Sabtu hadir dan menyapa lebih cepat dari yang Chanhee dan Changmin perkirakan.

Seratus orang mahasiswa berbeda jurusan itu berangkat menuju tempat tujuan menggunakan dua angkutan berbeda. Satu untuk mahasiswa kedokteran dan yang satunya lagi untuk mahasiswa kedokteran hewan. Setibanya mereka di kawasan camping, kedua jurusan segera menuju wilayahnya masing-masing dan mendirikan tendanya sebelum matahari bersinar tepat di atas kepala.

Walaupun judul acaranya adalah kegiatan “bonding”, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah masing-masing jurusan sudah mempunyai timeline acaranya sendiri. Hal ini lantas membuat Chanhee dan Changmin dapat menghembuskan napas leganya.

Setidaknya.. hingga sebelum waktu malam tiba.

Tanpa Chanhee dan Changmin ketahui, kegiatan jurit malam berada di timeline kedua jurusan. Keduanya mendadak panik ketika mendengar bahwa jurit malam ini akan dilaksanakan secara berpasangan, dengan masing-masing 1 orang dari setiap jurusannya. Pasangan untuk kegiatan jurit malam ini nantinya didapatkan melalui proses pengundian nomor.

Dalam doanya, Chanhee terus-menerus berharap agar tidak mendapat nomor undian yang sama dengan nomor undian yang Changmin ambil.

Alangkah bahagianya Chanhee ketika mengetahui bahwa doanya telah terkabul dalam hitungan detik.

Orang yang menjadi pasangan jurit malam Chanhee adalah seseorang yang bernama Hyunjae. Pada awalnya, Chanhee merasa biasa saja. Akan tetapi, memasuki jalur lintasan yang lebih sepi dan gelap- Hyunjae tiba-tiba mempercepat langkahnya.

Membuat Chanhee tertinggal jauh di belakang sendirian.

Yang kini menjadi masalah lain bagi Chanhee adalah selain gelapnya jalur lintasan, dirinya juga tidak memegang peta untuk menuntunnya ke titik akhir.

Ketakutan mulai melahap dirinya perlahan. Chanhee memutuskan untuk diam di tempat, lantas berjongkok sambil menahan tangisannya. Tidak berani untuk melanjutkan perjalanan karena takut tersandung dan juga tersasar.

Sebelum Chanhee benar-benar menangis, sebuah cahaya dari lampu senter tiba-tiba menyoroti muka Chanhee. Membuat Chanhee otomatis menutup kedua matanya dengan telapak tangan karena merasa silau.

Cahaya senter itu bergerak mendekat ke arah Chanhee secara perlahan, hingga pada akhirnya orang tersebut mengarahkan senternya ke arah lain ketika dirinya telah berada tepat di depan Chanhee.

Chanhee kemudian dapat melihat dengan jelas bahwa sosok yang kini berada di depannya adalah..

Changmin.

Krik.

Krik.

Hening malam membuat suara jangkrik terkesan meledek pertemuan dua insan manusia ini.

Baik Chanhee maupun Changmin sama-sama terkejut dengan pertemuan mereka yang tak disangka-sangka. Keduanya merasa canggung dengan situasi tak terduga ini, terlebih ketika Changmin menyadari bahwa Chanhee terlihat seperti akan menangis.

Tak ingin berlarut-larut dalam kecanggungan, Chanhee memberanikan dirinya untuk membuka percakapan.

“Kok sendirian?”

“Lo juga kenapa sendirian?”

“Tadi gue bareng sama Kak Hyunjae, tapi dianya tiba-tiba jalan cepet dan jadinya gue ketinggalan disini.”

“Oh, gue sih emang dari awal sendirian soalnya pasangan jurit malam gue lagi sakit jadi dia diem doang di tenda.”

“Oh..”

Hampir 5 menit berlalu dalam keheningan (lagi), sebelum akhirnya Changmin kembali membuka suara.

“Yaudah, gue duluan ya?”

Tanpa sadar, Chanhee meraih lengan baju Changmin dan menariknya untuk berhenti.

“E-eh, gue ikut sama lo ya? Bukan jalan bareng sih, gue ngikutin aja di belakang lo soalnya peta sama senter tim gue dibawa sama Kak Hyunjae dua-duanya. Gapapa kan?”

“Okay.”

Walau rasa sebal dan tidak suka masih dapat Changmin rasakan, pada dasarnya Changmin adalah seorang makhluk sosial yang dapat merasakan empati serta simpati.

Setelahnya, mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan posisi Changmin yang memegang senter dan memimpin di depan.

Meskipun begitu, lama-kelamaan keduanya malah berjalan secara bersebelahan karena langkah kaki Chanhee yang lebih lebar dibandingkan dengan langkah kaki Changmin.

“Yaelah, kalau lo emang takut sendirian di belakang ya sejajar aja jalannya. Sini maju, deketan sama gue.”

Chanhee memutuskan untuk tak menggubris omongan Changmin, sebab rasa malu dan gengsi terlampau tinggi sudah terlanjur bercampur aduk di dalam dirinya.

Walau pada akhirnya, Chanhee perlahan bergerak mendekat ke arah Changmin dan mensejajarkan langkahnya dengan Changmin di sisinya.

