Pagi ini, Chanhee terbangun dari tidurnya karena rasa nyeri di dadanya. Tangannya bergerak menepuk-nepuk dadanya dengan keras, iringan suara batuk yang kencang turut membangunkan Changmin yang terbaring di sebelahnya.

Dengan sigap Changmin meraih gelas berisi air yang berada di meja samping tempat tidur, memberikannya pada Chanhee untuk diminumnya perlahan.

Setelah batuknya mereda, Chanhee mengalihkan pandangannya pada Changmin. Tatapan penuh rasa bersalah terpancar dari kedua orbitnya.

Changmin membuka lengannya lebar-lebar, memeluk tubuh Chanhee yang sekarang bahkan lebih kurus dari waktu sebelum kehamilannya. Tangannya mengusap surai Chanhee yang kian lama kian menipis, efek samping dari kemoterapi dan terapi radiasi yang dijalaninya.

Setelah berpelukan selama beberapa menit dalam diam, Changmin perlahan melepaskan pelukannya dan berjalan keluar dari dalam kamar dengan berjalan mundur. Chanhee menghadiahinya sebuah tatapan bingung.

Chanhee sedang membereskan ranjang mereka ketika Changmin kembali ke dalam kamar, dengan sebuah kue yang dihiasi 2 lilin yang menyala.

Chanhee terpaku di tempatnya untuk beberapa saat. Kemudian teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang kedua.

“Happy second wedding anniversary, Hee.”

“Aku tau, aku tau kalau kamu jadi pemurung karena kamu kehilangan rasa percaya diri di depan orang lain gara-gara kankermu.”

“Aku gak bisa ngebayangin seberapa besar tekanan yang kamu hadapin selama ini..”

Ucapan Changmin terjeda sejenak.

”..tapi, aku pengen kamu tau kalau mau gimanapun rupa dan keadaanmu– rasa sayangku dan rasa cintaku ke kamu bakalan tetap sama.”

“As the day goes by, I fall deeper for you. I keep on craving for your love.”

“Kalau kamu takut, inget aja kalau aku selalu ada di sisi kamu. Aku bakalan selalu ada buat ngelindungin kamu.”

“Sekarang giliran kamu buat bikin permohonan. Ayo buat yang bagus, Hee. Nanti kita aminkan sama-sama.”

Bulir air mata mulai berkumpul di pelupuk mata Chanhee, isakan tertahan terdengar setelahnya. Changmin buru-buru menaruh kue yang dipegangnya di atas meja dan kembali menarik Chanhee ke dalam pelukannya.

“Hey.. kok nangis? Ayo buat permohonan dulu, nanti keburu mati loh lilinnya?” bisik Changmin pelan di telinga Chanhee.

Chanhee mengusap kasar wajahnya dengan punggung tangan, menampilkan senyumannya sambil memejamkan kedua matanya; bersiap untuk membuat permohonan.

Kepada Tuhan, ia berharap. Agar ia dapat bersama-sama dengan keluarganya untuk waktu yang lebih lama.