Trap

Yang di lakukan Stella setelah menjenguk Jelang di Markas besar adalah menemui Davin. Ia harus minta penjelasan sama laki-laki itu terlebih dahulu, kemudian ia akan kembali ke BFN untuk menganalisa kembali darah yang ada di TKP kemudian mengumpulkan semua barang bukti sekecil apapun yang ia dapat.

Stella sudah mengubungi Davin, mereka akan bertemu di pertigaan sebelum menuju ke arah kompleks perumahannya. Stella sengaja enggak menemui Davin di cafe atau restoran, ia yakin ada orang lain yang memata-matainya.

Begitu mobilnya berhenti di pertigaan, ia melihat Davin dari sebrang jalan hendak menghampiri Stella. Motor laki-laki itu ia taruh di depan sebuah mini market, Davin masuk ke mobil Stella ia juga sama kacaunya dengan Stella karena Jelang tertangkap.

Stella kenal Davin, ia dan Jelang memang partner kerja yang sama-sama memiliki ambisi dan pekerja keras. Enggak heran kalau Davin ngerasa kehilangan, itu artinya selama Jelang di tahan Davin harus memecahkan banyak kasus sendiri.

“Gimana keadaan Bang jelang, La?” tanyanya begitu masuk ke dalam mobil Stella.

“Hari ini juga dia di pindahin ke lapas, gue belum dapat kabar di lapas mana. Vin, sebenarnya gimana sih? Kenapa Jelang bisa di tahan kaya gini?” Stella rasa ia harus tahu cerita lengkapnya dari Davin, biar bagaimana pun juga, Davin adalah orang yang berada di lokasi kejadian.

“Aneh, La. Bener-bener aneh, di TKP tepat di bawah meja, Bang Jelang nemu tetesan darah, awalnya kami berasumsi itu darah korban atau darah pelaku. Kaya yang lo tau sendiri kalau korban pria dewasa, yang bisa aja melakukan perlawanan sebelum akhirnya tewas. Hellen yang ambil darah itu buat di lakukan analisis DNA, dan ternyata darah di TKP itu darahnya Bang Jelang.”

Stella masih mendengarkan kejanggalan yang di ceritakan oleh Davin, setahunya Jelang enggak memiliki luka yang membuat darahnya menetes. Lalu dari mana mereka mendapatkan darah Jelang? Hanya ada dua kemungkinan, BFN membuat analisis palsu atau ada seseorang yang menukar darah yang di ambil di TKP dengan darah Jelang. Tapi untuk kemungkinan BFN melakukan pemalsuan seperti ini sangat kecil.

“Dan yang kedua, gue sama tim yang lain nemu botol minuman yang bau bensin dalam nya. Kami minta Hellen buat cek sidik jari di botol itu dan lo tau, La? Botol. Itu penuh sama sidik jarinya Bang Jelang.”

Tangan Stella mengepal kuat, orang yang menjebak Jelang ini memang licik dan membuat jebakan ini sangat rapih dan penuh persiapan. Benar kata Jelang, orang ini enggak mungkin melakukanya sendiri.

“Selain itu, Vin?” tanya Stella.

“HP, La. Nomer Bang Jelang terdaftar sebagai orang pertama yang melaporkan terjadinya kebakaran. Gue inget jelas, La. Malam itu Bang Jelang di kantor, paginya waktu kebakaran pabrik itu, Bang Jelang juga di kantor!!” pekik Davin emosional.

Stella mengangguk, ia sudah menemukan cara untuk membuktikan keabsahan bukti-bukti di TKP jika itu benar-benar Jelang.

“Gue bakalan lakuin analisis ulang buat DNA Jelang yang ada di TKP, Vin. Termasuk hasil test urine yang mereka bilang positif.”

“Tung..gu.. Positif?”

Stella mengangguk, “gue minta laporan hasil test urine Jelang sama Verra. Dia bilang hasilnya positif.”

“BRENGSEKKK!!” pekiknya, Davin benar-benar marah saat mengetahui hal ini. Dia kenal Jelang, Jelang memang kadang merekok tapi untuk menggunakan barang sialan itu, Davin yakin seribu persen jika Jelang bersih.

“Gue minta tolong sama lo, Vin. Gue enggak bisa buktiin ini sendirian.”

“Apa, La? Gue pasti bakal bantuin lo buat ngeluarin Bang Jelang dan nangkap si bajingan yang udah jebak dia.”

“Karna lo penyidik dan sempat megang kasus ini, gue minta tolong buat ambil lagi darah yang ada di TKP. Gue bakalan meriksa ulang sendiri.”

Davin mengangguk, kasusnya memang sudah di pegang oleh kepolisian lain tapi Davin rasa ia masih bisa pergi ke TKP malam ini juga.

