Manipulasi
Hari ini Jelang bersiap untuk keluar dari persembunyiannya, ia bukan tipe orang yang mudah berpangku tangan menunggu dan menerima hasil begitu saja. Ia harus keluar untuk membantu Stella mencari tahu semuanya, toh jahitan di perutnya sudah jauh lebih baik dari kemarin.
Bapak mertuanya itu meminjamkan baju nya untuk Jelang pakai, sebenarnya Bapak dan Ibu mertuanya itu sudah melarangnya untuk keluar dari persembunyian, tapi Jelang punya alasan yang akhirnya membuat mereka mengizinkan Jelang untuk keluar.
Ngomong-ngomong soal Stella, Istrinya itu enggak tahu soal ini. Jelang sengaja gak ngasih tau Stella karena dia yakin Stella enggak akan setuju, setelah memakai topi dan memastikan dirinya sudah rapih. Jelang pamit pada kedua orang tua Stella, tempat pertama yang menjadi tujuanya adalah kantor polisi tempatnya bekerja.
Ia harus menemui Pak Wira terlebih dahulu untuk memberitahu bukti-bukti sementara yang ada dan menjelaskan jika dirinya di jebak, Jelang juga berniat menjelaskan kenapa dirinya memilih kabur walau Jelang yakin Pak Wira akan marah besar denganya. Selain itu, Jelang yakin jabatan dan pekerjaanya di pertaruhkan disini.
Tapi tidak apa jika ia kehilangan itu semua, yang terpenting ia harus membuktikan bahwa dirinya benar-benar tidak bersalah. Begitu sampai di depan kantor kepolisian tempatnya bekerja, Jelang mengeratkan topinya dan masuk ke dalamnya dengan penuh percaya diri.
Awalnya tidak ada yang mencurigainya sama sekali karna ia berjalan dengan menunduk, sampai akhirnya ia tiba di lantai dua depan ruangan penyidik berada, Davin keluar dari sana dan langsung mengenalinya.
“Bang Jelang?” pekik Davin reflek.
Jelang langsung menyuruh laki-laki itu masuk ke dalam ruangan mereka kembali, dan kebetulan sekali di sana sedang ada Pak Wira dan juga Hema. Kedua pria itu sama-sama kaget waktu Jelang masuk dan membuka topinya.
“Jelang?!” pekik Pak Wira.
Wajah pria itu bukan marah, melainkan khawatir saat menatap Jelang. Ia pun langsung berdiri dari tempatnya duduk dan mengunci pintu ruangan.
“Gila kamu, kamu kabur, Lang. Kamu tau kalau kamu masuk daftar pencarian orang?” ucap Pak Wira sembari meremat bahu Jelang.
“Saya tahu, Pak. Saya tahu. Saya minta maaf soal itu, tapi saya punya alasan kenapa saya harus pergi. Saya gak salah, Pak. Saya di fitnah,” Jelang diam sebentar, dia melirik Davin dan Hema.
“Davin, Bang Hema dan Istri saya Stella. Mereka nyari tahu semua soal bukti-bukti di TKP, soal Eros dan soal hasil test narkoba saya yang di manipulasi sama BFN,” lanjutnya.
Pak Wira enggak tahu kalau dua anak buahnya itu diam-diam menyelidiki kasus yang melibatkan Jelang, jadi pria itu terlihat sedikit bingung dan menatap kedua anak buahnya itu secara bergantian, sementara itu Hema dan Davin hanya mengangguk kecil saat Pak Wira menatapnya.
“Apa yang kalian temukan? Kenapa kalian gak kasih tau saya?”
Hema yang sedang duduk akhirnya berdiri, pria itu mengeluarkan bukti-bukti yang ia dan Davin dapat, terutama soal rekening milik Eros dan juga siapa orang yang mengirimkan uang dengan nominal besar ke rekeningnya.
