Etika Bermain di Meja Casino: Online & Offline

Perjudian, khususnya kasino, adalah topik yang selalu menimbulkan kontroversi hangat di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, prinsip-prinsip religius sangat mempengaruhi kebijakan hukum mengenai judi. Pada dasarnya, Buku Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian secara eksplisit melarang semua bentuk perjudian di Indonesia. Ini meliputi bukan hanya kasino darat, namun juga bahkan perjudian daring.

Walaupun demikian, sejarah mencatat bahwa Indonesia dulu memiliki periode di mana kasino berjalan secara resmi dan menyumbang kontribusi besar terhadap pendapatan daerah Bandarq Pkv, terutama di era Gubernur Ali Sadikin di Jakarta. Wacana legalisasi kasino juga sering muncul kembali, disokong oleh alasan potensi ekonomi luas yang bisa dihasilkan.

Pada masa Gubernur Ali Sadikin, ibu kota pernah pusat lokasi kasino yang diregulasi dan diawasi oleh pemerintah. Pusat judi awalnya di Jakarta terletak di Kawasan Petak Sembilan, Glodok, yang kemudian kemudian disusul dengan kasino di Ancol. Maksud legalisasi kala itu adalah untuk mengatasi keterbatasan anggaran pembangunan kota. Tahun 1971, pemasukan Jakarta dari pajak judi sampai mencapai Rp 2 miliar, seperempat dari total pajak daerah. Dana ini digunakan untuk mengembangkan ragam infrastruktur penting seperti jembatan, jalan, sekolah, serta rumah sakit. Kendati demikian, periode kejayaan kasino legal tersebut tak berlangsung lama.

Pada 1974, pemerintah pusat mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 yang secara mengharamkan semua bentuk perjudian di segenap Indonesia, mengakhiri kegiatan kasino-kasino yang telah legal. Meskipun begitu, riwayat ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi dari industri kasino bukanlah sesuatu yang hal baru dalam diskusi di Indonesia.

Pelarangan judi di Indonesia didasarkan pada nilai-nilai agama dan moral Pancasila, yang menganggap menilainya membahayakan kehidupan dan mata pencarian masyarakat. Namun, kenyataannya di masyarakat memperlihatkan bahwa judi tetap marak berlangsung secara sembunyi-sembunyi, khususnya dalam bentuk judi daring yang sulit sukar dikendalikan. Berdasarkan sejumlah studi, perputaran uang akibat judi online di Indonesia menyentuh triliunan rupiah setiap tahun, yang sebagian besarannya malah mengalir ke luar negeri.

Hal tersebut memicu lagi wacana pelegalan kasino, dengan argumen bahwa apabila dikelola secara resmi resmi dan terkontrol dengan baik, pusat perjudian bisa menjadi pendapatan penerimaan negara yang besar, seperti seperti yang terjadi di negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Para ahli ekonomi bahkan mengusulkan bahwa kemungkinan pemasukan dari kasino dapat menolong melunaskan utang negara, terutama jika diarahkan bagi warga negara asing (warga negara non-pribumi) atau dikembangkan dalam area ekonomi khusus (KEK).

Namun, wacana pelegalan kasino tak lepas dari tantangan dan keberatan serius. Sisi sosial dan moral menjadi utama. Kekhawatiran terbesar adalah potensi peningkatan kecanduan judi, melonjaknya kriminalitas, dan rusaknya tatanan sosial. Ekonom Syariah dari IPB University, Dr. Khalifah Muhammad Ali, menekankan bahwa pelegalan kasino bukan hanya berpotensi dari segi ekonomi, melainkan juga sosial dan budaya, dan juga dapat mengikis citra wisata halal Indonesia yang telah telah diakui secara global.

Para oposisi juga berpendapat berpendapat bahwa pendapatan negara seharusnya berasal dari optimalisasi sektor produktif, bukan dari kegiatan yang dapat menjerumuskan masyarakat ke ke dalam kemiskinan dan problem sosial. Oleh karena, meskipun potensi ekonomi kasino terkesan menjanjikan, otoritas Indonesia dihadapkan pada pilihan sulit antara dua pilihan mendapatkan keuntungan ekonomi serta menjaga prinsip-prinsip kemasyarakatan dan juga etika masyarakat.