SWEET REUNION

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Corbyn menunggu papanya dengan sabar di tempat tunggu kedatangan penumpang pesawat. Mata anak itu berbinar ketika akhirnya melihat sosok yang dirindukannya. Ia berlari kecil menghampiri papanya, “papa!” pekiknya riang.

Jungkook dan pengasuh tersenyum melihat Corbyn yang berlari bahagia. Sayangnya Corbyn harus dibuat cemberut lantaran Jimin berlari menghindari pelukannya.

“Ih apa sih. Siapa sih ini mau peluk-peluk, ih.”

“Heengg papa.” Corbyn merengek, namun tetap berusaha memeluk paha papanya yang kembali menghindar.

“Pak Jimin, kok suka banget bikin anaknya nangis.” Pengasuh Corbyn bergumam pelan menegur bosnya yang masih enggan menerima sambutan putranya.

“Hiks papa!” Corbyn merengek, kedua tangannya terulur untuk meminta papanya agar mau menggendongnya.

“Ih apa sih.” Jimin melanjutkan langkah kakinya untuk berjalan, setelah ia memberikan satu kopernya agar dibawa pengasuh Corbyn.

“Jimin, itu Corbyn udah nangis. Dia kangen sama kamu loh.” Jungkook memberanikan diri untuk menegur, namun Jimin tetap berjalan tak acuh.

“Papa!!!” Corbyn tak putus asa, anak kecil itu tetap berlari mengikuti langkah kaki papanya.

“Apa sih teriak-teriak?”

“Aaaaa mau gendong. Papa nakal banget anaknya dicuekin!”

“Hah? Kamu emangnya siapa sih?”

“Anak papa!”

“Ah yang bener?”

“Iyaa huwe papa ish!” Corbyn menghentak-hentakkan kakinya karena kesal digoda papanya.

Sedari tadi Jimin memang memasang ekspresi datarnya seperti biasa, namun akhirnya ia tertawa saat melihat Corbyn yang menangis sesenggukan. Pria Park itu segera meraih tubuh mungil putranya untuk digendong.

“Oh ini Corbyn Matthew Park? Anakku?”

“Hiks iyaaaaa ish papaaa masa lupa sama anaknya!”

“Astaga jadi ini beneran Corbyn? Abisnya makin gendut.”

“Corbyn enggak gendut!”

“Hihi gendut gendut gendut kayak gajah.” Jimin tertawa, badan Corbyn ia guncang ke kanan-kiri, pun bibirnya segera menghujani wajah putranya dengan ciuman. “Muach muach heeemmzz papa kangen banget sama kamu, dasar gendut.” Ia menggigit pipi putranya yang menurutnya semakin tembam setelah tak bertemu seminggu.

“Aaaa papa sakitt jangan gigit gigit!”

“Haha pengen aku makan pipi gendut ini. Dasar gendut!”

Jungkook serta pengasuh Corbyn tersenyum lebar melihat interaksi Jimin dan putranya. Berikutnya mereka lanjut berjalan untuk menuju ke mobil.


Jungkook, Jimin, Corbyn, dan pengasuh sudah berada di dalam mobil. Mereka perjalanan pulang, dengan Jungkook yang mengemudikan mobil. Corbyn menekuk wajahnya karena papanya tidak mau memangkunya.

“Ngapain manyun gitu sih? Jelek. Senyum gak!” Jimin menoleh ke kursi penumpang bagian belakang, tempat Corbyn dan pengasuhnya duduk. Sementara ia duduk di kursi samping Jungkook yang mengemudi.

“Heengggg abisnya papa gak mau mangku Corbyn. Corbyn ‘kan kangen banget sama papa. Pengen peluk.”

“Gak boleh dipangku. Aturannya harus duduk sendiri-sendiri demi keselamatan. Biasanya juga gini, kenapa sekarang jadi rewel, hah?”

“Soalnya Corbyn kangen sama papa ish!” Corbyn memekik sebal, kedua tangannya melihat di depan dada.

“Lebay banget! Nanti sampe rumah juga bisa peluk. Nanti juga bobonya sama papa!”

“Heengg tapi pap—”

“Gak usah tapi-tapian. Jangan bikin aku marah bisa gak?” Jimin sedikit meninggikan suaranya.

“Huh.” Corbyn merengut kesal, ia membuang muka ke samping untuk melihat jalanan melalui kaca jendela mobil. Pengasuh menggelengkan kepala, cukup dibuat pusing oleh tingkah bos besar dan bos kecilnya.

“Corbyn, jangan nakal dong sayang. Nanti kalo sampe rumah juga digendong dan dipeluk sama papa. Sabar dulu. Ini ayah usaha nyetirnya agak ngebut biar sampe rumah deh.” Jungkook berusaha menenangkan putranya.

“Tuh! Dengerin kalo ayah ngomong!”

“Ish! Iya iya Corbyn ngerti. Huh.”

Kekehan pelan lepas dari belah bibir Jungkook. Ia tak bisa menahan gemasnya pada Jimin dan Corbyn yang selalu berdebat kecil jika bersama.


Ketika tiba di rumah, Jimin mengajak Jungkook untuk ikut masuk dan makan malam bersama keluarga Park. Setelah makan malam pun mereka mengobrol ringan dan menemani Corbyn bermain. Saat hari sudah semakin malam, pun Corbyn telah terlelap, Jungkook berpamitan untuk pulang.

Kali ini Jimin berjalan sampai teras rumahnya untuk mengantar Jungkook. “Setelah ini kerja kayak biasanya aja. Jangan ambil shift malam cuma karena pengen spending time sama Corbyn.” Ia membuka obrolan, “Kamu bebas mau ketemu dia kapan aja semau kamu, jadi gak perlu ngorbanin kerjaan,” lanjutnya.

Jungkook tersenyum canggung, sepertinya ibu Park memberi tahu kepada Jimin bahwa seminggu ini ia sengaja mengambil shift malam saja agar bisa bersama Corbyn. “Iya, aku emang rencana mau kerja normal setelah kamu pulang. Soalnya kasihan Corbyn kurang semangat selama kamu tinggal, jadi aku berusaha hibur dia.”

“Gak apa-apa, biarin aja. Dia harus terbiasa aku tinggal.”

“Huh? Terbiasa ditinggal? Maksud—”

“Makin lama kerjaanku makin banyak. Setelah ini aku juga akan bolak-balik ke Los Angeles karena kerjaanku di sana banyak. Gak mungkin kalo aku selalu bisa antar dan jemput dia sekolah, atau ngurus dia secara langsung.”

“O-oh, iya kamu benar juga.” Jungkook menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia lupa bahwa Jimin adalah businessman yang tentu akan jarang bisa mengurus anaknya sendiri. Pria itu menertawai dirinya sendiri karena sempat berpikiran negatif bahwa Jimin akan melepaskan Corbyn. “Kalo gitu aku pulang dulu. Good night, Ji.” Ia berpamitan.

“Good night.” Usai membalas ucapan Jungkook sebelumnya, Jimin segera membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu mantan kekasihnya untuk benar-benar pergi terlebih dahulu.

Bersambung...