News And Heartbreak (03)

Jelang memperhatikan tim forensik menelusuri TKP di sepanjang jalan yang menjadi tempat kejadian tabrak lari semalam, matanya menelisik ke beberapa kendaraan yang lewat. Dia masih mencari bukti sekecil apapun itu untuk mendapatkan petunjuk dari mobil yang menabrak seorang anak kecil berusia 6 tahun.

Malam tadi, Jelang mendapatkan laporan dari seorang wanita berusia 50 tahun. Ibu dari korban yang anaknya di tabrak oleh mobil sedan berwarna hitam, korban tertabrak hingga terpental dan mengalami pendarahan di kepalanya. Jelang belum melihat korban lagi di rumah sakit karna harus fokus mencari bukti sekecil apapun itu di TKP.

Sialnya, di jalan yang menjadi kasus tabrak lari itu tidak ada CCTV sama sekali. Kawasan bekas gudang pabrik yang memang jarang di lalui orang-orang jika sudah malam. Rasanya Jelang sedang di ajak bermain teka teki dengan kasus ini.

Bukan hanya ia yang merasa bingung, tim forensik lainya juga. Karena dengan luka yang parah pada tubuh terutama kepala korban, rasanya tidak mungkin pelaku tabrak lari tidak meninggalkan bukti sedikit pun, seperti bekas selip ban di aspal, atau kaca lampu mobil bagian depan yang patah.

“Ada yang aneh,” gumam Jelang.

“Ada apa, Lang?” tanya Pak Wira si kepala penyidik.

“Ini aneh, Pak. Ibu korban mengaku ini tabrak lari, tapi sejauh ini kita gak nemu bukti apa-apa. Enggak ada tanda bekas selip ban di aspal seperti kebanyakan kecelakaan,” jelas Jelang.

“Kamu udah cek CCTV di kedua pertigaan sana, Lang?”

Jelang mengangguk, semalam dia bergegas memeriksa CCTV di pertigaan jalan sana. Namun tidak ada mobil sedan berwarna hitam yang Ibu korban ceritakan lewat. Hanya ada motor kurir pengantar makanan siap saji, dan mobil dari ekspedisi, kedua plat kendaraan itu juga sudah Jelang catat. Siapa tahu mereka sempat melihat kecelakaanb itu.

“Gak ada mobil sedan berwarna hitam lewat, Pak. Cuma ada mobil ekspedisi dan beberapa kurir delivery restoran ayam.” Jelang diam sebentar, sepertinya ia tahu harus mencari jalan keluar untuk kasus ini kemana.

Ia kemudian terburu-buru masuk ke dalam mobilnya tanpa sempat berpamitan kepada Davin yang masih sibuk bersama tim forensik dan Pak Wira yang ia tinggalkan begitu saja.

“Lang, mau kemana kamu?” teriak Pak Wira.

“Ada yang harus saya pastiin dulu, Pak.” ucapnya sebelum ia tancap gas meninggalkan TKP.

Di dalam mobil Jelang memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika kasus ini bukan kasus kecelakaan biasa. Sembari menyetir, Jelang menelfon Kirana, dia adalah perawat yang membawa korban ke rumah sakit semalam, Ia harus memastikan 2 hal sekaligus.

“Ki, gimana perkembangan korban?”

“*karena pendarahan semalam, korban mengalami kerusakan otak, Lang. Korban masih belum sadar, dokter juga bilang kalau korban harus segera di operasi, tapi ada yang aneh sama hasil rontgen nya.*”

“Aneh?” kening Jelang mengernyit “aneh gimana?”

“Iya aneh, karena beberapa tulang jari kaki dan tangan patah. Adanya tanda-tanda kalus tulang¹, osteogenesis², subperiosteal³—

“Ki, Ki. Bisa gak jelasin yang singkat aja?” belum sempat Kirana menjelaskan keseluruhannya, Jelang sudah menyela ucapannya. Kesamaan Kirana dan Stella adalah mereka suka berbicara hal medis yang Jelang tidak tahu jika tidak di beri penjelasan.

massa sel yang tidak terorganisir yang terbentuk pada jaringan luka. Kalus lebih kaku dari gumpalan darah, tapi tidak sekuat tulang. Jadi kalau kalus bergerak, maka bisa pecah dan penyembuhan patah tulang bisa lebih lama. Dengan kata lain, cedera ini terjadi karena adanya gaya geser benda tumpul. Tapi kenapa harus di jari-jari tangan dan kakinya? Ini lebih mirip sama luka yang di alami sama kasus penyiksaan anak tempo hari

Jelang menghela nafasnya pelan, “ada lagi keanehan lainya?”

