Manipulasi (12)
Malam ini Stella sudah menunggu di depan gedung BFN untuk mengutit seseorang, ia tidak memakai mobil miliknya. Stella memakai mobil milik temannya agar keberadaanya tidak di ketahui oleh seseorang yang ingin ia ikuti.
Setelah mendapatkan laporan dari Davin jika hasil test urine milik Jelang di manipulasi oleh asisten laboratorium, Stella langsung menyusun rencana yang akan ia jalankan sendiri. Ia akan menghukum sekaligus mencari tahu siapa orang yang sudah berani membuat staff BFN yang di kenal jujur itu berani membelok memanipulasi bukti.
Sungguh, Stella sudah geram. Sudah lebih dari dua jam dia masih menunggu hingga pria yang akan ia ikuti itu keluar. Terkadang Stella sedikit mengantuk juga, namun akhirnya penantianya membuahkan hasil. Pria yang akan ia ikuti itu akhirnya muncul keluar dari gedung menuju parkiran mobil.
Stella langsung mengambil ancang-ancang, ia memakai masker dan topi hitam miliknya agar tidak di kenali seseorang.
“Kena lo!!” gumam nya begitu mobil itu keluar dari parkiran gedung BFN.
Stella sempat mendapat desas desus jika pria yang ia ikuti ini pernah ketahuan selingkuh dengan Istrinya, dan saat ini Stella hanya ingin mengikuti pria itu, siapa tahu ia bisa mendaptkan sesuatu yang bisa ia pakai untuk membuat pria itu jujur.
Stella mengikuti pria itu dari belakang, sesekali matanya mengawasi dari kaca spion, takut-takut ada mobil lain yang mengutit nya juga. Tapi sejauh ini Stella aman, meski tahu ia terkadang suka di ikuti oleh pria tidak di kenal.
Mobil sedan itu melaju menuju pusat perkotaan, ke kawasan elit yang terkenal dengan gemerlap club malamnya. Begitu mobil yang ia ikuti memasuki salah satu club malam di sana, Stella langsung memotretnya.
“Bajingan itu ke club?” ucap Stella, dengan terburu-buru ia keluar dari mobilnya demi mengikuti pria tadi sampai masuk ke dalam club.
Gemerlap lampu di dalam club, suara musik yang menggema kencang, serta bau alkohol dan rokok bercampur menjadi satu di sana. Di ujung sana, pria tadi langsung bergabung ke lantai dansa, menari dengan banyak wanita yang berpakaian minim sembari sesekali tertawa lepas.
Stella tidak boleh lengah, ia harus tetap memotret pria tadi. Kemudian keluar dari tempat sialan itu, Stella tidak menyukai suasana seperti ini apalagi dengan bau rokok dan alkohol. Setelah mendapatkan beberapa foto, Stella langsung keluar dari sana.
Ia kembali lagi masuk ke dalam mobilnya, ia harus tetap terjaga, menunggu si pria tadi keluar dan kembali membuntutinya. Ia harus segera mendapatkan hasil dari kerjanya malam ini juga.
Cukup lama Stella menunggu pria itu bahkan nyaris subuh. Namun tidak lama kemudian pria tadi keluar, dengan langkah gontai khas orang mabuk, pria itu tergopoh-gopoh membuka pintu mobilnya dengan susah payah.
Sebelum pria tadi masuk ke dalam mobilnya, Stella keluar dari mobilnya. Ia menahan pintu mobil pria tadi yang hendak masuk ke dalamnya, awalnya pria itu tersenyum sebelum ia menyadari jika perempuan di depanya adalah Stella.
“Dokter Stella?” ucapnya setelah ia sadar.
Stella tidak menjawab sapaan itu, ia buru-buru mengeluarkan ponselnya. Menunjukan hasil test urine yang pria itu manipulasi dengan hasil test yang Maudy kerjakan. Dua hasil yang berbeda itu akan Stella jadikan bukti.
“Lo yang ngerjain test urine punya Ipda Jelang, iya kan?!” sentak Stella.
Pria itu hanya tersenyum, kemudian mengangguk pelan. “Suaminya dokter...” gumam nya.
“Brengsek!!” Stella meremat kemeja yang di pakai pria itu, Stella yang tinggi jadi lebih mudah untuk mengangkat tubuh pria itu bahkan hanya dengan mencengkram kerahnya.
Sampai-sampai kaki pria itu tidak lagi menapak pada aspal, wajahnya yang memerah akibat alkohol itu berubah menjadi panik dan sedikit pucat.
“Lo manipulasi hasilnya kan? Jawab!!” Stella menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.
“Arghhh, lepasin, Dok. Saya gak bisa.. Na..pas.”
“Jawab dulu!!”
“Uhukk..uhukk..” pria tadi terbaruk-batuk, namanya Raka Mahendra. Seorang asisten laboran yang di perintahkan oleh markas besar untuk melakukan test demi mengetahui Jelang terbukti menggunakan narkoba atau tidak.
“Jawab!!!” tangan Stella tertahan pada kerah milik kemeja Raka, sementara satu tangan lainya menunjukan foto-foto raka di club bersama wanita-wanita. “Gue bisa bikin reputasi lo hancur di BFN sama kaya lo bikin reputasi Jelang hancur. Oh, bukan cuma itu. Gue bisa bikin lo pisah sama Istri lo kalau foto-foto ini gue sebar, gimana?”
Raka mulai terintimidasi dengan hal itu, kesadaranya yang tadinya masih di pengaruhi alkohol itu seperti seratus persen kembali hanya karena ancaman dari Stella.
