Halo Kota Hujan

Jam kosong atau yang biasa disebut dengan free class oleh anak-anak zaman sekarang merupakan waktu yang paling ditunggu oleh mayoritas anak sekolah, termasuk bagi ketiga anak Jakarta yang hobinya adalah selalu bertengkar ini. Jam kosong yang berakhir dengan dipulangkannya murid-murid lebih cepat dari waktu yang seharusnya membuat otak dari seorang jenius Ravenio Farhan Nandana bekerja lebih keras dan cepat daripada biasanya, memunculkan ide cemerlang yang dapat membuat sahabat-sahabatnya ini senang.

“Jen! Gua ada ide!!!” seru Farhan kepada Jendra dengan menunjukkan muka nan angkuh penuh bangga layaknya penerima penghargaan tahunan orang tercerdas sedunia sambil melipat tangannya di depan dada.

“Jangan aneh-aneh dah lo,” jawab Jendra ketus. Ia sudah sangat lelah menghadapi perilaku dan ide-ide ajaib sahabatnya yang satu ini.

“Aelah gitu banget. Dengerin dulu apaaaa,” rengek Farhan.

“Apaan cepet.”

“Kerumah Aska yuk. Jenguk. Lagi sakit kan anaknya.”

“Anaknya Aska sakit? Kapan nikahnya sama Ayya?”

“Ah anjing dongonya lebih-lebih dari gua ternyata. Askanya yang sakit.”

“Seriusan lo mau ke Bogor sekarang?”

“Iya serius lah. Mumpung kita pulang cepet, masih siang gini. Lo gak liat noh temen lo di belakang?”

“Siapa?”

“Si berbi. Ngelamun aja daritadi, galau sambil ngeliatin hpnya terus. Kayaknya chatnya gak dibales-bales Aska deh karena masih sakit. Tadi gua chat Aska juga gak dibales. Kata Aruna gak kuat pegang hp, pusing banget si Aska.”

Jendra pun langsung menengok ke arah belakang kursinya. Terlihat Ayya yang sedang menatap kosong ke arah handphone yang digenggam pada tangan kirinya sedang tangan kanannya ia pakai sebagai alas kepalanya untuk bersandar.

“Ayya,” panggil Jendra.

“Ayyaaaa. Woy!” Farhan pun ikut memanggil Ayya yang masih terlihat melamun tidak mengindahkan panggilan Jendra.

“Hmm?” jawab Ayya sambil menaikkan satu alisnya tanpa merubah posisinya sedikit pun.

“Mau kerumah Aska gak?” tanya Jendra.

Ayya pun segera bangkit dari posisi tidurnya, matanya terlihat berbinar. Tidak butuh waktu lama untuk Ayya menjawab pertanyaan Jendra tersebut.

“MAUU!!!!” jawab Ayya berteriak.

“Jangan teriak teriak dugong!!!” tegur Farhan.

“Ayukkkk! Berangkat sekarang!!!!” kata Ayya yang dengan cepat sudah menjinjing jaket dan tasnya lalu menarik tangan kedua sahabatnya ini untuk segera berangkat ke rumah Aska.

“Tuhkan liat tuh. Diajak ke rumah Aska aja langsung cerah banget mukanya, bahagia banget temen lo Jen,” kata Farhan sambil menunjuk ke arah Ayya yang sudah lebih dulu berlari ke parkiran sekolah mereka.

“Hahahaha iya kangen banget dia sama Aska. By the way kayaknya sahabat gua yang satu ini juga kangen banget sama adeknya Aska,” ledek Jendra sambil menaik-naikkan alisnya dan mengalungkan lengannya pada leher Farhan.

“Kan adek gua juga itu Jen,” jawab Farhan mengelak pernyataan Jendra.

“Alah gak usah alesan lo. Gua tau ya lo suka sama Aruna,” kata Jendra tidak percaya.

“Apaansih ya enggak lah. Ada-ada aja lo.”

Sepersekian detik kemudian yang pada awalnya Jendra hanya mengalungkan lengannya pada leher Farhan berubah menjadi memiting batang leher Farhan kuat.

“Anjing anjing Jendra lepas!”

“Ngaku gak lo. Suka kan lo sama Aruna,” kata Jendra sambil tertawa.

“Enggak! Apaansih orang enggak juga!” “Aaaakkk iya iya iya suka iya,” jawab Farhan pasrah, bila tidak, Jendra akan terus memiting batang leher Farhan hingga patah. Tenaga seorang Jendra itu tidak main-main. Kalau bisa Farhan daftarkan sekarang juga, ia akan mendaftarkan sahabatnya itu pada kompetisi tinju nasional.

“Anjing emang lo Jen,” keluh Farhan sambil mengelus lehernya pelan.

“Lo kalo gak digituin gak bakal ngaku Han.”

“Li kili gik digitiin gik bikil ngiki Hin,” cibir Farhan.

“IH CEPETAN DONG JALANNYA NANTI KEBURU SORE!!!” teriak Ayya.

