BE MY ESCAPE
details: ±1600, mature, kissing, sex talking
409. Lover
Battlestar Galactica sungguhan membuat kepala Atof berputar.
Egonya tersentil sedikit ketika digoda Zio. Fuck ego, ternyata memang ia tidak berbakat naik wahana ekstrem. Selain pening, perutnya juga terasa dikocok, dan ingin muntah. Wahana Halilintar di Dufan masih mampu Atof toleransi, namun yang satu ini ia kapok. Kapok sungguhan.
Setelah ini, tidak ada lagi pergi ke recreational park karena Zio akan menggodanya kalau tak ikut ke wahana ekstrem. Kemudian ego Atof akan tersentil, kemudian ia akan berakhir naik dan terkapar dengan kepala pusing. Sebenarnya salah Atof juga sok keren, tapi Zio hobi membuatnya dongkol.
“Maaf,” Zio menyerahkan botol minum yang masih penuh karena diisi ulang. Mereka duduk di salah satu spot kosong di tengah padatnya manusia yang berlalu lalang. Wajah Zio yang merasa bersalah tampak lucu, mungkin Atof akan pura-pura sakit agar Zio makin lucu. “Kak Atof maafin aku nggak?”
Atof menahan diri sekuat tenaga untuk tak langsung mengangguk, dan memeluk kekasihnya. Berusaha tak tertawa melihat wajah Zio yang kian tertekuk.
Kekasihnya lebih banyak diam usai itu karena merasa bersalah, apalagi wajah Atof begitu pucat. Ia mengeratkan tangannya yang melingkar di lengan Atof saat mereka kembali berkeliling. Mereka membeli souvenir, dan figurin Transformers.
“Doll,” panggilnya karena sejak tadi kekasihnya justru tak angkat suara. Ia menoleh ketika hanya dijawab sebuah gumam. “Kamu beneran merasa bersalah? Aku nggak apa-apa.”
Zio mencebik, “Lagian kamu maksain, padahal kalau nggak naik juga nggak apa-apa—ya aku ledek lagi dikit—TAPI jadi sedih lihat kamu pucet gini.”
“Aku naik selain karena diledek kamu, ya karena mau nemenin kamu, masa pacarku sendirian.”
“Hiiih, ngapa jadi flirting sih lu?” keluhnya, melepaskan lengan Atof karena salah tingkah. Zio mulai berjalan mendahuluinya, meninggalkan Atof yang tertawa.
Atof tidak khawatir ketinggalan jejak, karena mereka sama-sama punya peta digital di ponsel. Sudah merencanakan mau datang ke mana saja sebab tak semua tempat mampu mereka sambangi.
Sebenarnya adalah pilihan yang salah pergi ke Universal Studio saat akhir tahun. Meskipun mereka menggunakan Express Pass, namun tetap ada antrian yang mengular. Sangat tidak worth it. Akan tetapi tujuan awal Atof memang hanya bertemu Althaf, jadi ia tak memikirkan hal lain. Itinerary yang ia buat pun terbilang seadanya. Atof hanya ingin menghabiskan tahun, dan memulai tahun baru bersama Zio. Hanya tidur di kasur seharian, kemudian melihat kembang api bersama saat pergantian tahun pun tidak masalah.
Ia menemukan Zio sedang berswafoto bersama dinosaurus di bagian The Lost World. Tersenyum lebar meski hanya sendirian.
Atof menyadari hal baru mengenai kekasihnya semenjak mereka bersama. Sesungguhnya Zio hobi berfoto. Hanya saja ia lebih gemar mengunggah foto suasana ketimbang wajahnya. Daripada foto Zio sendiri, lebih banyak foto Atof di sosial medianya. Atof tanpa sadar sedikit memiringkan kepala melihat kekasihnya. Pemandangan itu terlalu endearing.
Kemudian, ia merogoh ponsel di saku Jeans, mengabadikan Zio yang sedang berfoto.
“God, I'm so tired.”
Atof membanting dirinya ke kasur setelah mereka berhasil check-in ke salah satu hotel yang mereka booking di Pulau Sentosa.