“Iy...iya.. Dok, ampun. Tapi saya cuma menjalankan perintah,” ucapnya gemetar.
“Ada yang nyuruh lo?”
Raka mengangguk, Stella yang perlu mendengarkan cerita dari Raka itu akhirnya menyuruh Raka masuk ke dalam mobilnya. Ia akan berbicara dengan Raka di dalam mobil.
“Rumahnya disini, Istrinya pindah setelah Eros ngelakuin aksinya,” jelas Hema.
Davin hanya mengangguk, baru saja ia ingin membuka pintu mobil namun Hema sudah menahan tanganya.
“Perlu gue temenin?”
Davin hanya menggeleng pelan, Hema dan Jelang itu senior Davin, kedua laki-laki itu yang selama ini membantu dan menjaga Davin. Tapi kali ini, Davin lebih percaya diri untuk melakukanya sendiri. Lagi pula ia hanya perlu bertanya tentang rekening milik Eros.
“Gue bisa sendiri, Bang.”
Hema mengangguk, kemudian membiarkan Davin keluar dari mobil dan langsung memasuki gang menuju rumah Istrinya Eros. Tidak membutuhkan lama bagi Davin agar wanita itu membukakan pintunya, pada ketukan kedua. Wanita itu sudah membukakan pintu rumahnya.
Davin langsung di suguhi pemandangan seorang wanita hamil dan dua anak perempuan yang membuntuti di belakangnya. Kalau tidak salah tebak, Davin menebak umur anak itu berkisar 3 sampai 4 tahun.
“Saya Davin dari kepolisian, saya perlu menanyakan beberapa hal dengan anda tentang suami anda Eros,” ucap Davin tegas, ia juga mengeluarkan kartu tanda anggota kepolisianya.
Awalnya wanita itu tercengang, namun tidak lama kemudian pintu rumahnya itu di buka lebar dan Davin di suruh masuk ke dalamnya. Mereka akan mengobrol di ruang tamu, karena mengobrol diteras akan mengundang tetangga sekitar untuk mendengar obrolan mereka.
“Ada beberapa pertanyaan yang saya harap anda jujur menjawabnya.”
“Ada apa yah, Pak?” tanya wanita itu.
“Suami anda, Pak Eros Ginandi. Sudah seminggu ini pergi, benar?”
Wanita itu terdiam, ia menunduk seperti tengah menimang-nimang jawaban yang akan ia lontarkan. Namun pada akhirnya ia menjawab dengan anggukan kecil.
“Iya, Eros memang pergi.”
“Sebelum Suami anda pergi, apa dia pernah menunjukan gelagat aneh atau mungkin bertemu dengan seseorang?”
“Eros memang bertemu dengan seseorang, saya sempat di ajak. Orang itu laki-laki, dengan tinggi kira-kira 178cm pakai jas rapih dengan mobil mewah. Tapi saya enggak tahu dia siapa,” jelasnya.
Davin kemudian mengeluarkan foto seseorang, itu adalah foto sekertaris sekaligus kuasa hukum dari Dion Wiranto.
“Pria ini?” tanya Davin.
Begitu melihat foto pria yang di tunjukkan oleh Davin, kedua mata wanita itu membulat dan ia mengangguk dengan cepat.
“Iya!! Iya!! Benar dia orangnya.”
Davin mengangguk, “sebelum Eros meninggalkan rumah, dia sempat mengatakan sesuatu mungkin? Misalnya seperti untuk memeriksa rekening bank?”
Wanita itu kembali bungkam, cukup lama sampai Davin bisa melihat ada setitik keringat membasahi kening wanita itu.
“Mbak cukup menjawab dengan jujur, Mbak disini hanya sebagai saksi.”
“Sa..saya takut, Pak.”
“Saya akan berani jamin keselamatan Mbak dan anak-anak jika Mbak mau koperatif dengan kepolisian.”
Wanita itu menghela nafasnya pelan, kemudian mengangguk. “Eros sempat bilang buat jangan cari dia setelah dia pergi. Sebelum dia pergi, dia sempat kasih rekening dan ATM ke saya. Dia bilang ini untuk saya dan anak-anak, dia juga nyuruh saya untuk pindah rumah. Saya paham kalau Eros itu kurir narkoba, Pak. Enggak sekali dua kali Eros di tangkap, makanya saya cuma bisa nurut apa kata dia.”
“Bisa saya lihat nomer rekeningnya?”
Wanita itu mengangguk dan memberikan buku rekening atas nama Eros ke Davin. Setelah ini Davin harus ke bank untuk mengetahui siapa yang mengirim uang sebanyak itu pada Eros.
“P...pak.. Selain itu..”
“Ada lagi?”
“Pria yang Eros temui, sempat bilang. Kalau dia yang akan menanggung biayah hidup saya serta pendidikan anak-anaknya Eros.”
Davin mengangguk, hingga saat ini Istri dari Eros belum mengetahui jika Suaminya meninggal. Polisi susah untuk menghubunginya karena wanita di depannya itu sempat berganti-ganti nomer telefon.
“Mbak tahu pria itu siapa?”
Wanita itu menggeleng pelan.
“Pria itu orang yang sudah merencanakan kejahatan dengan mengambing hitamkan Suami anda untuk menjebak seseorang.”
“Maksud Bapak?”
“Pak Eros di temukan tewas di sebuah bangunan bekas pabrik, seminggu yang lalu. Uang yang pria itu kasih ke Mbak dan anak-anak Pak Eros, itu sebagai imbalan karena Pak Eros sudah mau mengorbankan nyawanya,” jelas Davin.