BE MY ESCAPE
± 850w
050. First encounter
Atof tidak akan menganggap bahwa ia orang yang beruntung karena ia tidak pernah jadi salah satunya. Sejak kecil ia perlu berusaha untuk mencapai seluruh keinginannya. Saat umurnya masih lima ia duduk di depan piano selama berhari-hari untuk memainkan lagu pertamanya dengan lancar. Ia juga perlu mematahkan puluhan stick drum saat memainkan La Villa Strangiato hingga kecepatan dan tingkat presisinya benar-benar akurat. Namun kali ini, anehnya, ia tak perlu usaha untuk menemukan orang yang ia cari.
Ia membulatkan mata, reflek memanggil, “Elzio!” saat mata mereka bersirobok. Langsung mengenalnya meskipun hanya pernah melihat dari objek dua dimensi.
(Atof bersumpah ia tidak akan pernah mengungkapkan bahwa hampir tiap hari ia menatap foto tersebut seolah terobsesi. Berengseknya lagi, objek itu hanya memuat sebagian wajah yang terlalu menawan meski dibidik secara candid.)
Orang yang dipanggil namanya ikut terkejut setelah mengetahui siapa oknum yang ditabrak olehnya di koridor kampus. Menyuarakan kata maaf dengan suara kecil karena bertubrukan di koridor, segera berlari mengabaikan seruan darinya.
Atof ikut berlari mengejarnya.
Fakultas teknik termasuk salah satu fakultas yang besar, maka dari itu Atof tidak pernah berekspektasi akan berjumpa dengan Zio, meskipun jurusan mereka sering kali bersinggungan dalam beberapa mata kuliah. Koridor lantai empat pun cukup panjang, ramai setelah jam makan siang karena hari ini masih pekan ujian akhir semester. Adegan kejar-mengejar mereka mau tak mau menarik atensi, membuat keduanya ditonton oleh banyak pasang mata. Sampai pada akhirnya, Atof mampu mencekal tangan Zio dengan napas terengah-engah karena terhitung jarang berolahraga. Pemuda itu berputar cepat, langsung mendorong kasar bahunya hingga punggungnya menyentak dinding.
Mata Elzio berkilat tajam, “Don't call me Elzio, I'm Jordan, I don't wanna join your band, end of discussion.“
Atof mencerna kalimatnya sepersekian detik lantas menaikkan satu alisnya. “Elzio,” panggilnya, meledek. Spontan mata Elzio membola, karena diliputi rasa kesal tanpa pikir dua kali Zio mencekal leher Atof.
“Gue ada ujian, don't fucking follow me to class.”
“You’re into choking, huh?” kata Atof mengabaikan ancaman Zio, semakin mendongak seolah minta untuk dicekam lebih jauh. Ujung bibirnya terangkat arogan, menyeringai. Zio semakin mencekik Atof karena pemuda itu justru menantangnya. Atof terbatuk namun menambahkan: “You hate attention but look around you,” senyum miringnya semakin mencemooh, membuat pupil Zio kian membesar sadar bahwa mereka sedang berada di koridor kelas. Sontak, ia menarik tangannya, menoleh ke samping kanan-kiri menyadari banyak pasang mata yang menonton penasaran.
Panik, Zio menarik kepala hoodie-nya hingga menutup wajah karena malu.
“I fucking hate you.”
“You are not the only one saying that,” balasnya mengelus lehernya sendiri.
Zio menghela napas gusar, memejamkan matanya seperti tengah meditasi. Ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya dengan gelisah, lantas matanya kembali pada Atof.
“Which part that you don’t understand from my text the other day?”
“It's a waste if you ignore your talent.”
“I've quitted playing guitar.“
“Elzio—”
“Jordan, I'm Jordan! Stop calling me by that name!” Zio mengurut pangkal hidungnya pening, merasa kesabarannya diuji dengan kehadiran Atof.
“Kita makan bareng dulu, deh.“
“Lo kayak pengaderan BEM, tau nggak?”
Tawa Atof mengudara karena Zio malah berkelakar kendati tengah sebal. Wajahnya begitu frustrasi, bahkan kakinya sempat menendang angin saking kesalnya.
“Gue traktir, ya? Ngobrol sebentar.“
“Anjinggg, stres banget gue dikejar-kejar kayak punya utang, terserah deh.“
“Gue tunggu sampai selesai ujian.“
“Bodo amatttt,” sergahnya lalu kembali berlari.
Atof menyengir, mengepalkan tangannya dan bergumam yeah! merasa menang.
Dua jam kemudian ponsel Atof bergetar karena pesan dari Zio.
don't wait for me, i'll still say no
Masalahnya, Atof orang yang punya determinasi kuat. He sets what he wants to achieve and pursues it until it happens. Ia pun sudah menunggu momen ini sejak lama, dirinya tidak akan mundur begitu saja hanya karena sebuah teks bark no bite dari Elzio.
Atof kembali membuka ruang obrolannya dengan Chai. Menatap foto Zio lekat-lekat seraya memikirkan sedikit perbedaan yang ia jumpai dari pemuda itu hari ini. Rambut Zio lebih tebal dan agak panjang, ada landang di bawah matanya yang tak tertangkap foto, dan bulu matanya lebih lentik, terlalu lentik untuk seorang pria, wajahnya pun sangat menawan untuk… untuk apa?
Ia agak terkesan sekaligus heran orang seperti Zio—yang wajahnya mampu muncul pada sampul majalah—memilih menutupi identitas, ketimbang mencari pengaruh darinya. Jika Atof jadi Zio mungkin ia akan mengumpulkan pundi-pundi uang menggunakan wajahnya untuk menipu banyak orang, ia selicik itu.
Ketika kelas Zio terbuka ia berdiri secara autopilot, menunggu mahasiswa silih berganti keluar dari pintu dan mencari wajah gitaris itu.
Akan tetapi justru Atof mematung ketika Zio muncul dari balik pintu, yang tengah merangkul temannya. Ada tawa lepas mengguar dari mulutnya saat tengah mengobrol seru. Satu temannya yang lain mulai melompat dari belakang ikut merangkul Zio. Kepala temannya dipiting oleh teman lainnya di bawah lengan, Zio semakin tertawa saat temannya mengaduh dan memukul minta dilepaskan. Atof terhenyak, baru menyadari jika dibalik sosok Andromeda yang sulit ia jangkau, pemuda itu hanya mahasiswa biasa penuh canda dan tawa. Sungguhan ramah, seperti personanya di jejaring sosial.
Ia membiarkan pemuda itu lewat tanpa menyadari eksistensinya. Atof menunduk, memperhatikan ujung sepatunya yang tampak bersih tanpa noda, terkekeh kosong, ia benci mulai merasa seperti ini.
Dirinya tidak pernah tertawa selepas itu.
© litamateur #BME