Abang Go-Food Ganteng
Hari jumat merupakan hari kesukaannya Aruna nomor satu. Hanya di hari jumat murid-murid dipulangkan lebih awal, sehingga Aruna bisa lebih cepat sampai rumah dan bisa berleha-leha lebih lama dari hari-hari biasanya. Selain itu, Abang Aska pulang pada hari jumat setiap minggunya— hal yang paling ditunggu Aruna. Happy Friday, Happy Aruna!
Namun, untuk hari jumat kali ini sedikit berbeda. Ayah memutuskan untuk mengambil cuti kerja dan menemani Buna untuk pergi menginap di Bandung selama tiga hari—mengurus Ibu dari Buna (Nenek) yang sedang sakit.
Suara gemuruh dari dalam perut Aruna pun mulai terdengar, tanda ia mulai kelaparan. Seingatnya, ia hanya memakan satu bungkus plastik batagor beserta susu kotak rasa stroberi kesukaannya tadi pagi. Di rumah pun tidak ada makanan, Buna dan Ayah pergi pagi-pagi sekali setelah mengantar Aruna ke sekolah sehingga tidak sempat untuk memasak makanan untuk makan siang dan makan malam Aruna.
“Cantiknya Ayah, nanti siang beli makanan aja dulu ya, Dek, di dekat sekolah atau kamu go-food aja, nanti uangnya Ayah transfer. Harus makan ya, Dek, jangan sampai enggak.” Begitulah perintah Ayah sebelum Aruna turun dari mobil dan memasuki lingkungan sekolahnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, memang tidak salah bila hari jumat itu adalah hari berkah. Laki-laki yang digadang-gadang tengah dekat dengan Aruna ini tiba-tiba mengirimkan pesan, berniat membelikan Aruna salah satu makanan kesukaannya, tepat di hari ini, hari jumat.
“Abangnya udah sampe tuh. Ambil yaaa ke depan.”
Sesaat setelah Aruna mendapatkan chat tersebut, ia bergegas turun untuk menemui abang go-food dan mengambil makanan yang telah dipesan oleh Abang Farhan.
Aruna berlari kecil—khawatir membuat abang go-food menunggu terlalu lama— seraya menggenggam uang pecahan lima ribuan di tangan kanannya, “Abang, maaf ya jadi nunggu, ini tip— LOH ABANG FARHAN?” pekik Aruna sebab yang dilihatnya bukanlah seorang abang go-food melainkan seorang laki-laki yang telah mengisi hari-harinya beberapa bulan belakangan ini.
“Ini pesenannya ya neng, ayam richeese level 2, gopaynya udah dibayar kok neng sama pacarnya.”
“Bhuahahaahaha.” Aruna pun tertawa lepas setelah mendengar penuturan Farhan yang menurutnya sangat mendalami peran sebagai abang go-food.
“Kok ketawa?” tanya Farhan seraya menatap Aruna bingung.
“Abang mirip banget sama abang go-food, cocok bang, approved deh dari aku,” jawab Aruna sambil mengacungkan dua ibu jarinya.
“Songong. Nih ambil buruan ayamnya, tangan abang pegel tau. Eh tunggu— ada syaratnya.”
“Apaaaa ih buruan aku laper.”
“Gopaynya udah dibayar tadi sama pacarnya.”
“Ya, terus?”
” ... “
” ... “
” Berarti ini Adek ngeiyain kalo Abang pacarnya Adek?”
“Hah?”
“Adek, ini Abang nanya ke kamu loh.”
” ... “
“Kalo Adek ambil ayamnya terus nyuruh Abang masuk, berarti Adek mau ya jadi pacar Abang. Tapi kalo adek ambil ayamnya terus langsung nutup pintunya, ya Abang pulang aja ke Jakarta, berarti Adek nolak Abang,” tutur Farhan panjang lebar yang membuat Aruna semakin bingung. 'Abang Farhan ngomong apasih?' . Ya kira kira begitulah kata Aruna dalam hati.
“Aduh Abang aku kebelet pipis ... aduh Abang buruan masuk dulu ... aduh masuk sendiri ya Abang buruan taro ayamnya di meja aja aku udah kebelet banget plis ... JANGAN LUPA TUTUP PAGERNYA ABANGGG,” teriak Aruna dari kejauhan— yang sudah lebih dulu memasuki rumah karena kebelet pipis— dan membiarkan Farhan sendirian di depan pintu pagar, masih dengan sebungkus ayam richeese di tangan kanannya dan helm dengan corak hitam dan merah yang masih bertengger di kepalanya. Farhan dibuat tak percaya dengan tingkah laku Aruna barusan. 'Bisa-bisanya ini anak ninggalin gua lagi begini, mana lagi ngomong serius. Hidup gua emang sebercanda itu ya? Ini Aruna nolak gua apa nerima gua sih?' batin Farhan seraya menampilkan wajah murungnya.
“Hehehe maaf.”
“Udah ke toiletnya?” Karena kebingungan, akhirnya Farhan pun menuruti omongan Aruna untuk masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu— tidak lupa menutup pintu pagar rumahnya juga.
“Udah hehe.” Aruna pun menggaruk pelan tengkuknya yang tak gatal itu.
“Eh iya aku baru sadar kok Abang sendirian ke sini? Abang Aska mana?” lanjut Aruna memecah kecanggungan diantara mereka.
“Nanti Aska agak maleman, Dek. Udah buru sini makan, tadi katanya laper. Udah cuci tangan belom?”
“Udahhh. Abang makan juga sama aku sini.”
“Kan Abang tadi udah sama Jendra.”
“Ohh iya.”
Aruna segera memakan ayam richeese yang telah dibeli Farhan, keheningan pun mulai menyeruak kembali diantara mereka.