“Tuh ayuk udah buruan Han. Entar keburu temen lo ngambek lagi,” kata Jendra sambil berjalan cepat ke arah parkiran meninggalkan Farhan yang masih menggerutu.


Kota hujan memang istimewa. Begitupun juga laki-laki yang memilih untuk hidup dan menetap disana, sama istimewanya. Dijuluki sebagai kota hujan pun bukan tanpa alasan, hal tersebut dikarenakan intensitas hujan yang tinggi dan turun secara tidak terduga. Selain itu, Kota Bogor berada di ketinggian 190-330 meter di atas permukaan laut, sehingga membuat cuaca di Bogor termasuk sejuk. “Suasana dan cuacanya sejuk banget, enak deh. Pantes ya Aska betah,” batin Ayya dalam hati sambil memperhatikan jalanan sekitar menuju komplek rumah Aska.

“Ayya, nanti kalo nikah sama Aska, tinggalnya disini aja, enak Yya, adem banget. Nanti kita tetanggaan, rumah lo sama Aska, rumah Farhan terus rumah gua. Biar kalo mau main kita gampang haha,” kata Jendra membuyarkan lamunan Ayya.

For your information, untuk perjalanan dari Jakarta – Bogor kali ini, Ayya memilih untuk berboncengan bersama Jendra dikarenakan Farhan yang masih sedikit mengambek karena kejadian di sekolah siang tadi.

“Hahahaha iyayaa. Seru kali ya Jen kalo nanti kita kayak gitu. Aamiinin dulu aja iya gak sih? Nanti kita beli rumah samping-sampingan, tapi disini! Biar ademmmmm.”

“Hahahaha aamiin!”


Aska adalah tipikal orang yang harus tidur dalam kondisi gelap. Oleh karena itu, tidak ada satu pun lampu yang menyala saat Ayya memasuki kamar milik Aska.

Aska sedang tidur. Bunda bilang kalau tadi sehabis makan siang, Aska meminum obatnya lalu terlelap. Ayya pun dengan hati-hati menghampiri Aska, tanpa suara, takut membangunkan tidur lelapnya. Dielusnya surai rambut coklat milik Aska pelan seraya menatap lekat segala sudut wajah Aska. Wajah dari seorang laki-laki istimewa yang sangat Ayya sayangi. Ayya memberikan usapan tangan yang lembut dan dengan rasa penuh kasih sayang pada segala sudut wajah Aska, dari mulai rambut, dahi, alis, hidung, pipinya. Ayya menyukai semua hal yang ada pada diri Aska, tanpa terkecuali. Laki-laki pertama dan satu-satunya yang telah berhasil mendapatkan hatinya dengan cara-cara unik dan sederhana namun syarat akan makna. Mungkin Aska tidak se-romantis laki-laki lainnya yang dapat dengan mudah memberikan kata-kata manis dan rayuan yang dapat menghidupkan kupu-kupu dalam perut wanita mana pun yang mendengarnya namun tidak lain hanyalah pemanis dan tipuan belaka. Aska mempunyai caranya tersendiri dalam membahagiakan kekasihnya.

Kamu tidak perlu berusaha menjadi seseorang yang sama sekali bukan dirimu hanya untuk mendapatkan perhatian dan menjadi kebanggaan orang lain. Jadilah diri sendiri. Mau bagaimana pun dirimu, kamu akan cukup dimata orang yang tepat. Dan bagi Ayya, Aska itu jauh melebihi cukup.

“Maafin aku ya Aska, kemarin-kemarin aku rewel terus ke kamu tanpa mau tau kalau ternyata kamu pun juga capek dan banyak hal yang harus dilakuin,” ucap Ayya pelan yang duduk di bawah lantai samping kasur Aska, menatap wajah Aska yang pucat pasi seraya mengelus surai rambutnya.

“Hng? Ayya?” gumam Aska lalu mengambil tangan Ayya pada puncak kepalanya dan menggenggam erat tangan Ayya dengan mata yang masih terpejam.

“Iyaa Aska ini aku Ayya,” balas Ayya mengelus tangan Aska.

”...ngan pe..gi,” racau Aska.

“Kenapa sayang?”

“Jangan......pergi,”

“Iya sayang aku disini. Aku gak pergi kemana-mana. Kamu istirahat aja yang banyak biar cepet sembuh oke jagoan!”

Aska pun mengangguk-anggukkan kepalanya pelan tanda menyetujui ucapan Ayya dan mengeratkan genggaman tangannya pada Ayya.

“Aska, aku enggak akan pernah ninggalin kamu, kecuali kamu yang nyuruh aku. Sekali pun suatu hari nanti aku berani buat ninggalin kamu, tolong benci aku Ska, benci aku seumur hidup kamu. Karena kalau aku sampai berani ngelakuin hal itu ke kamu, demi Tuhan, aku adalah orang paling bodoh di dunia ini karena udah menyia-nyiakan laki-laki sebaik dan setulus kamu.”