Jio, maaf saya baru datang

Setelah menempuh penerbangan selama 8 jam akhirnya pesawat Jendral berhasil mendarat tepat pukul 08.00pm di bandara.

Syukurnya Jendral tadi berhasil mendapatkan tiket terakhir dari pesawat yang ia tumpangi jadi ia bisa sampai ke Indo hari ini juga.

Hal pertama yang ia lakukan adalah menunggu bagasinya, karena tiket yang ia dapatkan adalah bisnis class jadi pengantrian belt conveyornya tak begitu lama.

Setelah koper hitam miliknya sudah berhasil ia bawa kemudian dilakukan pengecekan ulang seluruh barang bawaannya oleh pihak bandara.

Jendral langsung memesan taxi bandara yang bisa mengantarnya ke rumah detik ini juga.

Berapapun ia siap membayarnya asal ia segera sampai dirumah.

Karena kepulangannya yang mendadak tak ada yang menjemputnya.

Semua orang sibuk menjaga Jio yang tengah demam dirumah.

Tak apa itu lebih baik untuk Jendral dari pada orang rumah menjemputnya dan mengabaikan si cantik yang sedang sakit.

●●●

Salsa sudah berpamitan sejak sore tadi, jadi hanya tersisa keluarga Jio dan Jendral saja.

Jioza sudah selesai memakan bubur buatan Nalen sebagai makan malamnya.

Semua orang sudah berusaha membuat Jio meminum obat sirupnya tapi tak kunjung ia lakukan.

“Jio kalau engga mau minum obatnya nanti di marahin Jeje loh” ucap Marquez.

“Jio minum obatnya ya, jadi cepat sembuh” bujuk Doni.

“Kalau Jio sembuh nanti diajak jalan sama Jeje loh” kali ini Tara yang membujuknya.

Masih belum mempan.

“Jio dengerin papa, kalau Jio engga mau minum obat nanti Jeje ga mau ketemu Jio”

Wajah Jio langsung sedih dan matanya berkaca-kaca tangan Doni sudah mencubit pinggang suaminya.

“Aw” Johan mengaduh

“Mana obatnya” ucap Jio langsung.

Trick Johan berhasil meski agak terlalu berlebihan.

Nalen langsung membawa sendok berisi obat mendekati Jio beserta air putih.

Jio meneguknya dalam sekali minum.

“Pahiitt” ucapnya.

Nalen langsung memberikan air putih padanya.

Setelah meminum obat Jio membuka ponselnya sebentar.

Ia sempat melihat tweet dari Jendral yang menandainya. Baru ia komen tapi Jendral sudah menyuruhnya meletakan ponselnya.

Wajah Jio merengut sambil memegang selimutnya.

“Papa, Jio mau peluk” ucap Jio manja.

Johan langsung naik ke atas kasur dan memeluk bayinya.

“Anak papa kenapa sayang kok cemberut gitu” ucap Johan.

“Om Jendral masih marah sama Jio padahal Jio udah minum obat kan” ucap Jio sedih.

“Mau papa pukul Jendralnya?” Tanya Johan bercanda.

“Papaaa” pekik Jio.

“Ga boleh jahatin om Jendralnya Jio” ucap Jio cemberut memarahi papanya.

“Hahaha bercanda bayi lucu banget sih” ucap Johan mencubit pipi Jio.

Tara, Jayden, Mark, Nana dan kedua orang tua Jio menunggunya di kamar sambil berusaha membujuk Jio segera tidur.

Doni mengusap punggung anaknya, ia belajar dari mengamati Jendral selama ini.

Usapan di punggung Jio kelihatannya berhasil.

Mata Jio sudah menyipit karena efek dari obat yang dibelikan oleh Marquez dan usapan Doni pada punggungnya membuat Jio perlahan tertidur.

Nafas halus Jio mulai terdengar dalam pelukan Johan.

Johan perlahan melepaskan pelukannya pada Jio dan ia selimuti anaknya agar Jio tidak menggigil kedinginan lagi.

