Crime Scenario (13)

Stella mengantar Ardi ke kantor polisi tempat Davin bekerja dan menyerahkan Ardi pada Davin, namun siapa sangka jika di sana ia bertemu dengan Jelang. Baik Jelang maupun Stella sama-sama kaget, Jelang juga enggak nyangka kalau Stella akan menangkap Ardi sendirian.

Dan saat ini keduanya sedang berada di rooftop kantor, Stella masih diam aja waktu Jelang mencoba mengajaknya bicara. Ya, Stella marah, dia ngerasa Jelang enggak mau mendengarkan ucapannya untuk pulih lebih dulu.

Jelang paham Stella khawatir, tapi rasa khawatirnya terhadap Istrinya sendiri itu juga jauh lebih besar. Jelang enggak mau Stella ada dalam bahaya sendirian, lagi pula ia paham sekali orang yang menjebaknya seperti apa.

“La,” panggil Jelang.

Stella masih bergeming, ia menatap lampu malam kota itu dari atas rooftop tanpa berniat menatap Jelang sedikitpun.

“Aku udah baik-baik aja, luka nya bahkan udah kering. Jahitannya juga udah enggak sakit lagi.”

Stella menghela nafasnya pelan, ia kemudian berbalik dan menatap wajah Suaminya itu. Jujur, tatapan Stella itu mengintimidasi. jika Jelang adalah tersangka, ia pasti sudah seperti di telanjangi dengan tatapan itu.

“Aku tuh gak bisa biarin kamu nyari tau sendirian, aku juga udah tau skenario kejahatannya kaya gimana. Aku kesini mau ngasih rencana buat nangkap bajingan itu,” jelas Jelang.

Stella masih bungkam, tapi matanya masih menatap Jelang lekat-lekat. Dan sekarang, perempuan itu mendekat ke arah Jelang membuat debaran di dada Jelang semakin tidak karuan. Selalu saja seperti ini setiap kali Stella dekat dengannya.

“Kamu tuh keras kepala,” ucap Stella kemudian.

“Kaya kamu kan?” Jelang terkekeh, ia berusaha mencairkan suasana.

“Kamu tau gak sih aku khawatir waktu Bapak telfon dan bilang kamu luka parah?”

Seketika senyum di wajah Jelang itu pudar, Stella benar-benar mengkhawatirkannya waktu itu.

“Aku takut luka kamu dalam sampai kena organ vital kamu, aku juga marah banget waktu tau kamu di serang napi di lapas.”

“Itu bagian dari rencana aku, La.”

“Itu konyol namanya!” sentak Stella.

Jelang menghela nafasnya pelan, ia mencoba lebih dekat pada Stella dan membawa jemari perempuan itu dalam genggamnya, walau awalnya Stella sempat menepis tangannya itu. Jelang enggak ingin menyerah, ia ingin maaf dari Istrinya itu.

“Aku minta maaf,” ucap Jelang pada akhirnya. “Aku emang konyol banget, La. Tapi kalo aku gak lakuin hal konyol itu, aku juga bakal sulit buat buktiin kalo aku gak salah. aku bisa mati di lapas kalau enggak keluar dari sana dengan cepat, La.”

“Dasar bodoh.”

“Um,” Jelang mengangguk. “Aku tau.”

“Jangan lakuin itu lagi,” Stella berjinjit dan memeluk Jelang, ia benar-benar mengkhawatirkan Suaminya itu.

Awalnya Jelang ragu untuk memeluk kembali pinggang Stella, sampai akhirnya tangannya terulur melingkar di pinggang ramping Istrinya itu.

“Aku janji gak akan kenapa-kenapa, kalo pun aku luka. Kamu masih mau ngobatin kan, La?”

Belum sempat Stella menjawab, pintu masuk menuju rooftop itu terbuka dan menampakan Hema dan Davin di sana, bukan hanya Stella dan Jelang saja yang terkejut, tapi Hema dan Davin juga. Membuat Stella langsung mendorong Jelang menjauh darinya.

“Lang...Lang.. Suami Istri sih Suami Istri, tapi gak pelukan di rooftop juga kali,” ucap Hema dengan muka masamnya.

“Maaf, Bang.” cicit Jelang.

“Disuruh Pak Wira ke bawah, Bang. Kita mau ngomongin penangkapan Pak Dion dan antek-anteknya,” sambung Davin dengan seringai jahilnya.

“Iya,” Jelang mengangguk, mereka pun akhirnya turun ke lantai dua untuk membicarakan skenario kejahatan yang Pak Dion buat serta penangkapannya.

Sesampainya di ruangan penyidik, Jelang langsung mengutarakan pendapatnya tentang skenario kejahatan yang di lakukan oleh Dion dan juga kuasa hukumnya. Jelang baru tau, jika kasus bunuh diri yang kemarin di tangani oleh Davin itu bukan kasus bunuh diri biasa.

Laki-laki yang di temukan tewas di kontrakannya itu adalah laki-laki yang menyerang Jelang saat Jelang sedang dalam perjalanan ke toko milik Ibunya Stella. Jelang juga mencurigai jika laki-laki itu bukan bunuh diri, melainkan di bunuh yang kasusnya di samarkan sebagai kasus bunuh diri. Untuk sementara ini Jelang masih menduga motifnya sebagai kasus pengalihan polisi.

Bisa saja Dion dan kuasa hukumnya sudah mencium pergerakan dari Davin dan Hema yang berusaha mencari tahu kebenaran tentang kasus yang menjebak Jelang.