Tidak lama kemudian, setan-setanan yang menjadi bintang utama dari jurit malam kali ini menampakkan dirinya secara tiba-tiba di depan Chanhee dan Changmin.

Dikuasai oleh rasa kaget, Chanhee refleks merangkul tangan Changmin dan menyembunyikan mukanya di bahu Changmin.

Changmin pun turut merasakan kaget, jantungnya berpacu dengan cepat. Bukan karena rekan satu angkatannya yang berpura-pura menjadi setan, melainkan karena perlakuan Chanhee yang tanpa aba-aba.

Mereka berdua membeku di posisi setengah berpelukan untuk hampir 1 menit lamanya, dimana Chanhee memeluk tubuh Changmin dan membiarkan Changmin saling berpandangan dengan setan-setanannya dalam posisi canggung.

Entah karena muak dengan pemandangan di hadapannya atau karena sudah muncul terlalu lama, setan-setanan itu pada akhirnya berjalan kembali ke arah semak untuk bersembunyi.

Setelahnya, Changmin berdeham. Memberi sinyal pada Chanhee bahwa setan-setanannya sudah tak terlihat di sejauh mata memandang.

Chanhee celingukan selama beberapa detik, refleks bergerak mundur ketika sadar bahwa dirinya telah memeluk Changmin untuk beberapa saat.

Pergerakan mundurnya yang secara tiba-tiba membuat Chanhee nyaris tersandung ke belakang karena menginjak batu; Changmin refleks mengulurkan tangannya untuk menarik Chanhee.

Membiarkan lututnya yang terbuka (karena Changmin mengenakan celana pendek) tergesek oleh batu.

Kedua netra Chanhee seketika membesar dan menampakkan kepanikan tatkala melihat cairan merah mulai menetes keluar dari luka di lutut Changmin.

“E-eh, biasa aja dong ngeliatinnya. Lukanya gak sakit kok,” bela Changmin pada Chanhee, merasa tak enak karena raut wajah Chanhee mendadak berubah karenanya.

Sepertinya, Changmin lupa kalau dirinya sedang berusaha untuk membohongi seorang mahasiswa kedokteran.

Tanpa banyak bicara, Chanhee segera membantu Changmin untuk berdiri. Memintanya untuk mengalungkan sebelah lengannya di bahu Chanhee dan membopongnya menuju titik kumpul yang terletak di akhir jalur lintasan jurit malam.

Setibanya mereka di titik kumpul, Chanhee segera menanyakan soal kotak P3K pada temannya yang menjadi panitia jurit malam dan mendudukan Changmin di kursi terdekat.

“Eh, ini gue mau bersihin lukanya pake alkohol 70%. Bakalan perih dikit, lo bisa tahan kan?” tanya Chanhee, wajahnya terangkat untuk menatap reaksi Changmin.

Yang ditatap hanya menganggukan kepalanya, memberi izin pada Chanhee.

Berbekal izin dari Changmin, Chanhee segera membasuh luka Changmin dengan cairan alkohol secukupnya. Setelahnya, Chanhee membalut luka Changmin dengan kain kasa yang telah ditetesi cairan povidone-iodine dan memberinya plester agar dapat merekat. Semua hal tadi Chanhee lakukan dengan cekatan untuk meminimalisir rasa sakit yang Changmin rasakan.

“Dah, selesai. Pas pulang camping besok jangan lupa ganti kain kasanya ya?”

Senyuman tipis merekah di wajah Changmin.

“Siap, Pak Dokter.”

Chanhee tertegun dengan jawaban yang terlontar dari mulut Changmin, mati-matian ia berusaha untuk menahan bibirnya agar tidak tersenyum.

“Apaan sih, gajelas lo.”

Changmin tertawa kecil mendengar balasan dari Chanhee. Ia kemudian berdeham sebelum mengulurkan tangannya pada Chanhee.

“Gue baru inget kalau kita belum pernah kenalan secara bener ternyata. Kenalin, gue Changmin.”

Chanhee lantas mengulurkan tangannya juga untuk menjabat tangan Changmin.

“Chanhee. By the way, makasih juga ya udah ngebolehin gue buat jalan bareng sama lo pas jurit malem tadi.”

“Anytime, Chanhee.”

Setelahnya, keduanya terlarut dalam dunia mereka berdua. Membicarakan semua hal yang bisa mereka bicarakan.

Tak lupa, Chanhee membahas dan meminta maaf perkara anak anjing yang menjadi bahan praktikum Changmin kala itu. Changmin menanggapi hal itu dengan santai. Sebagai balasannya, Changmin juga meminta maaf untuk laporan praktikum Chanhee yang tak sengaja ia rusak. Chanhee menepuk-nepuk pundak Changmin pelan, mengatakan bahwa sudah terlewati biarlah dikenang sebagai masa lalu saja.

Tanpa terasa, malam itu mereka habiskan dengan mengobrol berduaan. Sinar matahari dan suara ayam berkokok lah yang menyadarkan keduanya, membuat keduanya memutuskan untuk berjalan kembali menuju tendanya masing-masing.

Tepat sebelum mereka berpisah untuk menuju tenda masing-masing, Changmin mendekatkan wajahnya pada telinga Chanhee untuk berbisik.

“Kalau habis ini aku chat kamu, ada yang marah nggak?”

Fin.