin hanya tak acuh.
“Jimin.” Ibu Park memanggil anaknya yang terlihat baru turun dari lantai dua.
“Bukannya saya udah bilang agar kamu cepat keluar dari rumah ini? Apa kalimat saya masih kurang jelas?” Jimin berbicara sinis pada pengasuh Corbyn yang berdiri di samping ibu Park.
“Jimin, mama udah dengar semua cerita dari suster. Apa gak bisa kamu kasih kesempatan—”
“Gak, dia udah keterlaluan, ma.”
Ibu Park hanya bisa menghela nafasnya, tak bisa membantah keputusan putranya yang berubah menjadi berwatak keras.
“Pak Jimin, terima kasih untuk kebaikannya selama ini. Saya minta maaf karena melakukan kesalahan yang besar ini. Sekali lagi saya minta maaf sebesar-besarnya.” Pengasuh Corbyn berpamitan pada Jimin.
“Corbyn, sus pamit dulu ya. Corbyn baik-baik. Jangan nakal dan nurut selalu kata papa ya anak baik.” Giliran Corbyn yang dipamiti pengasuh.
“H-hung? Suster mau ke mana?” tanya Corbyn bingung.
“Jangan banyak basa-basi. Buruan pergi,” usir Jimin. Pengasuh pun segera ke keluar rumah keluarga tersebut setelah berpamitan pada ibu dan ayah Park.
“Suster mau ke mana? Susteerrrrr!” Corbyn berteriak dan hendak berlari, namun ia semakin digendong erat oleh Jimin.
“Besok aku cariin suster baru. Jangan teriak-teriak, berisik!”
“Papa jahat! Kenapa suster diusir hiks.”
“Jimin, bukannya suster udah jelasin kalau dia gak sengaja ketemu Jung—”
“Papa, suster memilih nurutin mau laki-laki itu buat stay sampe bawa Corbyn pulang petang!”
Baik ibu maupun ayah Park akhirnya hanya diam dan merasa prihatin melihat Corbyn yang menangis sesenggukan karena ditinggal pergi pengasuhnya.
“Nih, mama urus anak ini dulu. Aku mau pergi sebentar.” Jimin menyerahkan Corbyn untuk digendong ibu Park.
“Mau ke mana, nak?”
Bukannya menanggapi pertanyaan ibunya, Jimin justru berteriak, “Bibi Kim, buatin susu buat Corbyn!” Setelah itu ia bergegas ke luar dari rumah.
Jimin mengemudikan Bugatti Divo miliknya dengan laju yang cukup cepat. Sesampainya di tempat tujuan, ia segera keluar dari mobil dan menuju ke suatu ruangan tanpa mempertimbangkan ada atau tidaknya orang yang dicari.
“Selamat malam, pak. Ada yang bisa saya ban—Eh?” Seorang perawat terkejut ketika ada seseorang yang langsung membuka ruang praktik tanpa izin.
Ya, Jimin membuka pintu suatu ruangan, yang membuat satu orang di dalam ruang tersebut terkejut kala melihatnya.
“Jimin? Malem-malem ke sini ada apa? Anak kamu—”
PLAK
Perkataan Jungkook terhenti ketika satu tamparan keras melayang di pipi kirinya. Ya, orang yang ditemui Jimin adalah Jungkook.
“Jangan. Pernah. Temuin. Atau. Berhubungan. Dengan. Orang-orang. Terdekatku. Terutama. Keluargaku.” Jimin menekankan setiap kata yang terucap dari belah bibirnya.
“M-maksud kamu?”
“Di rumah sakit jiwa! Gak perlu aku jelasin lebih, kamu udah tahu maksudku ’kan?”
“Oh, itu. Maaf, kami gak sengaja ketemu—”
“Apapun alasannya, jangan lagi berhubungan sama orang-orang terdekatku terutama anakku. Camkan baik-baik.” Usai memberikan peringatan, Jimin segera membalikkan badan untuk pergi, namun perkataan dari Jungkook membuat pergerakannya terhenti.
