Tanpa terasa, akhir pekan kembali menyapa. Sepasang kakak adik ini memulai hari mereka dengan menonton TV bersama dalam posisi bersebelahan, dimana sang adik bersender dan mengistirahatkan kepalanya di bahu sang kakak.

“Bang.”

“Mhm?”

“Abang sekarang makin sedikit deh waktunya buat bareng-bareng sama adek.”

Tangan Changmin tergerak untuk mengelus pucuk kepala Sunwoo dengan gemas.

“Iya kah? Adek mau jalan keluar bareng abang hari ini?”

Dengan cepat, Sunwoo menegakkan tubuhnya dan berbalik untuk menghadap ke arah Changmin. Kepalanya mengangguk-angguk lucu beberapa kali.

“Mau!! Mau banget!!”

Changmin tersenyum simpul melihat reaksi sang adik yang kegirangan.

“Kalau gitu, sana siap-siap dulu gih. Kita nonton Black Widow di bioskop aja ya?”

Sunwoo lantas berdiri tegak di depan Changmin, memberinya hormat dengan wajah serius.

“Siap laksanakan, Komandan!”

Entah permainan takdir seperti apa yang Tuhan berikan pada Changmin, karena semakin lama- Changmin semakin bingung tetapi juga yakin dengan perasaannya di saat yang bersamaan.

Di dalam teater tempat pemutaran film Black Widow yang telah dipilih olehnya sebelumnya, Changmin kembali bertemu Chanhee.

Ekspresi terkejut tak dapat Chanhee sembunyikan tatkala netranya bertabrakan dengan iris gelap milik Changmin. Pandangannya kemudian turun kepada orang yang mengekor di belakang Changmin.

“Ah, kenalin Nu. Ini malaikat penolong-nya abang, yang waktu itu abang ceritain.”

Malaikat penolong.

Sunwoo pikir, abangnya ini benar-benar harus berhenti menjadi seseorang yang hiperbola. Tatapan sinis terpancar keluar dari bola mata Sunwoo, tangannya bergerak untuk menjabat tangan Chanhee dengan terpaksa karena barusan Changmin langsung menyikutnya cukup kencang.

Selama film diputar di layar putih besar yang berada di depan mereka, Changmin dan Chanhee malah sibuk mengobrol berduaan. Cekikikan tertahan dari keduanya dapat terdengar oleh Sunwoo secara jelas.

Membuat Sunwoo mendadak merasa diasingkan oleh kedua manusia di sebelahnya.

Selesai menonton, Changmin dan Sunwoo memutuskan untuk langsung pulang.

Namun selama di perjalanan pulang, Sunwoo terus-menerus berdiam diri. Tentunya Changmin sadar akan hal ini, karena normalnya Sunwoo mempunyai ratusan topik untuk dibicarakan bersama Changmin. Paham bahwa Sunwoo tidak akan bercerita jika tidak dipancing terlebih dahulu, Changmin memutuskan untuk membuka suara.

“Ada apa, Dek? Kenapa diem aja dari tadi?”

“Gak ada apa-apa kok, Bang.”

“Adek, abang tau kok kapan adek bohong dan kapan adek beneran ngomong jujur.”

Beberapa detik setelahnya, Sunwoo menyalakan lampu sen dan memberhentikan mobil mereka di tepi jalan.

“Bang, lo beneran harus hati-hati.”

Bingung, Changmin tidak mengerti ke arah mana percakapan ini menuju.

“Maksudnya, Dek? Hati-hati soal apa?”

Sunwoo memutar tubuhnya, menghadap ke arah Changmin dan menatap lekat ke dalam matanya.

“Soal orang yang tadi.”

“Chanhee? Kenapa soal Chanhee? Jelas-jelas Chanhee itu orang baik, adek gak liat emangnya tadi dia kayak gimana?”

“Bang, dulu juga lo bilang kalau Bang Hyunjae itu orang baik. Tapi apa abang gak inget? Dia dulu tiba-tiba ninggalin lo gitu aja, Bang. Tanpa kejelasan sama sekali.”

Sunwoo memberi jeda pada perkataannya untuk menghela napas sesaat.

“Gue rasa- cerita lo sama Chanhee juga bakalan berakhir sama kayak cerita lo sama Bang Hyunjae dulu, Bang.”

“Dia gak akan bertahan sama lo.”

Detik berikutnya, keduanya terdiam dalam keheningan.

Karena Changmin baru saja melayangkan tamparannya pada wajah Sunwoo.

Rasa sakit bercampur panas menjalar perlahan di wajah Sunwoo. Tanpa berlama-lama, Sunwoo kembali mengemudikan mobil dan melanjutkan perjalanan pulang mereka.

Dalam diam dan dengan napasnya yang memburu, Changmin turut merasakan rasa sakit. Tangannya meremas baju bagian atasnya, berusaha untuk melawan rasa sesak yang timbul di dadanya.