Doni menyalakan lampu tidur Jio yang berwarna kuning remang.

Seluruh anggota keluarga langsung keluar dari kamar perlahan agar Jio tak terbangun.

Semuanya menuju ruang keluarga menunggu hingga Jendral datang malam ini baru setelahnya mereka pulang.

Tak lupa doni mematikan lampu utama kamar anaknya setelah semua mulai menuruni anak tangga.

Kamar Jio sudah gelap hanya lampu tidur yang menyala.

Jujur keluarga Aberald dan Antariksa sangat kewalahan menangani Jio yang sedang sakit.

Jio yang sakit seharian ini tanpa Jendral sangat rewel.

Jio yang sakit menjadi jauh lebih sensitif, manja dan mudah menangis.

Jendral perlu di acungi Jempol karena berhasil menenangkan Jio waktu itu, padahal membujuk Jio untuk minum obat saja sangat susah.

●●●

Jendral baru tiba di area komplek rumahnya.

“Ini ya pak” ucap Jendral memberikan beberapa lembar uang dan bergegas masuk kedalam rumahnya.

Jendral langsung berlari masuk hingga ruang keluarga.

“Jio di kamar kan” ucapnya pada keluarganya dan berlari menaiki tangga.

“Iya, adek lagi tidur jangan lari-lari nanti kebangun si adek” ucap Tara.

Jendral yang mendengar itu langsung memelankan langkahnya menuju kamar.

Tangan Jendral memutar gagang pintu kamarnya perlahan lalu membuka pintunya.

Krek suara pintu terbuka.

Jendral mendekat kearah kasur yang terdapat Jio diatasnya terbalut selimut tebal hingga menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala.

Jendral mendekat melihat secara langsung si cantik dari dekat.

Pucat, pipinya memerah, hidung bangirnya pun ikut memerah.

Tangan Jendral mengusap rambut Jio pelan agar Jio tidak terbangun dari tidur sekarang.

“Bayi, maafin ya saya baru datang” ucapnya mendekat dan mengecup kening suami kecilnya.

Sebelum menaiki kasur untuk memeluk Jio dan tidur bersama, Jendral memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.

Tubuh Jendral sudah sangat lengket karena keringatnya.

Sejak membaca chat terakhir Jio ia berpamitan dengan kliennya dan segera berlari mencari taxi yang bisa membawanya ke hotel dan segera kebandara.

Apapun ia lakukan demi bisa pulang detik itu juga, bersyukurnya masih ada 1 tiket dari maskapai penerbangan yang ia naiki tadi.

Tubuh Jendral benar-benar gerah karena berlarian seharian jadi ia memutuskan masuk kamar mandi dan membersihkan tubuhnya agar Jio nyaman selama ia peluk nanti.

●●●

Jioza terbangun saat mendengar suara gemercik air shower yang dari kamar mandi.

Suaranya sedikit menembus keluar samar-samar karena sakit Jio jadi sangat sensitif pada bunyi apapun.

Jio bukan merasa terganggu, ia malah senang tandanya Jendral sudah datang.

Kakinya turun dari kasur kemudian bergerak gontai mendekat kepintu kamar mandi.

Jio menyandarkan kepalanya yang terasa berat dan pusing pada dinding dekat pintu kamar mandinya.

Klik

Pintu kamar mandi terbuka memperlihatkan Jendral yang sudah menggunakan kaos dan boxer tak lupa handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.

“Om Jendral” rengek Jio manja setelah melihat suaminya berada dihadapannya.

Jio yang pusing langsung mengalungkan tangannya pada leher Jendral untuk menjadi tumpuannya berdiri.

“Kok bangun sayang? Maaf, saya ganggu Jio tidur ya” ucap Jendral membalas pelukan Jio.

Tangan Jendral melingkar dengan pas pada pinggang ramping Jio.

Kepala Jio ia sandarkan pada bahu Jendral sebab kepalanya sangat pusing.