Ada luka lebam di paha, dan kakinya, kalau ini akibat kecelakaan semalam, seharunya belum sepudar itu.

“Oke, nanti gue kabarin lagi, Ki. thanks buat info nya.” setelah mengatakan itu Jelang langsung melajukan mobilnya ke sebuah kantor ekspedisi terdekat dari lokasi kecelakaan.

Jelang ingin sudah meminta Hellen untuk melacak plat nomer mobil yang melintasi tempat terjadinya kecelakaan semalam, Masih ada banyak hal yang harus ia pastikan sendiri. Beruntungnya Hellen cepat tanggap, tidak lama kemudian ia di beri alamat lengkap di mana kantor ekspedisi itu berada.

Jelang ingin memastikan kecelakaan itu melalui dasboard mobil yang lewat semalam, sekarang ini, itu hanya menjadi satu-satunya titik terang agar ia bisa mengungkap semuanya.

“Saya semalam memang lewat sana, tapi enggak lihat kalau ada kecelakaan. Ah sebentar,” supir itu kemudian mencabut SD card yang ada di dasboard mobil yang semalam ia bawa.

“Kita bisa lihat disini,” ucapnya lagi, Jelang kemudian mengikuti langkah supir itu untuk memeriksa rekaman semalam. Dan benar saja dugaannya, jalanan itu sepi. Namun ada sesuatu yang aneh yang membuat mata Jelang menyipit sesaat.

“Tahan sebentar, Mas.” ucap Jelang, membuat supir tadi harus menjeda rekaman itu beberapa saat.

Rekaman yang tidak terlalu jelas itu membuat Jelang berasumsi sesuatu, di rekaman itu ada seseorang yang terlihat seperti sedang menaruh sesuatu di pinggir jalan. Memang tidak terlalu jelas maka dari itu ia perlu memperjelas rekaman itu pada Hellen.

“Saya minta salinan rekaman ini.” ucap Jelang.

Setelah meminta salinan dan memberikan rekaman itu pada Hellen, Jelang langsung bergegas ke alamat yang di beri Stella. Mereka akan melakukan survey untuk rumah yang akan mereka tempati ketika sudah menikah nanti.

Stella sampai lebih dulu, ia juga sudah selesai melihat-lihat. Dan ia masih setia menunggu Jelang tiba, tadi Jelang bilang kalau ia akan segera tiba setelah memastikan sesuatu dulu.

“Lama yah?” tanya Jelang begitu ia keluar dari mobilnya.

“Lumayan, yuk. Masuk.” Stella langsung menarik lengan kemeja yang Jelang pakai dan masuk ke rumah itu bersama.

Begitu mereka masuk, mereka langsung di sambut dengan ruang tamu yang tidak terlalu besar, dan dominasi berwarna coklat, warna coklat itu di dapat dari wallpaper yang sepertinya baru di pasang oleh pemilik lama. Karena wallpaper itu juga, ruangan yang tidak terlalu besar itu menjadi terasa lebih hangat.

Jelang sudah memikirkan akan menaruh apa saja di sana agar menambah kesan elegan yang membuatnya betah berlama-lama bersantai di sana.

“Nanti gue mau isi sofa bed disini, terus TV sama rak-rak buku,” ucap Stella, ia sudah memikirkan untuk segera menata barang di rumah itu.

“Kamar yang ini bisa kita jadiin ruang belajar, gimana?” Jelang membuka kamar kedua di samping ruang tamu, warna cat nya juga masih senada dengan yang di depan tadi.

“Setuju, di jadiin tempat alat-alat gym juga gak masalah sih. Lo kan hobi ngegym.” Stella terkekeh, dan menepuk perut Jelang.

“Nanti gue pertimbangin lagi buat beli alat gym nya, gaji gue gak segede itu buat beli alat-alat gym soalnya. Ah iya, Ada yang mau lo ubah, La?”

Stella tampak berpikir sebentar, ia tidak berniat merubah apapun yang ada di rumah ini. Ia sudah jatuh cinta dengan rumah ini dan dengan bagaimana sang pemilik lama merenovasinya, semua sesuai dengan selera Stella. Ah, kecuali kompor berwarna ungu itu.

“Kayanya cuma kompor aja deh, pemilik rumahnya ngasih kompor listrik warna ungu, gue gak suka warna ungu. Gue pikir kayanya lebih bagus pake kompor gas aja. Biar kita gak terlalu mahal buat bayar listrik.”

