Setelah memberikan martabak manis serta martabak telur pada Mama Choi untuk mempermudah perizinan, Changmin segera mengemudikan mobilnya menuju jalan raya. Di sebelahnya, Chanhee masih sibuk merapikan rambutnya sambil mengoleskan pelembap bibir.

Sudah seminggu terlewati semenjak mereka berdua berpacaran, tapi Changmin masih belum percaya bahwa Chanhee sudah menjadi miliknya. Merasa bahwa Changmin terus-terusan melirik ke arahnya, Chanhee langsung menghentikan kegiatannya.

“Apaan sih, Min? Kalau mau liat ya liat aja, gak usah curi-curi pandang gitu.”

Changmin terkekeh mendengar gerutuan Chanhee. Semakin lama mereka berdua mengenal satu sama lain, semakin Chanhee-nya ini terlihat menggemaskan di matanya.

Sesampainya mereka di tempat tujuan, Changmin segera turun dari mobil untuk membukakan pintu Chanhee. Keduanya lantas berjalan beriringan menuju lantai paling atas, melangkahkan kakinya menuju bioskop.

Dari awal kakinya menjejaki bioskop, Chanhee sudah merasa tidak enak. Firasatnya terbukti benar ketika dilihatnya Changmin memesan 2 tiket untuk pemutaran film The Conjuring.

Chanhee menghela napasnya pasrah. Di saat seperti ini, Chanhee terkadang menyesal mengapa ia memutuskan untuk menjadi kekasih seorang Ji Changmin yang merupakan penggemar berat hal-hal horor.

Tempat duduk yang dipilih oleh Changmin terletak di pojok kanan atas teater. Chanhee buru-buru memilih untuk duduk di kursi yang berada di paling pojok, merasa sedikit lebih aman dengan adanya dinding di sebelahnya.

Changmin hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Chanhee.

Tak terhitung berapa kali sudah Chanhee bergerak heboh di kursinya karena jumpscare yang ada di film. Changmin sengaja memilih tempat duduk yang paling pojok karena sudah menduga Chanhee akan bereaksi seperti ini.

Tepat di jumpscare berikutnya, Chanhee menelusupkan kepalanya ke ceruk leher Changmin; sebuah refleks yang ia lakukan karena tak ingin melihat hantu yang tiba-tiba muncul.

Changmin menggigit bibirnya sendiri untuk menahan tawa, sebelah tangannya kemudian tergerak untuk menepuk pucuk kepala Chanhee.

“Hee.. serem banget ya filmnya? Mau keluar aja?”

Yang dipanggil mengangkat kepalanya perlahan, bibirnya melengkung ke bawah dengan sorot mata yang sedih.

“Enggak mau.. aku gapapa kok!”

Changmin memperhatikan wajah Chanhee lekat-lekat dengan penyinaran cahaya yang minim dari layar. Meskipun di dalam kegelapan, wajah cantik kekasihnya itu masih tak ada tandingannya bagi Changmin.

Changmin kemudian memajukan wajahnya perlahan, mengecup pelan bibir Chanhee untuk beberapa detik lalu kembali menatap Chanhee yang kaget dengan perlakuan mendadaknya.

“Nanti tiap kamu takut, aku bakalan cium kamu sekali kayak barusan. Biar kamu takutnya gak lama-lama,” jelas Changmin.

“Oooooh.”

Sekilas, Changmin bersumpah dapat melihat kilatan nakal di kedua netra milik Chanhee.

“Tapi aku takut terus-terusan, jadi mana cium terus-terusannya?”

Seringai kemenangan tercetak di wajah Changmin.

Film The Conjuring masih terputar di layar, namun kini atensinya tertuju penuh pada Chanhee.

Masa bodoh dengan film yang berlalu dengan begitu saja di hadapan mereka.

Bagi Changmin, bibir ranum nan mengkilat milik Chanhee tampak lebih menarik dari apapun untuk malam itu.

Jadi jangan salahkan Changmin jika nanti saat lampu teater telah dinyalakan kembali, Chanhee harus menutupi bibir bengkaknya dari penonton lainnya.