Dalam posisi berdiri ini Jio mengeratkan tubuhnya mendusal mendekat pada leher Jendral.

“Hmmm” Jio menghirup wangi Jendral yang sudah ia rindukan.

Hembusan napas hangat Jio pada lehernya membuat Jendral merinding.

Jioza tiba-tiba menjilati leher Jendral dengan lidahnya.

“Ngghh.. sayang” lengguh Jendral karena lidah hangat suaminya menyapu lehernya seperti seekor kucing yang bertemu tuannya.

“Sayang udah ya jilatnya” ucap Jendral berusaha menghentikan Jio.

“Kenapa?” Jio langsung cemberut.

“Jio suka, om Jendral wangi” sambungnya

“Iya tapi jangan di Jilati sekarang ya cantik” ucap Jendral mengecup pipi merona Jio.

Pipi Jio sangat merah dengan ujung hidungnya yang tak kalah memerah.

Mata Jio sejak tadi berair karena panas menjalar sana juga.

“Kalau engga boleh jilatin leher, Yoya mau gendong” ucapnya lembut di hadapan Jendral.

Jendral terkekeh mendengar bayinya yang langsung ingin ia manjakan sekarang.

Tubuh Jio yang berada dalam pelukannya langsung ia gendong menuju kasur agar si cantik segera kembali tertidur.

“Jio engga mau bobok” ucap Jio menggeleng lucu dalam gendongan Jendral.

“Jio mau apa dong kalau gitu?” Tanya Jendral lembut.

“Yoya kangen sama om Jendral, udah lama engga peluk” Jio tiba-tiba menangis dalam gendongan Jendral.

“Sayang kok malah nangis, saya kan udah disini Jio bisa peluk sepuasnya” ucap Jendral

Jendral duduk di pinggiran kasur memangku Jio sambil tangannya mengusap punggung Jio.

“Yoya mau kiss boleh?” Tanyanya

Jendral langsung tersenyum gemas, bagaimana ia bisa menolak Jio.

“Boleh sayang, lakukan sesuka Jio” ucap Jendral.

Jio langsung mencium bibir Jendral secara acak dan bergerak gelisah diatas pangkuan Jendral.

“Sayang jangan banyak gerak” ucap Jendral memegang pinggang Jio agar lebih tenang di atas pangkuannya.

Kalau terlalu banyak bergerak juga berbahaya bagi adiknya di bawah sana.

Setelah Jio menghisap bibir Jendral ia puas dan tersenyum melepaskannya.

“Om Jendral, adek mau cerita boleh engga” ucap Jio menunggu jawaban Jendral

“Boleh, cantik mau cerita apa hari ini?” Tanya Jendral mengusap pipi Jio yang ada dalam pangkuannya.

“Janji engga marahin Jio” ucapnya memberikan kelingkingnya.

Jendral ingin tertawa melihat Jio yang menggemaskan seperti anak kecil.

Jendral akhirnya memberikan jari kelingkingnya dan ia tautkan pada jari kelingking Jio.

“Pinkie promise” ucap Jendral.

“Okey, jadi Jio mau jujur kalau Jio selama beberapa hari ini bohong saya om Jendral. Selama om Jendral di Jepang Jio sebenarnya banyak nangis tau. Maaf ya om Jendral” ucap Jioza mengakui kebohongannya kemarin

“Jio sebenarnya nangis banyak sampai susah berhentinya, mata Jio sampai bengkak” sambungnya menceritakan apa yang terjadi sambil memajukan bibirnya.

“Iya sayang, saya tau kok” ucap Jendral mengecup pipi Jio.

“Makasih ya udah jujur sama saya” ucap Jendral memeluk Jio lebih erat dan mengusap punggungnya.

“Ayo tidur sayang” ajak Jendral.

“Om Jendral, Yoya mau makan boleh engga?” Tanyanya pelan.

“Emang tadi cantik belum makan?” Jendral bertanya serius sebab sekarang sudah jam 9 dan Jio ingin makan, apa tak ada yang bisa memberi Jio-nya makan sejak tadi.