Adalah pilihan yang salah lagi sepertinya untuk booking kamar dengan pemandangan Marina secara dekat. Sejujurnya Atof hanya berpikir sepertinya menyenangkan jika membuka tirai disuguhkan pemandangan pelabuhan, dan yacht yang terparkir di sana. Namun ia lupa di sana begitu berisik, beberapa yacht yang sedang berlayar pun seperti tengah mengadakan pesta akhir tahun. Menyalakan speaker dengan volume paling tinggi hingga polusi suara. Mungkin Atof dan Zio tidak akan bisa tidur malam ini karena kamar di sana tidak soundproof— namun sepertinya mereka memang tidak akan tidur?
Well.
Akan tetapi mata Atof terpejam, tubuhnya kelelahan diajak bermain, ia pun menguap lebar meski kini baru masuk waktu makan malam. Zio ikut membanting dirinya ke kasur setelah melihat qr code yang disediakan hotel—ia menggunakan itu untuk memesan makan malam yang akan dibawakan ke kamar.
“Masa tahun baru sama aku tidur,” rajuk Zio, kemudian mendekatkan tubuhnya pada Atof yang terlentang. “You promise sex for a good boy,” bisiknya langsung di telinga, lalu meniupkan udara hangat.
Atof terkekeh kegelian, “You’re so eager for me.”
“Karena kamu bilang, kalau nggak bilang nggak akan aku ungkit,” balasnya. Zio mengubah posisi, kepalanya menjadikan perut Atof sebagai bantalan. Pendingin ruangan belum mampu menghentikan keringat yang mengucur di dalam kaos mereka. Mereka menunggu hingga peluh tak turun lagi baru akan mandi. “Aku malah nggak kepikiran kamu ngajak aku ke sini buat unboxing.”
Spontan Atof menjentik pelan dahi Zio yang ditutupi rambut agak lepek sebab keringat, “Kamu bahasanya selalu aneh-aneh.”
Zio tergelak, berguling agar telungkup. Kini dagunya yang bersandar di perut Atof. “Kamu 'kan banyak seks dulu, ada yang paling memorable nggak?”
“Hmmmm, nggak ada kayaknya, nggak ingat apa pun,” jawab Atof sekenanya, karena ia memang tak ingin mengingat apa pun mengenai hal tersebut. Seks baginya waktu itu hanya sebuah pelarian yang menghasilkan kehampaan. Tak ada yang berarti.
Zio mendesah kecewa, “Masa sih? Dari sebanyak itu?” tanyanya lagi tak percaya.
“Serius, aku nggak ingat sama sekali. It's just ... sex? Jadi nggak ada yang mau ku ingat. And most of the time I didn't see their face– I didn't wanna see their face.”
“Kenapa nggak mau lihat muka mereka?”
“I didn't like how their eyes oozed feeling like they wanted me? Because they didn't actually want me, they wanted my dick, not my five-year-old self who was abandoned by his parents.”
Kekasihnya tak menjawab lagi setelah itu, mulai mampu menarik konklusi dari apa yang ia ceritakan secara sepotong-sepotong. Atof tak suka memberitahu orang lain karena eksplorasi di masa lalu itu tak membuatnya bangga sama sekali. Namun dari sana Atof jadi tahu bahwa ia tak bisa merasakan sesuatu saat seks dengan orang yang tak memiliki ikatan emosional dengannya. Ia masih mempunyai reaksi biologis, namun tidak ada perasaan bergelora seperti apa kata orang. It was hollow and tiring most of the time.
Maka dari itu, ketika Zio menyerahkan diri. Menyuruhnya menggunakan Zio pertama kali, Atof kelimpungan. Ia menyadari bahwa dirinya mulai memiliki ikatan emosional dengan Zio. Ia tak bisa menganggap apa yang dirinya dan Zio lakukan hanya seks; seperti yang sudah-sudah.
Nyatanya, Atof berkeinginan mencium Zio yang masih bandmate-nya waktu itu. Padahal ia jarang mencium partner seksnya—bahkan melihat wajahnya saja sungkan.
“That's how your blindfold kink built,” akhirnya Zio menyuarakan pikirannya.
“Yeah,” Atof sedikit mengangkat kepalanya dari ranjang dan langsung menemukan Zio yang tengah menatapnya—mata mereka bersirobok. Tangannya berusaha meraih puncak kepala Zio, mengelus rambutnya. Kekasihnya langsung memejamkan mata, mencondongkan diri pada tangannya.
