Ratusan kupu-kupu yang mendadak muncul dan berkerumun di pojok taman berhasil memancing rasa penasaran Changmin, dengan cepat ia segera merubah dirinya ke dalam wujud bonekanya dan bersembunyi di balik pohon yang terletak tak jauh dari tempat kemunculan kawanan kupu-kupu itu.

Changmin menatap ke arah jam 12 dengan seksama, kedua iris berwarna biru terangnya bergerak cepat dan tak berkedip sama sekali ketika kawanan kupu-kupu itu perlahan berubah menjadi sesosok pria dalam balutan gaun putihnya.

Pria yang awalnya menutup matanya itu, kini menatap ke sekelilingnya- dengan tatapan kosong yang terlihat kebingungan. Pada detik itu juga Changmin tersadar, sosok di hadapannya adalah “pendatang baru” di tempat itu.

Masih terdiam di tempatnya, Changmin dapat melihat sorot nanar yang terpancar dengan jelas dari kedua bola mata si pendatang baru. Detik berikutnya, Changmin dapat mendengar sosok itu menghela napasnya kemudian jatuh terduduk- lantas menangis tersedu-sedu setelahnya.

Cukup lama Changmin memperhatikan sosok tersebut dari balik pohon, akan tetapi sosok tersebut masih betah di tempatnya dan isak tangisnya tampak jauh dari kata usai. Rasa penasaran semakin membuncah dalam perasaan Changmin, tanpa sengaja ia memanjangkan lehernya- hanya untuk mendapati kepala (dalam wujud bonekanya) bergerak menggelinding menuju sosok tersebut akibat dari ulahnya sendiri.

Tangisan yang sebelumnya terdengar sangat menyayat hati itu perlahan berhenti ketika kepala Changmin berhenti tepat di depan kaki si pria bergaun putih. Pria itu kemudian mengangkat kepalanya perlahan-lahan, tak menunjukkan raut wajah terkejut sama sekali ketika melihat kepala tak berbadan yang kini berada di hadapannya.

Kening Changmin berkerut keras, sekarang malah dirinya yang dibuat kebingungan oleh reaksi tak biasa yang didapatkannya.

Changmin kemudian menjetikkan jarinya, mengubah wujudnya ke dalam fisik manusianya. Lagi, sosok di hadapannya tidak tampak terkejut maupun terkesan dengan perubahan wujud yang baru saja Changmin lakukan.

Sambil bertopang tangan dan berdiri menjulang di hadapan sosok tersebut, Changmin membuka mulutnya untuk melontarkan pertanyaan.

“Siapa kau?”

Bukannya menjawab, sosok di hadapan Changmin malah menjulurkan sebelah tangannya pada Changmin dan menatapnya lurus pada matanya.

“Bantu aku untuk berdiri dulu, baru akan ku jawab pertanyaanmu setelahnya.”

Changmin terdiam beberapa saat ketika dirinya menyadari penampilan sosok di hadapannya. Tatapannya terfokus pada sebelah lengan dan tungkai dari si pria yang tinggal tersisa tulang putihnya, Changmin kemudian segera meraih tangan dari lawan bicaranya setelah itu.

Tetapi tampaknya Changmin menggunakan terlalu banyak dari tenaganya karena kini, lengan dari sang lawan bicara malah tercabut dari bahunya dengan begitu saja.

Changmin mengedipkan matanya berulang kali, berusaha untuk mencerna yang baru saja terjadi. Tawa ringan meluncur keluar dari si pria bergaun putih, tampaknya ia menganggap bahwa situasi ini lucu baginya.

Dengan menggunakan satu tangan, sosok itu kemudian berdiri dan meraih lengan miliknya dari genggaman Changmin; memasangkan lengannya kembali pada tempatnya.

“Chanhee,” ujarnya pelan.

“Apa?”

“Namaku Chanhee, kau tadi menanyakan tentang identitasku 'kan?” balas sosok itu lagi dengan sebuah pertanyaan.

Changmin menganggukkan kepalanya pelan, belasan pertanyaan kini mulai bermunculan di dalam pikirannya. Chanhee- si pria bergaun putih, menyadarinya dari raut wajah Changmin.

“Kenapa? Ada lagi yang mau kau tanyakan padaku?”

Wajah Changmin berpendar dalam sepersekian detik, anggukkan kepala yang lebih semangat ia berikan pada Chanhee.

Dan setelahnya, mereka berdua memutuskan untuk duduk berdampingan di bangku panjang yang menghadap ke sebuah sungai. Chanhee bercerita bahwa sebelum tiba di tempat ini, dirinya baru saja melepaskan suaminya untuk menikah dengan lelaki lain.

Alis Changmin terangkat sebelah, bagaimana mungkin seseorang bisa merelakan suaminya sendiri untuk orang lain?

Jika bukan karena tatapan sendu Chanhee yang berpadu dengan senyuman pahitnya, Changmin pasti sudah memotong perkataan Chanhee dengan pertanyaannya.

Jadi untuk pertama kalinya, Changmin hanya duduk diam dan memasang telingan untuk mendengarkan baik-baik.

