Changmin segera berlari menuju mobil Mercedes-Benz GLS 450 4Matic AMG Line yang belum sampai satu tahun ia miliki itu. Tak butuh waktu lama bagi Changmin untuk langsung meluncur menuju day care tempat adiknya berada. Sebelumnya, Changmin memang sudah pernah datang ke tempat itu untuk mengantarkan bunda dan adiknya sehingga Changmin masih hafal alamatnya.

Sore itu jalanan ibu kota sedang ramai-ramainya karena bertepatan dengan jam pulang orang kantoran, tepat seperti apa yang Juyeon katakan padanya. Hati kecil Changmin mendadak diliputi oleh rasa bersalah karena membuat adiknya menunggu sangat lama.

Jikalau saja adiknya itu sudah berusia lebih tua, mungkin Changmin tidak akan merasa sebersalah ini. Sayangnya, adik kecilnya itu baru akan menginjak umur 4 tahun bulan depan.

Changmin mulai menggigiti bibir bawahnya, entah sudah berapa kali ia ketukkan telunjuknya ke setir mobil di depannya. Dalam pikirannya, berbagai skenario buruk sudah berlarian kesana-kemari. Yang Changmin tahu, adiknya itu tidak pernah bisa menunggu lebih lama dari 15 menit. Belasan vas bunga porselen yang pecah di rumahnya adalah saksi bisu dari kemarahan adiknya.

Kurang lebih dibutuhkan waktu hampir setengah jam untuk Changmin tiba di day care. Berarti hingga sekarang, sudah lebih dari 1 jam adik kecilnya menunggu di day care. Changmin sudah mempersiapkan telinganya untuk mendengar suara melengking adiknya yang dapat terdengar bahkan dari kejauhan.

Hening. Kedua indra pendengaran Changmin tidak dapat menangkap suara apapun kecuali cicitan burung yang hinggap di pohon sekitarnya. Changmin mulai berpikiran bahwa adiknya mungkin sudah diculik oleh orang lain.

Akan tetapi, pikiran buruknya segera sirna setelah kedua irisnya menangkap sosok adiknya yang sedang bermain di ayunan. Dari kejauhan, Changmin dapat melihat adiknya sedang tersenyum lebar karena seseorang.

Changmin pun berjalan mendekati mereka berdua. Kedua tangannya ia selipkan di saku celananya. Adiknya adalah orang pertama yang menyadari keberadaannya.

“Abaaaang!!!”

Changmin buru-buru berjongkok, menerima pelukan erat dari adiknya.

Melihat atensi Sunwoo yang teralihkan kepada orang lain, sosok yang sedari tadi menemani anak kecil itu pun segera berdiri dan membalikkan badannya.

Changmin lantas mendongakkan kepalanya.

Matanya melebar bersamaan dengan mulutnya yang menganga.

Tak mempercayai apa yang dilihatnya.

Kini, di depannya sudah berdiri seorang lelaki yang ia perkirakan berusia sepantaran dengannya. Terbalut dalam kemeja berwarna putih susu dan sweater rajut kebesaran, sosok itu tampak tak nyata baginya.

Changmin bahkan melepaskan kedua lengannya yang sebelumnya melingkar di badan Sunwoo untuk mengucek matanya. Barangkali sosok di depannya ini akan menghilang jika Changmin melakukan hal itu.

Yang selanjutnya terjadi berada di luar dugaan Changmin. Sosok tersebut malah tertawa dengan lepas. Mendadak, Changmin merasakan dirinya terbuai oleh nyanyian malaikat.

Dibutuhkan cubitan keras di perut Changmin untuk menariknya kembali ke alam sadar. Pelakunya? Tak lain dan tak bukan adalah korban dari keteledoran Changmin, Ji Sunwoo.

Setelah berpamitan dengan sang malaikat, coret, orang yang menemani adiknya; Changmin dan Sunwoo berjalan beriringan menuju mobil milik sang kakak. Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Changmin tak henti-hentinya menyunggingkan senyum lebar. Tatapan aneh berulang kali dilayangkan sang adik kepada yang lebih tua.

Biarpun usianya belum genap 5 tahun, Sunwoo sudah cukup besar untuk menyadari bahwa kakaknya ini pantas untuk dicap sebagai orang aneh.