Changmin segera berdiri dari tempat duduknya setelah menerima pesan singkat dari Chanhee. Walaupun mereka sedang dalam fase “perang dingin”, tetap saja Changmin tidak bisa mengabaikan permintaan kekasihnya itu.
Terlebih lagi ketika Changmin mengetahui fakta bahwa kekasihnya mudah untuk ketakutan.
Beruntung bagi Changmin, karena hanya terdapat satu ruang ganti pria di lantai tempat mereka berada sekarang sehingga Changmin tidak perlu susah-susah mencari ruang ganti yang dimaksud Chanhee. Dapat Changmin lihat bahwa ruang ganti yang berada di depannya itu memang tertutup pintunya.
Tanpa banyak basa-basi, Changmin mendobrak pintu itu menggunakan bahunya. Berhasil, pintu terbuka dengan mudahnya dan kegelapan adalah hal pertama yang menyambut Changmin.
Baru satu langkah Changmin jejakkan ke dalam ruangan tersebut, pintu di belakangnya kembali menutup secara tiba-tiba. Cukup untuk membuat Changmin memekik ketakutan. Sepersekian detik berikutnya, sebuah telapak tangan dapat Changmin rasakan di atas mulutnya. Meredam pekikan yang keluar dari belah bibir Changmin.
Cahaya terang yang berasal dari lampu di atasnya membuat Changmin mengernyitkan matanya untuk beberapa saat. Nafasnya tercekat ketika netranya bertabrakan dengan netra berair milik Chanhee.
Chanhee-nya.. menangis?
“Hee.. Kenapa?”
Lawan bicaranya masih membisu, gelengan dan pelukan erat adalah jawaban yang Changmin dapatkan.
Changmin membalas pelukan Chanhee dengan ragu-ragu, sebelah tangannya terangkat untuk mengelus surai biru Chanhee perlahan. Entah sudah berapa lama waktu berlalu, tetapi Chanhee masih betah terisak dalam pelukannya.
Dengan hati-hati, Changmin melepaskan pelukannya. Kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup wajah Chanhee yang basah oleh air mata. Perih, Changmin tak suka melihat wajah cantik itu ditimpa kesedihan. Kedua ibu jarinya ia gunakan untuk menghapus jejak air mata dari wajah Chanhee.
Ajaib, satu sentuhan dari Changmin berhasil memberhentikan tangisan Chanhee. Chanhee mengangkat wajahnya perlahan, menatap sendu ke dalam manik hitam milik Changmin.
“Min..” panggil Chanhee dengan lirih.
“Mhm, kenapa Hee?”
Chanhee menghela nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Aku mau minta maaf soal yang kemarin. Soal aku yang enggak mikirin perasaan kamu, aku yang terlalu cemburuan sama kamu, dan juga tentang aku yang enggak bisa mikir jernih karena kemakan api cemburu. Maafin aku, Min.”
Changmin terdiam untuk beberapa detik sebelum tangan kanannya terangkat untuk mengelus pipi Chanhee.
“Maafin aku juga ya, Hee. Aku sadar aku juga terlalu cepet ambil kesimpulan. Padahal harusnya aku mikir kalau aku juga ngelakuin kesalahan, tapi aku malah nyalahin semuanya sama kamu. Maafin aku ya, cantik?”
Cantik.
Salah satu panggilan dari Changmin yang paling Chanhee sukai.
“Aku.. kangen kamu.”
Sebelah bibir Changmin terangkat, membentuk senyuman tipis.
“Aku juga. Aku juga kangen sama kamu.”
Sebuah senyuman kembali terukir, kali ini di bibir Chanhee.
“Baikan, ya?” tanya Chanhee sambil mengangkat jari kelingkingnya.
“Mhm, baikan.” balas Changmin sembari menautkan jari kelingkingnya dengan Chanhee.
Setelahnya, Changmin terhuyung lagi ke belakang karena pelukan dari Chanhee.
Betul kata Kevin, rasa sayang Changmin hanyalah untuk Chanhee seorang.
Betul kata Juyeon, berbaikan secepatnya adalah pilihan yang harus diambil.
Tak penting siapa saja yang menaruh hati pada mereka berdua. Karena, baik Chanhee maupun Changmin tahu bahwa hati mereka telah terikat dengan kuat dan tak satupun dari mereka yang mengizinkan kedatangan pihak baru.
Chanhee dan Changmin akhirnya sadar, bahwa komunikasi adalah jalan keluar dari permasalahan mereka.
Saling mendiamkan tanpa alasan, malah hanya mendatangkan rasa sakit berkepanjangan.
“Changmin punyaku. Punyaku dari dulu, sekarang, dan seterusnya!” seru Chanhee sembari menggesekkan ujung hidungnya di ceruk leher Changmin.
Kekehan meluncur keluar dari mulut yang lebih muda, gemas dengan kelakuan yang lebih tua.
Belum puas Chanhee menghirup aroma tubuh sang kekasih, sepasang tangan sudah kembali menempel pada wajahnya. Membawa kepalanya mendekat pada sosok di depannya, menghapus jarak yang ada di antara mereka.
Changmin menyapukan bibirnya perlahan pada bibir Chanhee, membuat Chanhee refleks menutup kedua matanya. Memiringkan kepalanya ke arah berlawanan lalu membiarkan Changmin mendominasi tautan mereka.
“Kalau kata gue sih ya, gak banget berbuat mesum di ruang ganti.”
Changmin dan Chanhee sontak mendorong tubuh satu sama lain menjauh, terkejut dengan sosok yang tiba-tiba menyembulkan kepalanya di belakang pintu ruang ganti.
“K- Kak Hyunjae? Dari kapan ada disitu..?”
“Dari tadi, Hee. Nih, yang lain juga ada disini semua.” jawab Hyunjae sambil mendorong pintu agar terbuka dengan lebar, menampilkan delapan kepala yang saling berhimpitan di belakang Hyunjae.
Bak diberi aba-aba, delapan kepala tadi memasang cengiran tak berdosa terbaiknya.
“Lanjutin dong kak, masa cuman sebentar nempel-nempelnya?”
Delapan kepala, kali ini termasuk Hyunjae, segera mendelik ke arah Eric.
Total sepuluh jitakan, melayang dengan cepat ke kepala Eric.
Jeritan mohon ampun terus-menerus Eric keluarkan sembari berusaha untuk meloloskan diri.
Para penonton yang sebelumnya menginterupsi kegiatan Chanhee dan Changmin, mendadak bubar untuk mengejar Eric. Kembali meninggalkan Chanhee dan Changmin berdua di ruang ganti tersebut.
Dan setelahnya, Changmin memastikan untuk mengunci ruang ganti tersebut sebelum kembali memagut bibir kekasihnya dengan mesra.
Fin.