Jelang mengangguk setuju, apapun yang di sarankan oleh Stella, Jelang hanya bisa setuju karena ia tidak terlalu paham soal perabotan rumah.

“Lampu,” Jelang menunjuk ke arah lampu yang ada di ruang tamu dan depan kamar yang akan mereka tempati. “Gue rasa ini perlu di ganti sama yang lebih terang.”

“Yang di ruang tamu jangan, Lang. Gue mau pakein lampu tumblr.”

“Tumblr?”

Stella mengangguk, “ada deh pokoknya bagus nanti gue beli kalo kita udah pindah. Terus mau gue hias-hias pakai tanaman sama aquarium ikan, lo mau kita pelihara apa?”

“Gue gak punya waktu buat melihara hewan, La.” jawabnya yang di beri anggukan oleh Stella, memang benar kan? Jelang lebih banyak menghabiskan waktu untuk melalang buana di luar, bergelut dengan TKP, penjahat dan setumpuk berkas kriminal lainya.

Jelang hanya tersenyum, ia lega melihat Stella tersenyum bahagia seperti itu. Stella itu sering tertawa, tapi Jelang jarang melihat perempuan itu tersenyum dengan tulus, maksudnya bukan dengan paksaan. Sedang asik memperhatikannya, tiba-tiba saja Stella menghampiri Jelang dan merangkul lengan cowok itu.

“Gue gak nyangka ini bakalan jadi rumah kita, Lang. Gue bisa istirahat dengan tenang kapan aja, isi kamar gue enggak banyak, nanti kita cicil perabotan baru ya,” gumamnya.

“Um,” Jelang hanya mengangguk, ia sudah tidak bisa berkonsentrasi lagi hanya karena Stella merangkul lengannya.

Setelah melakukan survey untuk rumah mereka, Stella kembali ke kantornya lagi. Kebetulan rekan-rekanya yang lain sedang makan siang, Stella juga belum makan siang, jadi ia bergegas ke kantin kantor dan bergabung dengan yang lainya.

“Parah-parah, pada makan gue gak di tungguin,” Stella menggeleng kepalanya seraya kecewa.

“Lo abis dari mana aja emang? Kita ada autopsi juga.” timpal Ardi, dia adalah dokter forensik juga sama seperti Stella. Namanya Galuh Patih Ardi, cowok tinggi yang memiliki kepribadian tenang dan kemampuan special. Yup, Ardi satu-satunya dokter di BFN yang memiliki six sense.

“Gue abis survey rumah.”

“Rumah? Mau pindah lo?”

Stella mengangguk, ia tersenyum puas sembari menyuap sesendok penuh nasi dan ikan goreng ke dalam mulutnya. Di depannya, Ardi hanya bisa menggeleng pelan dan terkekeh melihat kelakuan Stella. Perempuan itu benar-benar memiliki nafsu makan yang lebih besar dari perempuan kebanyakan yang Ardi kenal.

Apalagi jika itu menyangkut ikan dan daging, Stella suka banget sama ikan dan daging sapi, bahkan Ardi sering memarahi Stella kalau ia tidak makan sayur. Stella bukan enggak suka sayur, dia cuma gak terlalu suka sayur.

“Di?”

“Hm?”

“Gue mau nikah,” ucap Stella dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya.

Sementara itu, Ardi terdiam. Ia menatap kosong pada nampan berisi makanan di depannya. Ia yakin tidak salah dengar, Stella akan menikah. Seharusnya ia senang kan? Tapi kenapa rasanya hatinya sakit?

“Um, sama siapa?”

Stella terkekeh, “lo kenal Jelang kan?”

Ardi mengangguk, Ardi mengenal Jelang. Meskipun tidak baik, yup, mereka berdua pernah bertengkar saat Ardi harus memeriksa korban yang di duga pembunuhan oleh Jelang. Padahal dari bukti dan hasil autopsi Ardi sudah menegaskan jika itu adalah kecelakaan.

Bahkan Ardi pernah membuat percobaan yang memerlukannya berpikir lebih untuk bisa membuktikannya dengan ilmu sains.

“Polisi rese itu? Lo yakin sama dia, La?”

Stella mengangguk, “Jelang tuh temen gue dari SMA, Di. Dia baik, ya kalo di pikir-pikir cowok yang deket sama gue ya cuma dia. Makanya pas dia ngajak nikah, ya langsung gue iyain aja.”

Di kursinya Ardi hanya melamun, nafsu makanya sudah hilang entah kemana saat Stella mengatakan ia akan segera menikah dalam waktu dekat ini.