“Selain itu,” Stella mengeluarkan ponsel, Itu milik Jelang. Ia ingin meminta bantuan Hellen untuk memeriksa ponsel Jelang. Stella punya firasat jika ponsel Jelang bisa jadi di retas oleh seseorang, sehingga nomer laki-laki itu terdaftar sebagai penelpon pertama yang melaporkan terjadinya kebakaran.

“Ini HP nya Jelang, gue minta tolong ke lo sama Hellen buat mastiin HP ini di retas sama orang lain atau enggak.” Stella memberikan ponsel itu pada Davin.

“Sisa nya gue bisa urus sendiri, Vin.”

Davin mengangguk, ia mengambil ponsel itu dan menaruhnya di saku jaketnya. “Gue bakal kasih ini ke Hellen, La.”

“Ah, kalau lo udah dapat sampel darahnya. Nanti kabarin gue, gue gak akan ambil sampel itu sendiri.”

“Te..terus?” kening Davin mengkerut bingung.

“Ada orang lain yang gue suruh buat ambil, terlalu riskan buat gue ambil sendiri, Vin.”

Davin mengangguk paham, ia mengerti apa yang Stella katakan. “Gue balik, La. Lo harus hati-hati mulai sekarang.”

Stella mengangguk, begitu Davin keluar dari mobilnya. Ia langsung melaju pulang, tapi sebelum itu ia menelfon Tristan lebih dulu untuk bertanya dimana ia sekarang.


Setelah penikaman itu, Jelang di bawa ke rumah sakit karena mengalami pendarahan. Ia harus mendapatkan jahitan di perutnya, di dalam ambulance Jelang sudah memikirkan strategi agar ia bisa kabur dari penjagaan polisi.

Tanganya masih di borgol untuk saat ini, kemungkinan saat berada di IGD penjagaanya akan segera mengendur, dengan begitu ia bisa kabur. Jelang enggak mau Stella membuktikan semuanya sendiri, ia mengkhawatirkan perempuan itu.

“Bapak Jelang masih dengar saya?” tanya dokter yang memeriksa Jelang. Ia hanya mengangguk, Jelang masih sadar ia hanya memejamkan matanya sebentar karena rasa sakit terus menyerang perutnya.

“Saya akan jahit lukanya, tolong bernafas dengan perlahan ya.”

Salah satu perawat menyingkap baju Jelang dan membersihkan darah yang ada di perutnya, setelah itu Jelang sempat di bius untuk setelahnya di lakukan proses jahit luka. Tanganya sebelah kanan masih di borgol ke besi yang ada di ranjang, sementara tangan kirinya di infus.

Saat dokter dan perawat sibuk menjahit lukanya, Jelang justru sibuk menelisik seluruh bagian IGD untuk menemukan pintu lain selain pintu utama untuk keluar. Dan bagai dewi fortuna memihaknya, IGD itu memiliki pintu belakang, Jelang ngerasa ia bisa keluar lewat sana.

Saat perawat dan dokter sudah selesai menjahit lukanya, Jelang pura-pura untuk tertidur. Ia juga tidak melihat sepatu polisi di balik korden ranjangnya, Jelang bisa memanfaatkan momen ini untuk segera kabur. Ia sempat celingak-celinguk untuk mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuka borgol yang ada di tanganya.

Kebetulan ada klip penjepit kertas di atas nakas sebelah ranjangnya, entah milik siapa. Jelang tahu cara membuka borgol selain dengan kunci, akhirnya ia mengambil klip itu dan meluruskannya, ujungnya bisa ia gunakan untuk membuka borgol. Tapi sebelum itu, Jelang harus menarik selang infusnya lebih dulu.

Begitu selang infusnya terlepas, ia berusaha keras untuk membuka borgolnya dengan klip itu. Butuh waktu dua menit hanya untuk membukanya, sampai akhirnya Jelang berhasil membuka borgol itu. Jelang sempat mengintip dari korden ranjangnya, polisi yang mengantarnya ternyata berjaga di depan pintu masuk utama IGD.

Tepat sekali, ia kebetulan juga akan keluar dari pintu belakangnya. Setelah memastikan keadaan aman, barulah Jelang mengendap-endap keluar dari tirai yang menutupi ranjangnya. Dokter dan perawat yang lain juga sedang sibuk memeriksa pasien lain, dan kebetulan sekali. Ada sneli milik dokter yang tergantung di kursi dekat pintu belakang, Jelang mengambil sneli itu dan memakainya.

Ia bisa menyamar dengan sneli ini dulu, Jelang kembali berjalan cepat keluar dari pintu belakang IGD. Ternyata pintu belakang itu terhubung dengan lorong poli, kafetaria dan parkiran motor. Jelang langsung keluar lewat sana dengan sedikit berlari, ia tidak memiliki banyak waktu, mungkin dua polisi tadi akan segera menyadarinya.

To Be Continue