“Yang pertama soal pemilik DNA pada darah yang ada di TKP, Pak. Stella lakuin pemeriksaan itu lagi, hasilnya memang sama itu punya Jelang. Tapi Stella bilang di dalam darah itu terdapat EDTA. Singkatnya, EDTA itu cuma ada di dalam tabung yang dipakai untuk menaruh darah sebelum di lakukan test,” jelas Hema.
“Saya sempat sakit sebelum hari pernikahan, Pak. Saya sempat melakukan pemeriksaan darah. Saya menduga ada orang yang ambil tabung darah saya dan nuangin darah itu di TKP. Karena darah yang sudah di pakai untuk test akan di buang karena termasuk sampah medis,” sambung Jelang.
“Dan ini, Pak.” Davin mengambil botol yang ada di TKP. Itu adalah botol minuman berkarbonasi yang ada sidik jari Jelang. “Sidik jari di botol ini, ini memang sidik jari Bang Jelang. Tapi malam waktu Bang Jelang ketemu sama Eros di pabrik. Dia sempat beli minuman, orang itu ambil sampah minuman Bang Jelang dan di isi sama bensin untuk bakar pabrik itu.”
“Dan yang terakhir,” Hema mengeluarkan isi pesan singkat Eros dengan seorang tidak di kenal serta nomer rekening milik Eros dan pengirimnya. “Eros nerima pesan ini sebelum dia di temukan tewas di pabrik.”
Hema memberikan tab berisi pesan dari ponsel yang datanya berhasil di pulihkan oleh Hellen. Pak Wira membaca pesan itu, sebentar kemudian memberikan tab itu lagi pada Hema.
“Kamu sudah cari tau siapa orang yang mengirimi Eros pesan, Hema?” tanya Pak Wira.
“Sayangnya orang itu membeli nomer ilegal, Pak. Saya udah cari tahu soal pemilik nomer ini. Nomer ini milik WNA yang bahkan sudah meninggal.”
“Soal nomer rekening dan orang yang mengirimi uang ke rekening Eros, Pak. Saya dan Bang Hema udah cari tahu. Orang yang mengirimi uang ke rekening Eros itu adalah Pak Dion. Tersangka pembunuhan wanita yang berhasil di bebaskan karena menurut jaksa kita kurang bukti. Kasus yang di pegang Bang Jelang, orang itu, Pak. bisa jadi otak di balik penjebakan Bang Jelang,” sambung Davin.
Pak Wira tercengang, ia tidak menyangka jika anak buahnya bekerja begitu cepat untuk memecahkan kasus ini. Mereka pun akhirnya mempersiapkan tim khusus untuk membantu penyelidikan, dan sesegera mungkin melakukan penangkapan. Masih ada bukti lain yang harus mereka tunggu dari Stella.
Malam ini Stella sudah ada janji temu dengan Ardi, ia mengajak Ardi bertemu di cafe rooftop. Stella datang lebih dulu dari jam yang sudah di sepakati oleh Ardi, ia juga memesan minuman lebih dulu. Stella masih asik bergelut dengan tab nya, memeriksa beberapa permintaan autopsi besok yang akan ia kerjakan.
Karena sudah dirasa cukup lama duduk, Stella akhirnya memeriksa jam tanganya. Tidak terasa ia sudah menunggu Ardi selama tiga puluh menit. Tidak lama kemudian yang di tunggu pun akhirnya tiba, Ardi datang dari arah pintu masuk dengan setelan kemeja berwarna biru yang ia gulung hingga siku nya.
Cowok itu sudah tersenyum ke arah Stella sembari melambaikan tangan, sementara itu Stella hanya bergeming.
“Lo dateng duluan, La?” tanya Ardi, ia menarik kursi di samping Stella dan duduk di sebelahnya.
“Um,” Stella mengangguk. “kebetulan tadi habis mampir dari rumah Ibu, lo mau pesan makanan dulu mungkin?”
“Lo udah makan malam?”
“Belum.”
“Gue pesanin sekalian yah?”