“Adek.”
“Iya?”
“Hmm ... soal yang tadi ... Abang tanya ... gimana?”
Aruna terlihat berpikir, “emang Abang suka sama aku?”
“Daridulu Adeeeekkk.”
“Daridulu? Bukannya dulu Abang sempet punya pacar?”
“Bohong.”
“Gimana?”
“Abang bohong. Sesya bukan pacar Abang. Itu ... karena Abang mau nyoba move on dari kamu hehe karena kamu udah sama Hisyam. Jadi Abang pura-pura ngeiyain kalo Sesya pacar Abang.”
“Please H word dilarang.”
“Hahahaha oke oke. Terus gimana, Dek?”
“Gimana apanya, Bang?”
“Ih kamu mah masa Abang harus ngomong berulang-ulang sih Aruna yang cantikkk?”
“Hahaha iya iya aku bercanda. Abang, abang tuh emang orangnya enggak peka banget ya atau cuman pura-pura enggak peka?”
“Maksudnya?”
“Abang kan udah masuk ke rumah aku. Tadi syaratnya apa?”
“Kalo kamu ambil ayamnya terus nyuruh Abang masuk, berarti kamu mau jadi pacarnya Abang?”
“Nah itu.”
“Hah ... ini ... serius dek ... kamu .... SERIUS?”
“Iyaaaa. Satu rius dua rius sagitarius.”
“Wow ... ini mah fix Abang nginep!!!!”
“Dih mau ngapain nginep nginep. Emang Abang Aska udah bilang oke?”
“Oke enggak oke pokoknya harus oke. Abang mau first date sama Adek besok fix enggak bisa diganggu gugat,” ucapnya sambil memeluk Aruna dari samping. Aruna pun hanya bisa tertawa melihat kelakuan Abang— hmm pacarnya yang luar biasa (ab)normal ini.
“Dih rapi amat lo Han. Mau kemana? Pulang?” tanya Aska yang sedang menonton televisi di ruang tengah kepada Farhan. Farhan tidak main-main saat berkata bahwa ia ingin menginap, dan akan melaksanakan first datenya dengan Aruna keesokan harinya—yang berarti hari ini.
“Enggak. Mau nge-date lah sama pacar gua.”
“Gak usah banyak gaya. Lo kan jomblo.”
“Cih siapa bilang gua jomblo.”
“Lho? Adek kok udah rapi juga? Mau kemana?” Kali ini Aska bertanya kepada Adik kesayangannya yang sudah terlihat rapi dengan mengenakan blus panjang berwarna abu-abu dan celana jeans berwarna hitam.
“Mau nge-date lah sama pacar adek.”
“Hah?” Aska pun dibuat keheranan dengan dua orang manusia didepannya ini.
“Tunggu tunggu. Ini maksudnya gimana sih? Kalian ... jangan bilang .... eyyyy enggak kan?” kata Aska, memastikan bahwa apa yang ada di dalam pikirannya tidaklah benar.
“Yaudah Adek berangkat dulu ya, Bang,” kata Aruna berusaha meninggalkan Aska dalam kebingungannya.
“STOP!! ABANG IKUT!”
“Ih enggak boleh Adek mau nge-date!!”
“Han, ini lo beneran pacarin Adek gua?”
“Hehehe.”
“Kapan anjir lo nembaknya?? Kok gua enggak tau?”
“Kemaren. Udah ah jangan banyak tanya. Gua izin bawa pacar gua ya—eh adek lo maksudnya. Entar gua pulangin, tenang aja.”
“Gak gak gak. Gua mau ikut pokoknya!!”
“Ah Abang mah jangan rusuh kenapa sih. Jaga rumah aja enggak usah ikut.”
“Abang ikut atau Abang enggak bolehin kamu keluar?”
“Ish terserah deh.”
“Rusuh banget anjing lo Aska.”
“Bodo. Tunggu gua ganti baju dulu. Kita naik mobil aja.”
“Aska mana, Dek?”
“Abang Aska katanya yang beli minum sama popcornnya, Bang.”
“Oh yaudah. Mbak, Venom yang jam 15:30 ya,” kata Farhan kepada Mbak penjaga loket karcis bioskop.
“Oke baik, Kak. Untuk berapa orang?”
“3 orang Mbak.”
“Oke, Kak. Film Venomnya 3 tiket di jam 15:30 ya. Silakan dipilih tempat duduknya. Yang berwarna hijau yang masih available.”
“Adek, kamu mau duduk di sebelah mana?”
“Di G10, G11, G12 aja, Bang.”
“Oke di G10, G11, G12 ya. Totalnya jadi Rp150.000,00. Abang adek ya, Kak? Lucu banget mukanya mirip hehe.”
“Hah? enggak, Mbak. Ini pacar saya,” jawab Farhan seraya mengalungkan lengannya pada pundak Sang Pacar yang terlihat mulai mengerucutkan bibirnya. Iya, Aruna bete.
“Oh hehe maaf, Kak. Ini tiket venomnya jam 15:30, di theatre 1 ya. Terima kasih.”
“Makasih ya, Mbak.”
Tanpa Aruna dan Farhan sadari, sudah ada Aska yang berdiri disamping Aruna, menahan tawanya setelah mendengar perkataan Mbak penjaga loket kasir tadi, “yhaaa padahal udah jadian, tapi masih dikira Abang – Adek, kasian deh,” ledek Aska.
“Diem deh Abang. Tau gitu enggak usah diajak aja ini orang ih nyebelin banget.”
“Diem lo Ska. Entar Adek lo bete nih.”
“Yaelah anying lo berdua, beneran nyamuk banget gua.”