WITH AYAH

Bagian dari alternate universe Better Than Revenge

Jimin memilih pulang dari kantor lebih awal karena khawatir Corbyn rewel, mengingat kedua orang tuanya sedang tak ada di rumah. “Bocil mana, sus?” Ia bertanya pada pengasuh Corbyn ketika sudah berada di dalam rumah.

“Di playroom, pak. Itu sam—” Pengasuh Corbyn menghentikan ucapannya ketika mendapati Jimin yang berjalan antusias menuju ke ruang bermain anaknya.

“Bocil! Aku ’kan udah bilang tidur, bukan malah ber...” Jimin tak melanjutkan ucapannya kala kedua netranya mendapati Corbyn yang tengah asik bermain mobil mainan bersama Jungkook. Ia pikir mantan kekasihnya itu sudah pergi seusai mengantar Corbyn pulang, namun ternyata tidak.

“Papa pulaaang yeeeyyyyy!” Corbyn berlari senang dan segera memeluk paha kaki Jimin.

“Aku tadi bilang apa? Kalo pulang sekolah, tidur. Bukan main.” Jimin melanjutkan omelannya pada Corbyn, tanpa memerdulikan keberadaan Jungkook.

“Heengg Corbyn gak ngantuk, papa.”

“Tadi aku udah nyuruh dia tidur, tapi dia gak mau karena mau main di sini. Katanya bosen juga karena gak ada neneknya, terus dia minta ditemenin main, ya udah aku temenin.” Jungkook membela putranya.

Jimin kembali mengabaikan Jungkook, alih-alih meraih tubuh mungil Corbyn untuk digendong. “Ayo tidur.” Lalu tatapan Jimin beralih ke Jungkook, “Sekarang kamu bisa pulang. Tahu pintu keluarnya ’kan?”

“Hengg papaa!” Corbyn memberontak dalam gendongan papanya. Anak kecil itu memaksa tubuhnya untuk merosot dari gendongan Jimin, kemudian berlari memeluk paha kaki Jungkook.

“Corbyn masih kangen sama ayah. Mau bobo sore sama ayah aja ya? Please?” Anak itu meminta dengan tatapan memohon.

“Corbyn, besok aja kita main lagi. Besok ayah akan jemput Corbyn pulang sekolah lagi. Sekarang Corbyn bobo ya?”

“Corbyn pengen bobo sama ayah, gak boleh?” Bibir Corbyn cemberut, pun ekspresinya memelas.

“Terserah! Terserah! Terserah! Sana bobo sama ayahmu sana!” Jimin memekik kesal, kemudian berjalan keluar dari ruang bermain Corbyn.

Bukannya takut, Corbyn justru memekik girang karena paham bahwa papanya sedang marah biasa. Anak itu memang cukup bisa membedakan ekspresi serta intonasi bicara ketika papanya marah biasa dan marah sungguhan.

“Tuh papamu marah karena kamu gak nurut.”

“Gak apa-apa, ayah. Papa marahnya ringan hihi cuma ngomel aja abis gitu nanti balik biasa.”

Jungkook tertawa gemas, tangannya mengacak surai putranya. Berikutnya ia diajak menuju ke kamar putranya untuk tidur sore di sana. Pria Jeon itu tersenyum haru karena akhirnya untuk pertama kalinya bisa tidur sembari memeluk putra semata wayangnya.

Di sisi lain, Jimin yang baru mandi melangkahkan kaki untuk keluar kamar. Ia menuju ke ruang sebelah, tepatnya kamar putranya berada. Tangannya membuka pintu kamar putranya pelan-pelan dan hanya sedikit. Ia mengintip, ternyata Corbyn dan Jungkook tengah tertidur pulas dengan saling memeluk. Sudut bibir Jimin terangkat karena melihat pemandangan itu. Setelah sekian lama, akhirnya Corbyn terlelap dalam pelukan ayah biologisnya.

“Like father like son.” Jimin membatin, jemarinya segera menyeka buliran air mata yang jatuh membasahi wajahnya. Ia senang melihat Corbyn bahagia menghabiskan waktu bersama Jungkook, namun dadanya masih terasa nyeri. Jimin merasa saat-saat dicampakkan sangat sulit untuk hilang dari memorinya, sehingga rasanya masih menyakitkan ketika ia harus melihat Jungkook, pria yang pernah menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping.


Hari sudah malam, sehingga Jungkook berpamitan untuk pulang setelah setengah hari bermain dengan Corbyn, pun baru saja makan malam bersama.

“Bye bye, ayah.” Corbyn melambaikan tangannya, pun berucap dengan nada memelas karena ayahnya harus pulang. Anak itu berada di gendongan jimin, mereka berdiri di teras untuk mengantar Jungkook yang akan pergi. “Besok kalo ayah gak sibuk, ayah mau jemput Corbyn pulang sekolah ’kan?” Ia bertanya.

“Iya dong. Pokok kalo ayah gak sibuk, ayah akan main sama jagoan ayah.”

“Hehe yey. Ayah hati-hati pulangnya.”

Jungkook mengangguk dan tersenyum, tangannya melambai ke arah putranya. Pria Jeon itu berjalan untuk menuju ke garasi mobil.

“Oh iya papa. Tadi Corbyn dikasih tugas ngerangkai Hanok Miniature Diorama Wood Assembly Tile House Kit and Lawn Yard Decoration. Dikumpulin besok pagi.”

“APA?” Jimin berteriak terkejut. Bukan hanya dirinya sendiri yang terkejut, namun juga Corbyn bahkan Jungkook sampai membalikkan badannya ke arah teras.

“Tadi Corbyn dikasih tugas ngerangkai miniatur rumah, papa. Itu kotaknya Corbyn taroh di—”

“Corbyn Matthew Park!” Jimin berteriak kesal, ia mengguncang berkali-kali tubuh kecil Corbyn di gendongannya. “Ini udah jam berapa? Ya Tuhan, kenapa gak bilang dari tadi?” Pria itu berteriak frustasi.

“Ih papa, ya maaf dong. Corbyn baru inget.” Corbyn memasang ekspresi memelasnya sebagai andalan, kedua tangan kecilnya menangkup wajah papanya agar tak emosi.

“Sini biar aku aja yang ngerangkai. Aku usahain cepet, aku bisa kok.” Jungkook memilih menawarkan bantuan setelah mendengar keluhan Jimin.

“Ayah beneran mau bantu?” Corbyn bertanya, ekspresinya girang ketika mendapatkan anggukan dari Jungkook. “Ye ye ye ayah mau bantu!” Anak itu berteriak girang.

Jimin mendesah frustasi, ia kembali mengguncang berkali-kali tubuh kecil di gendongannya. “Dasar bocil ngeselin!”

“Papa juga ngeselin wle marah marah terus. Kayak ayah dong, sabar dan baik.”

Akhirnya Jimin terpaksa menerima tawaran bantuan Jungkook. Mereka kembali masuk ke dalam rumah dan bersama-sama merangkai miniatur rumah tradisional Korea yang harus dikumpulkan di sekolah besok.

Bersambung...