Stella akhirnya mengangguk, Ardi kemudian memanggil pelayan cafe dan memesan makanan untuk mereka berdua. Kebetulan sekali cafe rooftop tidak begitu ramai, hanya ada 3 pengunjung saja. Mungkin karena ini bukan hari libur dan cuaca juga sedang sering turun hujan, maka dari itu orang-orang lebih memilih untuk di rumah atau makan di area indoor nya saja.
“Mau ngomongin apa sih, La?” Tanya Ardi, dia sudah kepalang penasaran sejak Stella mengajaknya makan malam berdua.
Karena di rasa Ardi sudah begitu penasaran, akhirnya Stella memutuskan untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan. Perempuan itu menunjukan tab miliknya yang berisi hasil test urine Jelang dan test yang di lakukan Maudy menggunakan rambut milik Jelang. Dua hasil test yang berbeda.
“Ini hasil test narkoba punya Jelang dua hasil yang berbeda, padahal di ambil dari waktu yang bersamaan,” jelas Stella. Ardi hanya bergeming menatap hasil test itu.
“Ada orang yang manipulasi hasil test ini, Di. Ada orang yang sengaja mau menjebak Jelang,” lanjut nya.
“La, gak mungkin. BFN gak mungkin manipulasi hasil test kaya gini,” Ardi menyangkal.
“Gue minta Maudy buat lakuin test ulang, Di. Dan hasilnya negatif.”
Stella menatap Ardi sedikit kesal, dalam hati ia sudah menahan emosinya agar tidak meledak di tempat umum. Ia masih ingin bicara baik-baik dengan Ardi karena Ardi adalah temannya.
Karena Ardi tidak bicara lagi, akhirnya Stella menunjukan pesan singkat yang Raka beri pada Stella kemarin malam. Itu adalah pesan yang Ardi kirim pada Raka untuk memanipulasi hasil test urine milik Jelang, dengan ia sebagai jaminannya.
Ardi bilang, jika Raka membantunya Ardi akan berjanji membantu Raka untuk mengembalikan reputasinya yang sempat hancur karena gosip perselingkuhannya.
“Lo yang nyuruh Raka buat manipulasi hasil test nya, Di?” Ucap Stella.
“La?” Ardi menatap Stella, kedua matanya membulat seperti ia sedikit terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat, dari mana Stella mendapatkan isi chat itu? Kalau itu dari Raka sendiri, kenapa Raka sebodoh itu memberikannya begitu saja? Pikir Ardi.
“Raka sendiri yang jujur sama gue. Kenapa, Di? Kenapa lo lakuin ini sama Jelang?”
Ardi masih diam, ia malah menyeringai kemudian tertawa hambar. Ia menertawakan kebohonganya yang terungkap oleh Stella.
“Karena gue suka sama lo, La. Harusnya setelah gue pisah sama Istri gue, gue bisa langsung nyatain perasaan gue ke lo. Tapi apa? Lo malah bilang kalo lo mau nikah sama bajingan itu. Polisi sialan itu!!” Sentak Ardi, itu membuat beberapa pasang mata jadi menoleh ke arah mereka.
Jujur saja, Stella tidak menyangka jika Ardi akan berpikiran sedangkal ini. Tapi Stella juga seperti tidak mengenali Ardi, menurutnya tindakan yang Ardi ambil ini bukan Ardi sekali.
“Bohong!!” Kata Stella tegas. “Ardi yang gue kenal gak sedangkal ini. Gue tau banget lo, Di.” Stella memegang bahu Ardi dan merematnya.
“Bilang, Di. Siapa?” Tanyanya lagi.
Nafas Ardi semakin memburu, ia benar-benar malu sekaligus marah dengan keadaan. Dengan gerakan yang begitu cepat, ia tepis kedua tangan Stella dari pundaknya. Ardi berdiri dan menatap Stella nyalang, tidak ada tatapan hangat nya lagi disana.
