WORRY
Bagian dari alternate universe Please, Love Me
Jeongguk segera menghubungi Jade ketika menyadari ada sesuatu yang tak beres dari pesan perempuan tersebut. Keningnya mengernyit kala rungunya menangkap bunyi sirene begitu panggilannya diterima oleh Jade.
“Halo? Jade?” Jeongguk memanggil panik.
“Halo? Justin...”
“Justin—Awh sakit, Jade, sakit...”
“Iya, Christ. Ini gue telpon Justin. Sabar ya, tahan. Please, tahan.”
Jantung Jeongguk berdegup kencang saat mendengar suara Jimin yang lemas. “Jade, what happen?” tanyanya panik.
“Justin, Christian tiba-tiba ngerasa perutnya sakit banget. Ini perjalanan ke LAC!”
“Oke. Gue langsung ke sana!” Jeongguk segera mengakhiri panggilan telepon. Pria bermarga Jeon itu bergegas keluar dari studio dengan raut yang bingung dan panik.
“Oh shit!” Jeongguk mengumpat setelah menyadari bahwa Roseanne sudah pergi terlebih dahulu untuk menjemput Charlotte.
“Hey. What happen, bro?” Mike yang merupakan salah satu produser di studio menghampiri Jeongguk karena terlihat panik bukan main.
“Christian dilariin ke rumah sakit. Mana kunci mobil lo, gue—”
“Ayo gue anter. Lo lagi panik, gak mungkin bisa nyetir sendiri.”
Jeongguk mengangguk dengan wajah yang sudah basah air mata, ia segera berlari menuju ke parkiran dengan ditemani bodyguard dan Mike. Selama perjalanan, Jeongguk tak henti merapalkan doa agar Jimin dan bayi mereka baik-baik saja.
♡♡
Di dalam mobil ambulans, Jimin merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya sampai meremat tangan Jade. Tadi saat tidur untuk beristirahat, ia tiba-tiba saja terbangun karena perutnya terasa keram. Untung saja ada beberapa asisten yang dengan cepat mengetahui keadaan Jimin, sehingga ia bisa segera dilarikan ke rumah sakit.
“Jade, gue takut...ahh sakit banget, hiks.”
“Christian, hold on. Please, everything is gonna be okay. Hold on.” Jade selalu berusaha menenangkan Jimin meskipun sebenarnya ia juga sangat panik.
“Lo dan adek kuat, ok? Sabar, bentar lagi nyampek. Tahan ya.”
Untung saja jarak rumah Jimin dan rumah sakit tidak terlalu jauh, sehingga hanya dalam belasan menit, mobil ambulans tersebut sudah tiba di tempat tujuan.
Sesampainya di rumah sakit, Jimin segera dibaringkan di atas brankar, kemudian dibawa masuk ke Instalasi Gawat Darurat.
“Jimin!” Jeongguk yang tiba lebih dulu memanggil dan menghampiri Jimin. Ia semakin panik saat melihat raut kesakitan Jimin, pun dahi yang berkeringat.
“J-jeongguk...” Jimin berusaha meraih tangan Jeongguk, namun dokter rumah sakit menghalanginya.
“Mohon maaf, anda tidak bisa masuk. Silahkan tunggu di ruang tunggu,” ucap salah satu dokter rumah sakit pada Jeongguk.
“Please, save him and the baby. Please,” ucap Jeongguk memohon.
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin.” Dokter memberikan respon, kemudian menutup pintu Instalasi Gawat Darurat.
Tubuh Jeongguk merosot ke lantai, sangat lemas setelah melihat keadaan Jimin sebelum masuk ke IGD.
“Sabar, doain yang terbaik buat mereka.” Mike menepuk pundak si rapper untuk menenangkan.
“Sorry, Justin. Gue gak bisa jaga Christian dengan baik,” ucap Jade penuh sesal.
“It‘s not your fault.”
“Sebenarnya beberapa hari ini Christian emang udah sakit.” Jade memilih berkata jujur pada Justin karena bagaimanapun juga sebenarnya rapper Jeon tersebut berhak mengetahui keadaan Jimin dan bayinya.
“What?” tanya Jeongguk dengan nada yang meninggi.
“Dia demam, sebenernya ngeluh perutnya keram tapi dokter bilang kalo keadaannya baik-baik aja. Jadi dia dirawat di rumah aja. Dia juga gak mau lo dan Charlotte tahu, jadi gue bohong ke elo. Tapi tadi tiba-tiba aja dia ngeluh perutnya sakit banget waktu bangun tidur. Sorry.”
“Lo seharusnya gak bohong ke gue, Jade!”
“Justin, jangan teriak-teriak. Ini di IGD. Sabar.” Mike berusaha menenangkan Jeongguk.