“Jimin, aku pikir kita bisa jadi teman,” ucap Jungkook yang berhasil membuat langkah Jimin terhenti. “Aku pikir setelah kamu dan aku punya kehidupan masing-masing, kita bisa jadi teman baik,” lanjutnya.
“Aku gak paham, kenapa kita gak bisa jalin hubungan yang baik—”
PLAK
Lagi, Jimin melayangkan satu tamparan keras di pipi Jungkook, kali ini sebelah kanan. Sekuat apapun ia berusaha menahan air mata, nyatanya bola matanya sudah berkaca-kaca dan siap tumpah, pun nafasnya telah memburu.
“I will never forget the pain you inflicted on me.”
“NEVER!”
“Jimin, berkali-kali aku minta maaf—”
BRAK
Jimin keluar dari ruang praktik Jungkook dan menutup pintu ruangan tersebut dengan keras, tak memerdulikan beberapa pasang mata yang melihatnya dengan tatapan bingung. Jungkook pun ikut keluar untuk mengikuti Jimin yang berjalan pergi dengan langkah cepat.
“Jimin, Jimin!”
Jimin tetap tak acuh, ia segera masuk ke dalam mobilnya dan mengabaikan ketukan tangan Jungkook pada kaca jendela. Tak mau berlama-lama, Jimin segera melajukan mobilnya untuk pergi dari area rumah sakit tempat Jungkook bekerja.
Jungkook menendang udara dan mendengus frustasi. Pun, ia menjambak rambutnya sendiri karena memikirkan kisah percintaannya dengan Jimin yang berakhir seperti ini. “Maaf, Ji. Maaf aku udah ngasih luka yang bahkan sulit kamu lupain.”
“Jimin, tadi kamu dari mana sih, nak? Itu Corbyn nangis—” Ibu Park menghentikan perkataannya lantaran putra semata wayangnya mengabaikannya, alih-alih tetap melangkahkan kaki untuk naik ke lantai dua dengan ekspresi murka.
“Biarin. Anak itu lagi emosi, ma.” Ayah Park menenangkan istrinya. “Corbyn, jangan nangis mulu ya. Papa kamu lagi gak baik suasana hatinya,” ucap pria paruh baya itu pada cucunya yang masih menangis di pelukan ibu Park.
“T-tapi hiks suster, kenapa papa usir suster huwee...”
Ibu dan ayah Park hanya bisa mengelus kepala serta punggung Corbyn agar tenang. Tak lama kemudian, mereka bahkan para asisten rumah tangga terkejut ketika mendengar suara barang-barang yang dilempar dan pecah.
“P-papa, Jimin, pa!!” Ibu Park berteriak panik, meminta suaminya untuk pergi ke kamar Jimin.
“P-papa kenapa, nek?” gumam Corbyn yang bingung.
“Papanya Corbyn lagi ada masalah. Gak apa-apa, nanti juga baikan. Tapi Corbyn jangan nangis lagi ya.”
“I-iya nek.”
Ayah Park berlari ke atas, betapa terkejutnya ia saat masuk ke dalam kamar Jimin yang barang-barangnya sudah berserakan di lantai. “Jimin.” Ayah Park buru-buru memeluk putranya yang menangis histeris.
“P-papa, no one can take Corbyn away from me. NO ONE!”
“Papa i hate them. I hate them the most.”
Jimin menangis dalam pelukan ayahnya, nafasnya pun tak beraturan setelah ia meluapkan emosinya dengan membanting barang-barang di kamarnya. Ia masih tidak terima setelah mengetahui fakta bahwa Corbyn bertemu dengan Jungkook dan istrinya.
“Iya papa ngerti. Gak akan ada yang bisa ambil Corbyn dari kamu. Papa pastiin.” Ayah Park menenangkan Jimin. “Udah ya, tenang. Jangan khawatir. Papa akan pastiin kamu dan Corbyn gak diganggu Jungkook dan istrinya,” lanjutnya sembari mengelus punggung putra semata wayangnya yang bergetar karena masin menangis.
To be continue...