“Gak ada, La. Gue lakuin ini karena gue emang mau hancurin Jelang dan bikin lo kecewa sama dia sampai akhirnya pisah. Gue pengen kalian pisah, gue pengen lo jadi milik gue, La!!”
“Gak!!” Stella menggeleng. “Bilang sama gue, Di. Siapa? Gue udah tahu semuanya!!”
Sebelum Ardi semakin naik pitam, ia akhirnya meninggalkan Stella. Namun Stella tidak tinggal diam, ia tarik bahu Ardi dan ia bawa cowok itu menepi ke sudut rooftop.
“Bilang, Di. Bilang!!” Stella kelepasan, ia teriak hingga orang-orang menatap ke arahnya.
Ardi yang melihat Stella semarah itu akhirnya luluh juga, ia mengajak Stella keluar dari cafe dan menyuruhnya untuk bicara berdua denganya di dalam mobil.
“Hari itu gue ketemu sama Pak Gunawan, dia pengacara, La. Orang yang bantu gue buat dapat hak asuh anak gue. Dia tanya apa gue ada keinginan menikah lagi, gue bilang jujur kalau gue kepikiran buat ngelamar lo. Tapi gue kalah, gue tau lo bakalan nikah sama Jelang,” Ardi menunduk, jujur ia malu menceritakannya. Tapi dia ngerasa sudah mengkhianati Stella.
“Waktu itu Pak Gunawan ngajak gue ketemu lagi, tapi kali ini bukan buat ngomongin hak asuh anak gue lagi. Dia nyuruh gue buat manipulasi hasil test narkoba punya Jelang, kata dia. Dengan begitu gue bisa rebut lo, karena dia tau lo gak akan bertahan sama Jelang kalau dia terbukti bersalah.”
Stella yang geram tidak tahan mendengar pernyataan Ardi itu akhirnya menonjok dasboard mobil Ardi hingga bagian depannya itu penyok.
“Bajingan lo, Di. Brengsek!!” Karena sudah terlanjur kesal, Stella merogoh kantong jaketnya dan mengeluarkan borgol milik Jelang yang ia ambil di lemarinya. Dengan sigap ia tarik tangan Ardi dan memborgolnya, ia akan menahan Ardi sampai penyelidikannya selesai. Biar bagaimanapun Ardi tetap salah.
Dan untuk Raka, tentu saja Stella sudah menahan laki-laki itu lebih dulu. Raka sudah di tahan lebih dulu oleh Davin, dan yang pasti Stella juga balas dendam dengan cara membuat reputasi Raka hancur di BFN.
Ia membuat postingan perselingkuhan Raka, serta foto-foto Raka yang ia ambil kemarin malam di sebuah club.
“Gue gak akan biarin lo lolos gitu aja, Di.”
“La.. Gue punya anak, La. Gue minta maaf.”
“DIAM!!” Sentak Stella.
Ia menyuruh Ardi keluar dari mobilnya, dan menyeret laki-laki itu untuk masuk ke mobil yang Stella bawa. Melihat Stella yang sedikit lengah itu, Ardi dengan sigap memukul kepala Stella dengan siku nya hingga perempuan itu terjatuh. Ardi berlari, tapi Stella mengejarnya dan menghajarnya dengan kencang hingga laki-laki itu tersungkur.
“Lo harus di hukum, Di.” Dengan susah payah menyeret Ardi yang jauh lebih tinggi darinya, Stella akhirnya berhasil menyuruh Ardi masuk ke mobilnya. Awalnya Ardi sempat melawan lagi, tapi Stella tidak tinggal diam. Sebelum menyalakan mobilnya, ia keluarkan pistol yang Jelang kasih dan ia todokan pistol itu ke kepala Ardi, Stella tidak akan menembak Ardi. Ia hanya menyentaknya saja agar Ardi diam.
“Gue gak akan segan-segan nembak kepala lo kalo lo berisik, Di.” Ucapnya tegas yang berhasil membuat Ardi seketika terdiam.
To Be Continue