Kalau sudah sakit begini Jio akan sangat manja dan rewel, hanya Jendral yang bisa membuatnya menurut dengan satu kalimat.

“Udah makan bubur tadi dikit terus minum obat, tapi Yoya mau di suapin om Jendral puding ya” ucapnya membulatkan matanya lucu.

“Yaudah kita turun kebawah ya bayi” ucap Jendral.

Jio mengangguk-anggukan kepalanya.

Jendral langsung berdiri pelan agar Jio tetap berada dalam gendongannya.

Dagu Jio bersandar pada bahu Jendral selama menuruni anak tangga.

“Jeje kok adek di bangunin sih” kesal Tara

Pasalnya membuat Jio tidur sangat sulit bagi semua orang hari ini

“Jeje engga bangunin, bayi mau di suapin puding bubu” ucap Jendral

“Bubu, om Jendral engga bangunin adek kok cuma adek mau mam puding” ucapnya serak.

Jendral membuka kulkas, dan mengambil 1 cup puding milik Jio.

“Jio mau nonton” ucap Jio.

Jendral menuruti apa saja mau si cantik.

“Habis nonton tidur ya” ucap Jendral lembut menggendong Jio menuju sofa ruang keluarga yang di sana terdapat TV juga.

“Aduh papa jadi nyamuk ni sekarang karena udah ada Jeje” ledek Johan pada anaknya.

“Papa ihhh Jio kan kangen om Jendral udah berhari-hari Jio nahan kangen sampai nangis tau” ucapnya mengerucutkan bibirnya.

“Yaudah Jio mau nonton apa?” Tanya Tara

“Jio mau nonton COCO” ucapnya semangat.

Jendral sudah tidak bisa menahannya Jio terlalu menggemaskan.

Jendral mengecupi seluruh wajah Jio yang tengah duduk di pangkuannya.

“Om Jendral, Jio mau nonton sambil makan puding” ucapnya meminta Jendral menghentikan semua kecupannya.

Jujur seluruh anggota keluarga melihatnya dan ikut gemas.

Filmnya sudah terputar tapi Jio tak bisa menonton karena Jendral terus memberikan kecupan pada seluruh detail wajahnya.

“Aduh, udah deh habis ini kita bakalan liat Jio di ciumin tiap saat lagi” ledek Marquez membuat semua orang terkekeh.

“Om Jendral udah ciumnya” Jio mendorong bahu Jendral agar tak menciumnya terus.

Jendral tak menggubris dan terus mencium Jio hingga ia puas.

“Om Jendral ihhh udah” Jio berusaha mendorong bahu Jendral untuk melepaskannya.

Nihil. Jio yang tengah sakit tak kuat melawan Jendral.

“Om Jendral, udah. Jio belum mandi pasti bau” ucapnya cemberut.

“Siapa yang bilang bayi saya bau? Orang Jio wangi gini” ucap Jendral mencium leher hangat Jio.

“Ngghh.. om Jendral” ucapnya

“Iya sayang?” Tanyab Jendral lembut.

“Jio mau nonton Miguel” ucapnya.

Jendral mencium bibir Jio sekali lagi, entah dalam satu jam ini berapa banyak kecupan yang ia bubuhkan pada Jio suami kecil yang sangat ia rindukan.

“Udah, ayo nonton” Jendral melepaskan pelukannya pada pinggang Jio.

Jio memutar tubuhnya menghadap TV dan menonton animasinya sambil sesekali Jendral menyuapinya puding hingga habis.

Tangan Jendral yang sudah selesai menyuapi Jio tak kunjung memeluknya lagi membuat Jio mencebikan bibirnya.

“Om Jendral” panggilnya.

“Iya cantik kenapa?” Tanyanya lembut.

“Kenapa engga peluk Jio lagi?” Tanyanya menghadap belakang menatap Jendral.

Mata Jio berkaca-kaca.

Jio mengabaikan tontonannya dan berbalik badan lagi memeluk Jendral.

