BE MY ESCAPE

±700w

listen to these songs to enhance your reading experience!

1. eyes of ian

2. diary


021. track 01: eyes of zio

Atof tidak asing dengan konser, Atof asing menjadi penonton di konser.

Bukan ia bersikap arogan, namun ia terbiasa menjadi seseorang yang berada di bawah lampu sorot, atau setidaknya memperhatikan dari back stage, atau memiliki kartu lewat sebagai penonton kelas VIP. Akan tetapi kali ini ia hanya tamu biasa dalam sebuah gigs sederhana. Mungkin beberapa pasang mata yang mengenalnya terbelalak saat ia lewat dan ikut menonton di tengah kerumunan, namun sisanya tidak peduli. Atof hanya segelintir orang yang menikmati acara itu, yang mana mungkin hanya berisi para pemula.

Yunita sudah menghabiskan bergelas-gelas soda isi ulang yang rasanya—surprisingly—enak. Konser kecil itu mungkin sengaja dibuat untuk menarik pengunjung di kafe, karena bahkan, sudah ada reservasi sebelumnya, dan menakjubkannya tempat itu benar-benar ramai saat ini; untuk masuk harus membayar.

Penampilan demi penampilan Atof tonton setengah hati, karena kebanyakan dari mereka hanya membawakan cover tanpa usaha yang lebih memanjakan telinga. Ia bosan, mungkin bisa tertidur di sana, hanya bunyi dentum stereo dan celoteh teman-temannya yang masih mampu membuatnya terjaga.

“Aaaa, Atof lo harus makan yang banyak,” ujar Yunita, menyorongkan sebuah short cake yang tampak begitu manis ke depan mulutnya, “Aaaaa, ini enak banget, serius.”

Mau tidak mau Atof membuka mulut hingga kue empuk dengan rasa stroberi itu mendarat, melebur di dalam mulutnya; enak namun terlalu manis. Wajahnya mengerut saat menelannya. “Lan, gue ke depan ya? Lo sini aja temenin Yuyu, bocahnya udah nggak waras liat makanan manis,” katanya untuk menghindari disuapi lagi.

Dylan mengangkat jempol, menjadi korban yang disorongkan makanan oleh Yunita.

Saat ia berusaha maju ke depan, seseorang dengan penampilan tidak wajar naik ke atas panggung. Atof memicing—lupa mengenakan kacamata atau lensanya—melihat pemuda yang hampir seluruh wajahnya ditutupi masker itu. Hoodie hitam, masker hitam, jeans biru yang sudah pudar, sepatu converse-nya warna biru seperti yang ia kenakan hari ini.

“Hai, ada yang kangen Andromeda?” katanya menjadi pembuka, yang segera disambut oleh teriakan ramai membuat tubuh Atof sedikit menjengit. Tidak berekspektasi orang yang terlihat anti sosial itu mendapatkan respons luar biasa.

Performance ini sebenarnya didedikasikan buat Enricho yang lagi ngegebet cewek, temen gue yang unofficially being my manager. Ini bakal jadi penampilan terakhir gue karena gue udah nggak gabut lagi—biasa mahasiswa pura-pura sibuk,” ada tawa kecil nan rendah yang mengisi dari orang misterius tersebut, dan sorak yah sedih secara serempak dari penonton. “Langsung aja, Andromeda, Untitled track number three.”

Telinga Atof langsung dimanjakan dengan alunan gitar listrik tak biasa dan belum pernah ia dengar sama sekali. Atof segera mengingat kalimat dari kakaknya, Althaf. You can find a gem, you can find a gem. Lagu yang dibawakan sangat enticing, hanya instrumental gitar dan sesekali pukulan drum untuk menjaga temponya. Ia bergumam: “Finally,” dengan seringai tipis menghiasi wajah.

“Andromeda itu terkenal ya?” sahut Atof ke penonton asing di sebelahnya.

Yang ditanya menjengit kaget, “I-iya, Bang,” menjawab dengan tergagap, “Dia bisa dihitung regular, udah terkenal di sekitar sini, CD yang dia jual juga cepet sold out.”

Kepalanya mengangguk dua kali, Atof kembali menyorot sang gitaris yang mengganti gitar lain untuk berpindah ke lagu kedua. Sedikit menaikkan alis karena penasaran apa yang akan ia bawa dengan gitar akustik. Ia pun kian memicing, meniliknya dengan teliti kalau-kalau ia pernah tak sengaja bertemu di salah satu event. Namun kepalanya tidak menghasilkan memori apapun, hanya ada cap berlabel “orang asing” yang muncul di benaknya.

Judul lagu yang Andromeda bawakan masih Untitled namun track nomor lima, entah karena tidak ingin pusing cari judul atau memang punya filosofi tersendiri. Lagi-lagi telinga Atof dimanjakan oleh sesuatu yang baru dan menyentil hatinya. Lagu kali ini sangat berbanding terbalik dengan lagu sebelumnya. Suara petikan gitarnya begitu sendu seolah menyerap semua harapan orang lain sehingga atmosfer di sana berubah menjadi turun. Ikut sedih, ikut berkabung atas hilangnya salah satu orang bertalenta yang pergi ke peperangan selain di bidang musik.

Andromeda mengetuk kepala pelantang suara saat selesai membawakan lagu. “By the way, gue tau soda gembira di sini sangat ramah kantong mahasiswa, tapi itu minuman paling enak. Sincerely, dari orang yang sering dapat minuman gratis. Thank you, hope you enjoy the rest of the performances.

Tawa hadir karena kelakar dari Andromeda.

Saat pemuda itu turun dari panggung, tungkai Atof bergerak autopilot mengejar orang dengan masker dan hoodie hitam itu ke backstage. Namun terlalu banyak orang yang berpakaian senada sehingga ia tidak mampu mendeteksi ke mana arah gitaris yang menghilang di kerumunan itu.

Kakinya menendang udara, Atof menggeram kesal karena gagal menemukan orang yang berpotensi jadi anggota bandnya.

© litamateur #BME