“Eros, korban meninggal yang di temukan di TKP kebakaran. Sebelum meninggal dia sempat bertukar pesan dengan orang asing yang sampai hari ini belum kita ketahui siapa,” Jelang menunjukan isi pesan Eros dan seseorang.

“Eros bilang dia bakalan menjalankan aksinya jika uangnya sudah di kirim. Pesan ini di kirim 3 jam sebelum kebakaran itu terjadi. Saat itu saya masih melacak GPS dari ponsel milik Eros, dia masih berada di kontrakannya.”

Di kursinya Pak Wira, Hema dan Davin memperhatikan penjelasan Jelang. Ada Stella juga di sana, ia juga ingin tahu skenario kejahatan yang Jelang maksud ini.

“Saya menduga Eros gak mungkin ngelakuin ini sendirian, bisa jadi ada orang lain yang memang membantu Eros bunuh diri ahh,” Jelang merasa ada yang salah dengan ucapannya.

“Eros di bunuh, Eros enggak mungkin ngelakuin ini sendirian. Setelah pelaku berhasil menjerat leher Eros dengan tali, pelaku mulai meneteskan darah di TKP, kemudian menjatuhkan beberapa barang-barang agar seolah-olah Eros melakukan perlawanan sebelum di bunuh.” jelas Jelang dengan lantang.

“Pelaku kemudian menyiram bagian dalam pabrik dengan bensin dan membuang botol yang ada sidik jari saya ke semak-semak, karena tahu polisi pasti akan mencari barang bukti di sekitar lokasi saat melakukan olah TKP.”

“Masuk akal kalo Eros di bunuh, dan dia sepakat untuk di bunuh dengan jaminan anak dan Istrinya akan memiliki hidup yang layak setelah dia meninggal, tapi kira-kira siapa orang yang membantu Eros melakukan ini?” ucap Pak Wira.

“Bisa jadi,” Jelang menunjukan foto seorang laki-laki yang sempat menyerangnya waktu itu. “Laki-laki ini, setelah saya cari tahu lagi, laki-laki ini mengenal Eros. Dan sidik jarinya juga ada di ponsel milik Eros yang di temuin Bang Hema di hutan, Pak. Namanya Mahardika, dia juga sempat masuk lapas karena kasus pencurian sepeda motor dan juga pengedar narkoba.”

“Mahardika.. Dia juga di temukan tewas di kontrakannya. Hasil autopsi juga menunjukan jika dia tewas setelah meminum sianida, tapi anehnya. Saat saya dan Bang Hema ke kontrakannya. Botol yang berisi sisa sianida itu tidak ada sidik jari apapun, seharusnya kalau memang Mahardika bunuh diri. Ada sidik jarinya di botol itu karena botolnya jatuh di dekat jasadnya.” jelas Davin.

“Selain itu, Pak. Wasiat yang di tulis sama Mahardika berbeda dengan tulisan tangannya.” Hema menunjukan kertas berisi tulisan tangan milik Mahardika, dan kertas wasiat yang di temukan di kontrakan Mahardika.

Stella yang duduk di dekat Hema ikut memperhatikan dua tulisan tangan itu, memang kelihatan berbeda jauh menurutnya.

“Tulisan yang di tulis dengan terburu-buru, perasaan cemas dan takut cenderung berbeda dengan tulisan tangan yang biasanya di tulis,” ucap Stella, menurutnya memang seperti itu. Dan pendapat Stella itu mendapatkan anggukan setuju dari Pak Wira dan juga Jelang.

“Mahardika juga orang yang nyerang saya waktu saya sedang dalam perjalanan ke toko milik Ibunya Stella, Pak.” ucap Jelang, dari saku jaketnya ia mengeluarkan pisau yang tadinya di pakai Mahardika untuk menikamnya, pisau lipat itu Jelang ambil dan ia simpan karena ia tahu ada yang tidak beres.

“Kamu sempat mau di tikam?” tanya Stella, dan Jelang hanya menjawabnya dengan anggukan kecil.

Stella baru ingat, ia belum menceritakan tentang seorang pengacara yang menangani kasus perceraian Ardi yang merencanakan pemalsuan hasil test narkoba milik Jelang. Stella sudah mencari tahu perihal Pak Gunawan yang ternyata juga kuasa hukum Pak Dion.

“Pak Wira, selain itu. Ardi juga cerita sama saya, kalau dia sempat bertemu Pak Gunawan, kuasa hukum Pak Dion yang menyuruhnya untuk memalsukan hasil test narkoba milik Jelang. Karena Ardi enggak punya kuasa buat melakukan test itu, dia akhirnya bekerja sama dengan Raka, seorang staff laboratorium BFN yang akhirnya memalsukan hasil test nya,” sambung Stella.

“Pak Gunawan? Gimana caranya dia bisa kenal sama Ardi, La?” tanya Pak Wira.

“Pak Gunawan pengacara Ardi, dia yang bantu Ardi untuk kasus perceraiannya dan dapatin hak asuh anaknya.”

Pak Wira mengangguk pelan, semua bukti sudah kuat maka mereka bisa langsung melakukan penangkapan pada Pak Dion dan juga Pak Gunawan selaku kuasa hukumnya.

“Kita akan segera mendapatkan surat perintah penangkapan untuk dua bajingan itu!” ucap Pak Wira tegas.