Weekend yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba.
Chanhee sudah menyelesaikan ujiannya sejak sore tadi, jauh lebih cepat dari yang Chanhee perkirakan sebelumnya. Setelah mandi dan berganti baju, Chanhee kembali membaringkan dirinya di atas kasur.
Suara ketukan pintu dari luar membuat fokus Chanhee terpecah. Ketika dibuka, nampaklah sosok Eric yang baru selesai mandi sore. Bedak putih berantakan di wajahnya dan wangi harum minyak telon yang menguar membuat Chanhee refleks berjongkok dan mencubit pipi Eric dengan gemas.
“Kak Nyu, kakak mau kemana? Kok pakai baju bagus?”
Senyuman tipis terlukis di wajah Chanhee.
“Kakak mau main keluar sama abangnya Nunu nanti malem. Eric masih inget kan sama abangnya Nunu?”
Anggukan kecil diberikan Eric untuk pertanyaan Chanhee.
“Nunu ikut juga, Kak?”
Chanhee menggelengkan kepalanya, tangannya kini berpindah untuk mencubit hidung mungil si adik sepupu.
“Kenapa nanyanya gitu? Eric mau ikut juga ya kalau tau Nunu ikut kakak sama abang jalan-jalan?”
Yang ditanya malah membuang wajahnya, pipinya yang merona kembali menjadi korban serangan dari jari-jemari lentik milik Chanhee.
“Cieeeee. Nanti ya, kalau Nunu ikut kakak sama abang jalan-jalan, kakak juga pasti bakalan ajak Eric!”
Eric menengadahkan kepalanya ke atas, menatap Chanhee dengan penuh harap.
“Janji ya, Kak?”
“Mhm, kakak janji sama Eric!”
Deru mesin motor Royal Enfield Classic 500 Stealth Black yang khas membuat Chanhee dan Eric saling menatap satu sama lain. Eric segera berlari menuju jendela, mengintip keluar sambil menyibakkan tirai dengan sebelah tangannya.
Dalam hitungan detik, Eric kembali berlari ke arah Chanhee. Menuntunnya untuk ikut mengintip di jendela.
“Kak Nyu, itu abang Changmin kan?”
Di luar rumah, Changmin sedang melepaskan helm full face-nya seraya turun dari motor setelah menaruh standarnya. Tangan kanannya bergerak untuk mengacak rambutnya asal.
Tak lama kemudian, handphone Chanhee berdering. Dengan setengah berlari, Chanhee menggerakkan kakinya kembali menuju kamar. Mengangkat panggilan masuk dari Changmin dan memberitahunya bahwa Chanhee akan keluar dalam beberapa menit.
Setelah berpamitan dengan Eric (yang terus-terusan memberikan tatapan meledek), Chanhee berjalan keluar untuk menuju Changmin.
Derap langkah kaki yang mendekati dari belakang membuat Changmin membalikan badannya, tersenyum manis ketika Chanhee mengangkat sebelah tangannya ke atas dengan malu-malu.
“Hai, Min.”
“Hai juga, Hee. Udah siap kan? Kita berangkat langsung, ya?”
Setelah duduk dengan posisi nyaman dan memakai helm yang diberikan oleh Changmin, Royal Enfield kebanggaan Changmin pun mulai meluncur menerobos jalanan ibu kota.
Perjalanan menuju destinasi rahasia itu berlangsung dalam diam, baik Chanhee maupun Changmin belum ada yang mengeluarkan sepatah kata pun setelah mereka berdua meninggalkan rumah Chanhee.
Di lampu merah, Chanhee bingung harus meletakkan tangannya di mana. Menyadari hal tersebut, Changmin meraih tangan Chanhee satu persatu dan membuat lengan Chanhee melingkari perutnya.
Senyuman penuh kemenangan tercetak di wajah Changmin tatkala pantulan Chanhee yang tersipu malu tertangkap oleh kaca spionnya.
Dinginnya udara malam kian terasa ketika Chanhee akhirnya menyadari bahwa tempat tujuan mereka berada di daerah Dago Atas. Entah mendapat keberanian darimana, Chanhee mengeratkan pelukannya di pinggang Changmin.
Merasakan detak jantung Changmin yang seolah beradu cepat dengan detak jantung miliknya.
Laju motor Changmin mulai melambat ketika mereka sudah memasuki area parkiran. Chanhee dengan sigap melepaskan pelukannya ketika mesin motor sudah dimatikan oleh Changmin.
Keduanya berjalan beriringan untuk mencari tempat duduk. Spot yang terpilih adalah spot duduk di pojok atas dengan pemandangan kilau cahaya dari Kota Bandung pada malam hari.
Kencangnya angin malam membuat Chanhee menggunakan jaket kulit miliknya untuk menutupi bagian kakinya yang terekspos. Dalam hatinya, Chanhee merutuki kebodohan dirinya yang memilih menggunakan celana pendek di malam hari.
Bak di film-film, Changmin segera melepaskan jaket kulitnya dan menyampirkannya di kedua bahu Chanhee. Membuat Chanhee menoleh ke arahnya dengan sorot mata penuh kebingungan.
“Takutnya nanti kamu masuk angin, Hee. Bisa-bisa aku enggak direstuin sama calon mertuaku kalau anaknya sampe sakit habis diajak jalan.”
Chanhee memutar bola matanya malas sambil menyesap hot vanilla latte miliknya.
Abangnya Nunu ini.. memang sudah tersertifikasi sebagai buaya, ya?
Setelahnya, keduanya kemudian kembali larut dalam keheningan malam.
Kerlip bintang yang bertaburan, hawa dingin yang kontras dengan panasnya minuman, serta keberadaan Changmin di sebelahnya seolah membuat stress yang Chanhee rasakan karena ujian tadi sore menguap seketika.
Changmin tak banyak bicara malam itu. Dirinya sengaja menahan diri, membiarkan Chanhee menikmati ketenangan yang disajikan oleh alam sekitar.
Dengan Chanhee berada di sisinya, itu saja sudah lebih dari cukup bagi Changmin.