TRUTH HURTS

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Sejak pulang dari rumah sakit jiwa tadi, Corbyn selalu melayangkan pertanyaan pada Jimin.

“Papa, kenapa sih Corbyn harus panggil tante cantik tadi dengan sebutan ibu?”

“Papa, kenapa Corbyn selalu dipanggil Jungmin sama tante cantik?”

“Papa, yang tante sebut ayah tadi emangnya siapa sih?”

Jimin hanya diam, ia belum berani menjawab pertanyaan-pertanyaan itu selama di perjalanan. Ketika sudah tiba di rumah, ia mengajak Corbyn ke kamar dan mulai berusaha memberi pengertian untuk putranya itu.

“Corbyn, dengar papa baik-baik.” Jimin mendudukkan Corbyn di pinggiran kasur, kemudian ia bersimpuh di depannya. Sesuai dengan perintah, Corbyn memasang ekspresi penasaran dan akan mendengarkan perkataan papanya.

“Tante tadi adalah ibunya Corbyn, dia yang dulu ngelahirin Corbyn.”

“Yang disebut ayah tadi adalah dokter ganteng Jeon. Dia ayahnya Corbyn. Ibu dan ayah itu orang tua kandungnya Corbyn. Dulu Corbyn namanya Jeon Jungmin.”

“Papa adalah papa angkatnya Corbyn.” Jimin menunjuk dirinya sendiri. Ia memberikan penjelasan dengan nada yang pelan dan jelas agar mudah dimengerti Corbyn.

“Hung?” Corbyn berkedip berkali-kali, bibirnya telah menekuk. “Papa kenapa sih selalu jahil ke Corbyn? Jangan bohong terus. Dosa tahu!”

Kali ini Jimin menangkup wajah mungil Corbyn. “Papa sangat sayang sama Corbyn, tapi papa juga harus jujur mengenai asal-usul Corbyn. Yang papa bilang tadi adalah fakta.”

“E-enggak, Corbyn anaknya papa!” Corbyn berteriak tak terima. Mata anak itu sudah berkaca-kaca, pun dada yang kempang-kempis. Ia siap untuk menangis.

“Iya, Corbyn emang anaknya papa. Papa juga sangat sayang ke Corbyn. But, your biological parents are ayah and ibu, not papa.”

“N-no, Corbyn Matthew Park is Papa Jimin’s son!”

“Corbyn—”

“Huwe nenek!” Corbyn turun dari kasur, ia berlari keluar dari kamar untuk mencari keberadaan neneknya.

Jimin mendesah kasar, ia sebenarnya tak ingin melakukan ini, namun dirinya harus mulai menjelaskan yang sebenarnya kepada Corbyn agar kelak putranya tidak kecewa besar padanya. Ia berjalan untuk keluar dari kamar, kemudian mengikuti langkah Corbyn. Ternyata anak itu menangis histeris dalam pelukan neneknya.

“Jimin, anakmu kamu apain sampe nangis kejer gini?” Ibu Park membentak putranya yang membuat cucunya menangis malam-malam begini.

“Hiks n-nenek, papa jahat! Papa jahat!”

“Jahat kenapa, hem? Bilang sama nenek. Nanti papa akan nenek marahi.”

“Hiks masa papa b-bilang kalau Corbyn bukan anaknya papa huwe s-sedih, Corbyn sedih. Papa jahat!”

“Jimin, kali ini kamu benar-benar keterlaluan sampai bikin anak kamu nangis kayak gini.” Ayah Park ikut membuka suara.

Jimin diam, tak membela dirinya sendiri seperti biasa ketika bertengkar dengan Corbyn. Bahkan air mata pria Park itu sudah menetes membasahi pipinya sendiri. Ayah dan ibu Park mulai menyadari ada sesuatu yang salah.

“P-papa, tolong kamu tanyain putra kamu itu. Pasti ada yang gak beres. Mama mau tenangin Corbyn dulu.” Ibu Park menggendong cucunya yang masih menangis histeris untuk dibawa ke kamarnya.

Sementara ayah Park mulai menginterogasi putranya. “Bilang sama papa, ini ada apa.”

“A-aku mulai kasih pengertian ke Corbyn kalau aku bukan orang tua kandungnya melainkan Jungkook dan istrinya.” Berikutnya Jimin memberi penjelasan ke ayah Park bahwa ia mulai berusaha untuk berdamai dengan masa lalu agar hidupnya tak dibayangi rasa bersalah dan penyesalan.

Amarah ayah Park mereda setelah ia mendengar penjelasan Jimin. Pria paruh baya itu menatap sendu putranya. Ia segera merengkuh tubuh putranya yang menangis pilu. “I’m so sorry for what happened to you, son. I’m so sorry, sorry for that. Sorry.”

Air mata Jimin semakin mengucur deras ketika ayah Park memeluknya dan berkali-kali mengatakan maaf. “P-papa, s-sakit banget. Apa aku bisa laluin ini semua? Ini terlalu berat, pa. S-sakit.”

Bersambung...