Setelah selesai makan malam bersama dengan tenang, Changmin mendadak meminta Sunwoo untuk diam sebentar di ruang tamu dan mengobrol dengannya.

Changmin bilang, ada hal serius yang ingin dia katakan.

Dengan hati-hati, Changmin menaruh dua buah cangkir berisi cokelat panas di atas meja lalu mendudukan dirinya di atas sofa. Sunwoo meraih cokelat panas miliknya, menyesapnya perlahan sembari menunggu Changmin untuk memulai percakapan.

“Mm, abang mau cerita soal beberapa hal.”

Sunwoo menghentikan kegiatannya, mengalihkan tatapannya pada wajah sang kakak.

“Di supermarket tadi waktu handphone abang low battery, abang bingung kan mau ngecharge dimana. Soalnya gak ada charging box.”

“Pas abang lagi muter-muter buat nyari charging box sambil megang charger, tiba-tiba bahu abang ditepuk dari belakang. Waktu abang ngebalik, ternyata abang udah disodorin powerbank sama cowok yang keliatannya seumuran sama abang.”

Sunwoo lantas meletakkan cangkir miliknya yang kini telah kosong, memasang kedua telinganya baik-baik untuk mencerna cerita yang lebih tua.

“Terus abang ngerasa familiar sama cowok ini.. dan bener aja, ternyata cowok ini adalah orang yang nolongin abang tempo hari.”

Sebelah alis milik Sunwoo tertarik ke atas.

Menolong, katanya?

Seseorang telah menolong kakaknya dari sesuatu?

“Jadi kemarin tuh waktu abang kelar rapat, abang tiba-tiba dideketin sama yang lagi mabuk-mabukan pas abang lagi jalan ke halte bus. Orang itu tiba-tiba meluk abang dari belakang, abang udah berusaha buat berontak tapi tenaga abang gak cukup- jadi akhirnya abang mutusin buat teriak minta tolong.”

“Nah, setelahnya.. munculah si orang ini. Orang yang sama dengan orang yang minjemin abang powerbank.”

Mendengar lanjutan cerita Changmin, jumlah kerutan di dahi Sunwoo bertambah banyak.

Bagaimana bisa Changmin ditolong oleh orang yang sama, yang sebelumnya tidak pernah Changmin kenal, hanya dalam kurun waktu kurang dari 24 jam?

Changmin menyadari raut wajah penuh kebingungan dari sang adik, ia kemudian bergerak mendekati Sunwoo dan meremat tangan Sunwoo pelan.

“Adek.. kalau abang bilang cowok ini tuh takdirnya abang, gimana?”

Dengan cepat, Sunwoo menghentakkan tangannya. Menyentak tangan Changmin hingga terlepas dari miliknya dalam sepersekian detik.

“Ringan banget sih mulut lo ngomongin soal ginian, Bang? Gue gak mau denger lagi soal ini ah. Gue tidur duluan aja ya Bang? Udah ngantuk gue.”

Sunwoo kemudian beranjak dari tempatnya dan memasuki kamarnya tanpa melihat kembali ke arah Changmin. Mood-nya mendadak hancur karena cerita sang kakak.

Little does Changmin know, rasa sedih dan kecewa bercampur aduk dalam benak Sunwoo.

Sedih karena ia tak bisa berada disana untuk turut melindungi sang kakak, serta kecewa karena dengan teganya sang kakak mulai merahasiakan yang terjadi pada dirinya dari Sunwoo.