“Hiks” Jio menangis dipelukan Jendral.

“Sayang kok nangis” ucap Jendral panik.

“Jio mau peluk, engga mau nonton lagi” ucapnya sesenggukan.

“Sayang nonton aja lagi saya peluk kok” ucap Jendral.

“Jio engga mau nonton, mau om Jendral peluk aja” tangisan Jio semakin kencang.

Jendral panik mengusap punggung Jio lembut agar si cantik jadi lebih tenang dan menghentikan tangisannya.

“Bubu, om Jendral engga sayang Jio” Jio mengadu pada Tara tangis Jio semakin kencang.

Jendral semakin mengeratkan pelukannya dan mengusap punggung Jio pelan.

“Bayi, saya sayang banget loh sama Jio. Ini saya peluk, ayo nonton lagi” ucap Jendral menenangkan Jio.

“Beneran sayang Jio?” Tanya Jio masih dengan air mata yang mengalir.

Cup

“Beneran” ucap Jendral.

Tangannya bergerak menghapus titik air mata Jio.

“Udah ya sayang jangan nangis” ucap Jendral.

Jio mengangguk-angguk.

Jio benar-benar sangat sensitif hatinya kalau sedang sakit, semut tak sengaja tertinjak aja bisa membuatnya menangis.

Dagu Jio langsung bersandar di bahu Jendral.

Jendral mengecupi bahu Jio karena Jaket yang Jio kenakan tanpa dalaman kaos membuat bahu indahnya terekspos.

“Ayo itu Miguelnya lagi main gitar Jio engga mau nonton” ucap Jendral.

Jio menggelengkan kepalanya.

“Engga, Jio mau dipeluk aja” ucapnya.

“Aduhh, kita pamit pulang dulu ya, mesra-mesraan deh kalian” ucap Doni.

“Jendral jangan langsung digas ya adek lagi sakit, tunggu sembuh dulu” ucap Tara meledek Jendral.

Semua langsung tertawa mendengar penuturan Tara karena mereka paham maksudnya.

“Pappaiii, makasih udah jagain Jio seharian” Jio melambaikan tangannya.

“Jio tidur yok sayang” ucap Jendral.

“Ayok, om Jendral pasti capek ya baru pulang udah gendong Jio” ucap Jio sedih.

“Maafin Jio ya, Jio jalan aja naik kekamarnya” sambung Jio.

Sebelum Jio turun dari pangkuan Jendral, ia langsung mengangkat tubuh Jio.

“Om Jendral adek berat nanti makin capek”

“No, Jio ringan kayak kapas” ucap Jendral mengecup pipi tembam Jio.

Pipi Jio yang sudah memerah karena demam jadi semakin merah dan menjalar keseluruh wajahnya.

Jio menyembunyikan wajah memerahnya pada ceruk leher Jendral.

“Kok sembunyi saya kan mau liat si cantik” goda Jendral

“Pipi Jio panas, malu” ucapnya.

“Mana sini kiss dulu baru saya mau jalan” ucap Jendral.

Jio langsung mengecup bibir Jendral cepat dan kembali bersembunyi ke ceruk leher Jendral.

Kaki Jendral melangkah menaiki anak tangga membawa Jio kekamar.

●●●

“Om Jendral, Jio kangen banget” ucapnya.

“Saya juga kangen bayi cantik” ucap Jendral membelai wajah Jio yang terbaring di sebelahnya.

Jio bergeser semakin dekat pada Jendral. Wajah hangatnya ia dusalkan pada leher Jendral.

“Wangi, Jio kangen wangi om Jendral” ucapnya.

Jendral mengusap punggung suami kecilnya yang berada dalam pelukannya.

Hembusan nafas Jio yang hangat pada lehernya membuat Jendral cukup merinding.

Setelah beberapa saat barulah Jio mulai terlelap.

Jendral terus mengusap sambil sesekali mengecup kening Jio hingga ia mengantuk karena hangatnya nafas Jio yang menyapu lehernya.