Chanhee kemudian melanjutkan ceritanya, mengungkapkan bahwa suaminya ini menikahinya karena suatu ketidaksengajaan. Chanhee seharusnya menikahi pria yang lain, yang dulu pernah ia cintai teramat sangat ketika semasa hidupnya.

Akan tetapi, pria yang sangat dicintainya itu malah merenggut nyawanya dan membawa lari seluruh harta kekayaan milik Chanhee. Semenjak saat itu, Chanhee hanya dapat berbaring di dalam tanah dan menunggu seseorang untuk mengajaknya menikah.

Sedihnya, sosok manusia lain yang membangkitkannya dari tidur panjang dengan sebuah ajakan pernikahan- tidak benar-benar mencintainya. Hatinya sudah tertaut pada manusia lain, yang masih hidup dengan jantung yang berdetak.

Perlahan, Changmin dapat memahami rasa sakit yang Chanhee rasakan melalui ceritanya walaupun pasti tak sebanding dengan apa yang sesungguhnya Chanhee rasakan.

Selesai bercerita, Chanhee menolehkan kepalanya pada Changmin.

“Kalau kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini dengan semua luka di wajah dan badanmu itu?”

Changmin mendadak meringis, lidahnya terasa kelu dan tak dapat digerakkan. Changmin bingung harus berkata apa, karena dalam kisahnya- hampir semua orang berpikir bahwa Changminlah si lakon jahatnya.

Menyadari Changmin yang terus terdiam, Chanhee lantas berdeham dan berdiri dari tempatnya.

“Boleh ajak aku berkeliling di tempat ini, Changmin?”

Changmin memfokuskan pandangannya pada Chanhee, sebuah senyuman perlahan terukir di wajahnya.

“Tentu, Chanhee!”

Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam, dan jam berganti menjadi hari. Tanpa terasa Chanhee telah menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat barunya ini.

Pada awalnya, Chanhee berpikir bahwa ia akan tersesat dalam kesepiannya untuk sekali lagi. Terlebih karena di tempat barunya ini tidak ada sosok-sosok lain yang dulu pernah menemaninya di bawah tanah.

Namun yang terjadi bagi Chanhee adalah kebalikannya.

Semenjak pertemuan pertama mereka, Changmin tak pernah barang sedetik pun pergi dari sisi Chanhee. Kemanapun Chanhee melangkah, Changmin akan selalu berada di sisinya.

Terdapat alasan yang jelas tentang mengapa Changmin selalu menemani Chanhee setiap saat.

Alasan itu adalah karena ketika rohnya masuk ke dalam wujud boneka, Changmin tidak pernah diperlakukan dengan baik oleh sang pemilik untuk waktu yang lama. Nasib Changmin sebagai boneka selalu diawali dengan diperlakukan sebagai benda kesayangan dan berakhir dengan dibuang ke tempat sampah karena hal-hal yang Changmin lakukan.

Padahal, yang Changmin perbuat hanyalah mendengarkan dan menuruti permintaan pemiliknya.

Lantas mengapa ketika Changmin mencuri, melukai, dan membunuh- Changmin malah dikatai sebagai “boneka rusak yang tidak berguna”?

Changmin hanya ingin dianggap dan diperlakukan selayaknya teman baik.

Dan beruntung bagi Changmin, akhirnya ia menemukan jawaban atas doanya pada Chanhee.

Karena sejatinya, Chanhee dan Changmin hanyalah dua jiwa yang sama-sama terpuruk dalam kesepian.

Seiring berjalannya waktu, Chanhee dan Changmin menjadi semakin dekat dengan satu sama lain. Menghabiskan waktu berdua dari ketika sinar terang berada di atas kepala hingga gelap datang menyapa.

Tanpa mereka sadari, perlahan fisik keduanya berubah ke dalam wujud manusia pada umumnya. Membuat keduanya seolah-olah “hidup kembali”.

Belakangan, Changmin bahkan sering mendapati Chanhee yang menatap ke arahnya untuk periode waktu yang tidak bisa dibilang sebentar; cukup lama untuk membuat Changmin merasakan debaran aneh di dadanya.

Ada kalanya Changmin ingin bertanya pada Chanhee mengenai pria brengsek mana yang berbuat setega itu pada sosok indah di hadapannya ini. Changmin ingin membuat perhitungan pada sosok itu, ingin membuatnya merasakan derita yang lebih lama karena telah melukai Chanhee.

Akan tetapi, niatnya itu selalu Changmin urungkan karena Changmin tak ingin mengungkit masa lalu Chanhee dan membawa rasa sakit itu kembali.

Jadi, yang bisa Changmin lakukan untuk saat ini dan mungkin seterusnya hanyalah berada di sisi Chanhee- menemani sembari memendam rasanya untuk Chanhee.

Dengan pemikirannya yang seperti itu, nampaknya akan susah bagi Changmin untuk menyadari sesuatu.

Yaitu, bahwa Chanhee juga sudah memendam rasa yang sama untuknya.

Fin.