“Sorry, gue—”
“Lo seharusnya jujur ke gue tanpa sepengetahuan Jimin. Gue juga berhak tahu keadaan mereka. Selama ini gue cuma bisa ngandelin elo, Jade.”
“Justin, stop. Jangan emosi dulu. Tenang dan doain Christian dan bayi kalian.” Mike kembali menengahi. “Lagian Jade gak jujur karena dia setia sama sahabatnya sendiri. Lo kalo ada di posisi dia pasti bakal milih bohong demi sahabat lo,” lanjutnya. “Inget, setiap orang punya prioritas masing-masing,” imbuhnya.
“Fuck.” Jeongguk menjambak rambutnya sendiri, keadaannya kacau karena dua nyawa kesayangannya dalam keadaan tidak baik-baik saja.
♡♡
Lebih dari setengah jam berlalu, akhirnya pintu ruang Instalasi Gawat Darurat terbuka. Jeongguk, Mike, dan Jade berdiri dari duduk kala mendapati brankar yang di atasnya ada Jimin mulai didorong keluar oleh perawat.
“Keadaannya udah aman. Christian akan dipindah ke kamar inap VVIP,” ucap Oliver—salah satu dokter—yang baru keluar dari IGD. Selaku dokter kandungan Jimin, sebelumnya Oliver memang sudah dihubungi Jade dan dengan sigap menunggu di dalam ruang IGD.
“Dia tidur karena pengaruh obat. Beberapa jam lagi mungkin bangun.” Oliver kembali memberikan penjelasan.
Jeongguk, Jade, dan Mike bernafas lega usai mendengar penjelasan dari dokter.
“Justin, lo ikut gue dulu. Gue harus ngasih tahu keadaan rinci tentang Christian.” Oliver meminta Jeongguk untuk mengikutinya. Justin pun segera berjalan mengikuti Oliver, sementara Jade dan Mike pergi ke kamar inap Jimin lebih dulu.
“Silahkan duduk.” Oliver mempersilahkan Jeongguk duduk di kursi ruang kerjanya.
“Kenapa? Gak ada yang parah ‘kan?” tanya Jeongguk tak sabaran.
Oliver menggelengkan kepala, “Gak ada. Cuman, tadi Christian pendarahan. Untung cepat dapat penanganan.”
Jeongguk mengangguk lega usai mendengar penjelasan dari dokter kandungan Jimin.
“Tapi, Justin. Christian gak boleh terus-terusan kayak gini. Kehamilan pada laki-laki lebih banyak risiko. Jadi sebisa mungkin lo jangan biarin dia stress.”
“Keram dan pendarahan yang dialami Christian karena dia terlalu stress. Bukannya gue ikut campur masalah kalian. Gue sendiri gak mau berpihak ke siapa-siapa biarpun Christian sahabat gue, tapi tolong turunin ego, selesaiin masalah. Jaga mood Christian, jangan sampe dia kebanyakan pikiran.”
“Lo inget dulu kalian hampir kehilangan Charlotte? Jangan sampe itu keulang. Apalagi usia kandungan Christian yang sekarang masih muda banget.”
Sedari tadi Jeongguk mendengar baik-baik semua penjelasan Oliver. Ia mengangguk paham untuk merespon penjelasan yang diucapkan dokter kandungan di depannya. “Iya, gue akan usaha jaga mood dia.”
“Yeah, as expected. Elo lebih gampang lunak dibanding Christian.”
Jeongguk terkekeh pelan, “Ini semua demi mereka. Gue sayang sama mereka.” Ia tidak munafik, meskipun masih marah dan kecewa pada Jimin, tetap saja jauh di lubuk hati, dirinya tak mau orang yang disayanginya dalam keadaan buruk.
“Hm, semoga ada titik temunya ya. Christian emang keras kepala tapi mungkin aja ada saatnya dia berubah demi keluarga kecil kalian.”
“Entah, gue sendiri udah di tahap menyerah, tapi tetep aja gue gak bisa lepasin Christian sama anak-anak. Terutama anak-anak sih, gue gak mau mereka gak bisa ngerasain keluarga yang harmonis.”
“Gue suka pola pikir lo. Anak yang utama. Kalo Christian keras kepala, seenggaknya lo masih bisa nurunin ego. Jadi gue percaya sama lo.”
“Hm, thanks, bro.”
Setelah dirasa cukup berbincang, Jeongguk segera pamit pada Oliver untuk pergi ke ruang inap Jimin. Saat tiba di tempat tujuan, Jeongguk duduk di samping ranjang Jimin, kemudian mengelus pelan kening pria yang tengah mengandung anak keduanya. “Jangan sakit. Aku gak mau kamu sama adek kenapa-napa,” batinnya.
Bersambung...