Pagi itu, Chanhee datang ke kampus dengan suasana hati yang bahagia. Pasalnya, ia baru saja merampungkan materi tutorial bagiannya dan meskipun hal itu membutuhkan waktu yang tak sedikit- Chanhee bahagia karena hasilnya sesuai dengan yang diharapkan olehnya.

Dengan jarak hanya beberapa meter dari gerbang masuk fakultas, Chanhee mendadak dikejutkan dengan suara nyaring dari anjing yang menyalak. Buru-buru Chanhee mempercepat langkah kakinya hingga dirinya tiba di depan seekor anak anjing yang terikat pada gerbang dengan tali di lehernya.

Aneh, pikir Chanhee. Seingatnya, hari ini tidak ada jadwal kuliah untuk mahasiswa kedokteran hewan.

Merasa iba serta tak tega dengan anak anjing yang terus-menerus menggonggong kepadanya, dengan sigap Chanhee melepaskan tali yang melingkar di leher anak anjing itu. Menatap puas saat anak anjing tersebut berlari dengan riang menjauhi gerbang fakultas.

“WOI!”

Bak mendengar guntur di siang hari, Chanhee berjingkat dari posisinya. Setelahnya, Chanhee membalikkan badannya perlahan. Netranya kemudian bertabrakan dengan seseorang yang tampak sebaya dengannya.

Sosok tadi berjalan ke arah Chanhee dengan tergesa-gesa, kepanikan terlihat dengan jelas di raut wajahnya.

“Anak anjing yang tadi ada di sini kemana?”

“Hah?”

“Anak anjing yang tadi diiket ke gerbang? Itu buat praktikum gue?”

Mendadak, Chanhee dapat merasakan bagaimana irama jantungnya mulai berpacu dengan cepat. Kedua kakinya terasa lemas- seolah-olah darah di tubuhnya berhenti mengalir ke kakinya dalam seketika.

Chanhee merutuki dirinya sendiri karena telah bertindak sok tahu.

Jawaban yang Chanhee dapatkan membuatnya meringis, tangannya yang memegang tali ia sembunyikan secepat kilat ke belakang tubuhnya.

Sayangnya, pergerakan Chanhee masih terlihat dengan jelas oleh sosok di depannya.

Menyadari situasi yang sedang terjadi- lawan bicara Chanhee mulai mengepalkan tangannya kuat-kuat, disusul dengan bunyi gemeretak dari giginya.

Chanhee menelan ludahnya kasar, tersadar bahwa sosok di depannya sudah terbakar oleh api amarah.

Perlahan tapi pasti, Chanhee mengambil beberapa langkah mundur. Dalam hatinya, tentu saja ia ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun apa daya, jam digital di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 07.15. Yang berarti hanya tersisa waktu 15 menit bagi Chanhee untuk berlari menuju kelasnya yang berada di lantai 3.

Dengan hati-hati, Chanhee akhirnya meletakkan tali yang sebelumnya berada di genggamannya ke tanah. Sosok itu masih terdiam di tempatnya, sorot matanya yang tajam memperhatikan setiap gerak-gerik Chanhee dengan lekat.

Sebelah tangan Chanhee bergerak menuju bagian belakang dari lehernya, menyeka keringat dingin yang mulai membasahi kerah kemejanya.

“Eh.. sori banget nih, jujur gue gatau itu anjingnya ada yang punya,”

Ucapan Chanhee terhenti sejenak untuk menarik napas dalam-dalam.

“Nanti gue bantu cariin deh, tapi kalau sekarang.. GUE CABUT KE KELAS DULU YA!”

Dan begitu saja, Chanhee melesat dengan cepat menuju kelasnya; tak menengok ke belakang barang satu kali pun.

Beruntung bagi Chanhee, sosok tadi tidak dapat membuntutinya karena mahasiswa kedokteran dan kedokteran hewan menggunakan bagian gedung yang berbeda.