Royal Enfield berwarna hitam itu memantulkan cahaya ketika diterpa sinar matahari. Setelah mematikan mesin motornya di depan pos satpam, Changmin menaruh helm full face miliknya di kemudi motornya.
Changmin menatap jam tangannya, kira-kira tersisa 5 menit lagi sebelum kelas Chanhee selesai. Changmin memutuskan untuk berdiri sambil bersandar di atas motornya, melempar senyum tipis pada mahasiswa dan mahasiswi yang berjalan melewatinya.
Tepat jam 2, sosok Chanhee sudah berjalan ke arahnya dari kejauhan. Changmin hendak melambaikan tangannya ke arah Chanhee, namun niatnya itu ia urungkan ketika melihat seorang lelaki memberhentikan langkah Chanhee dan mengajaknya mengobrol.
Changmin menatap keduanya dengan tatapan tajam. Bahasa tubuh yang digunakan oleh lelaki lain itu tampak tak asing bagi Changmin.
Bagaimana tidak, lelaki itu terus-terusan menatap Chanhee dengan tatapan yang menyilaukan. Tubuhnya bergerak mendekati tubuh Chanhee secara perlahan-lahan, membuatnya menempel dengan milik Chanhee.
Persis seperti yang akan dilakukan oleh seseorang yang sedang jatuh cinta.
Lima menit terasa begitu menyiksa bagi Changmin. Adegan terakhir yang ia lihat adalah pucuk kepala Chanhee yang diusap dengan penuh kasih oleh si lelaki yang nampaknya lebih tua dari mereka berdua.
Suara ranting yang patah akibat terinjak oleh Changmin berhasil menariknya kembali ke permukaan. Sekarang Chanhee sudah berdiri di depannya, memasang senyuman manisnya yang memabukkan.
“Maaf bikin kamu nunggu lama, Min. Tadi Kak Sangyeon tiba-tiba bahas soal PSM kampus dulu.”
Changmin memberi senyuman singkat sebagai balasannya.
Setelah memastikan Chanhee duduk dengan nyaman, Changmin segera memacu motornya menuju rumah Chanhee tanpa banyak basa-basi.
Nampaknya, rindangnya pepohonan ditambah semilir angin belum dapat mengurangi luapan panas dari dalam hatinya.