Zio selalu membuat Atof merasa ia adalah penting, meski hal sederhana. Menginginkannya secara menyeluruh, bahkan sekadar elusan samar, ia akan mengejarnya. Hal itu menjadikannya ingin memberi lebih. Mungkin karena Zio pun tak segan hatinya dicabik asal bersamanya. “I don't want you to feel like you are one of them when it comes to sex. You're not a one night stand partner, or my fuck buddy, Doll.”
“I know I'm more than that,” Zio membuka kelopak matanya dan tersenyum, akhirnya mengerti alasan Atof mengulur-ulur seks mereka. “You're so thoughtful, thank you.”
Ini masih jam tujuh malam, namun suara ledak kembang api sudah terdengar. Warna-warni di langit malam dapat mereka saksikan karena tirai kamar dibuka. Pelabuhan ramai dengan orang yang merayakan pergantian tahun.
Kekasih Atof mencondongkan diri untuk menanamkan kecupan di seluruh wajah. Atof terkekeh kegelian, mengelus sisi pinggang Zio. Jemarinya menelusuk ke kaos yang lembab, mereka sangat perlu mandi sekarang. Segalanya lengket, namun mereka belum selesai, ia membawa Zio untuk duduk, berusaha bersandar di kepala ranjang. Bibir mereka mulai saling memagut.
Zio mendesah saat Atof turun untuk mengulum ceruk lehernya. Menarik rambutnya yang juga memicu erangan darinya. Ia menggigit kulit di bawah telinganya, dan menciptakan elektrik yang membuat punggung Zio melengkung.
“I wanna go straight to the fucking, but this is our first time, let's take things slow, Zi? We need to take a shower first,” bisiknya, memicu suara rengekan yang tertelan di belakang kerongkongan Zio.
“Please, call my name again,” embusan napas Zio yang terengah-engah berpendar tepat di atas bibirnya.
“Zio, Jordan, or Odaaaan?” Atof memekik untuk panggilan yang terakhir, memicu gelak tawa kekasihnya.
It's cute, really. Atof tak pernah menganggap dirinya lucu, namun Zio selalu tertawa karenanya. It somehow makes him want to joke like a stupid himbo. Atof has never wanted to please anyone, but for Zio, maybe he will.
“You ruin the mood,” Zio pura-pura cemberut, memukul bahunya.
“ROOM SERVICE!” ada ketukan di pintu kamar mereka. Makan malam mereka yang Zio pesan datang. Kekasihnya memutar bola mata karena diganggu, merasa mereka datang di saat yang tidak tepat.
“You shouldn't have ordered food,” ledek Atof memperhatikan ekspresinya.
“And leave us hungry?”
“I can eat your love.”
“Dork,” Zio berusaha bangkit dari pangkuannya, akan tetapi ia berhenti, “One last kiss before we eat,” pintanya
Lagi-lagi ada ketukan di pintu kamar mereka. Zio berdecak mulai jengkel, Atof segera merengkuh pipi kekasihnya yang sudah berekspresi masam untuk mengecup bibirnya. “Go, take our food.”
Bocah itu langsung tersenyum hanya karena dicium. Dasar.
Mereka makan. Lebih ke Atof makan dan Zio membuka mulut dan menunggu Atof menyuapinya, mengunyah dengan semangat seperti anak kecil kelaparan. Setelah itu, mereka menggunakan batu-gunting-kertas untuk menentukan siapa yang mandi duluan—karena mereka malas beranjak dari ranjang, dan juga kompetitif. Zio kalah setelah mereka serentak mengeluarkan batu berkali-kali.
“Ah, ini kalah secara psikologis!” serunya tak terima setelah mengeluarkan gunting.
Atof tertawa tak keruan, mendorong sang kekasih ke kamar mandi, meletakkan bathrobe untuknya di sisi wastafel. Sejurus kemudian, ia mencoba ke balkon untuk melihat betapa meriahnya perayaan pergantian tahun di sana seraya meminum teh herbal. Tak ada alkohol malam ini, karena Atof tak ingin ia bercinta dengan Zio di bawah pengaruh alkohol.