Trap (09)

Jelang masih berada di markas besar kepolisian hingga keesokanya, pagi ini hasil test urine nya keluar. Jelang sudah sangat percaya diri jika ia benar-benar bersih, toh barang bukti kalau ia memang sempat membeli barang haram itu untuk di jadikan barang bukti masih ada, Sayangnya barang itu ada di kantung jaketnya di rumah.

Jelang masih berada di ruang interogasi, semalaman suntuk dia enggak tidur karena penyidik masih terus mencecarnya dengan pertanyaan. Jelang tidak gentar sedikit pun, dia percaya diri jika malam itu dia memang melakukan penyamaran. Bahkan Jelang bersedia mobilnya di geledah untuk membuktikan itu semua.

Sedang malemun di dalam ruang interogasi tiba-tiba saja pintu nya terbuka, menampakan pria angkuh yang menahanya kemarin.

“Hasilnya sudah keluar.” pria itu mengeluarkan amplop berisi hasil test urine nya. “Mau saya bacakan atau anda mau membacanya sendiri?”

“Biar saya yang baca sendiri,” jawab Jelang tegas.

Begitu pria itu menyerahkan suratnya, Jelang langsung mengambilnya dan membuka amplop itu. Tanganya masih di borgol, sungguh. Mereka benar-benar menjadikan Jelang sebagai seorang tersangka.

Begitu Jelang membuka dan membaca hasilnya, matanya membulat dan rahangnya kembali mengeras. Bagaimana mungkin hasil test urine miliknya positif jika ia menggunakan sabu?

“BAJINGANNNN!!!! INI SEMUA JEBAKAN. GUE BERSIH!” sentak Jelang tidak terima, emosinya meledak-ledak.

Pria itu hanya tersenyum, kemudian duduk di kursi tepat di sebrang Jelang duduk. Pembawaanya tenang namun sirat matanya terlihat sangat licik, Jelang kenal pria ini. Dia adalah seorang kepala penyidik yang memang di tugaskan di markas besar.

“Untuk sementara ini sampai kami menemukan bukti-buktinya, anda harus tetap kami tahan.”

Jelang menahan nafasnya, tanganya mengepal kuat. Ia ingin sekali menghajar pria yang ada di depannya saat ini.

“Ini jebakan, saya bersih. Kita bisa lakuin test lagi pagi ini. Saya benar-benar enggak make apapun!” ucapnya tegas.

“Lalu bagaimana dengan bukti lainya? Hasil DNA dari darah di lokasi, nomer anda yang melapor terjadinya kebakaran di pabrik dan sidik jari. Saya mohon kerja samanya Ipda Jelang untuk jujur, dengan begitu kami bisa meringankan hukuman anda.”

“Hukuman apanya?! Saya sudah ngomong yang sejujur-jujurnya, Malam itu memang saya bertemu sama Eros, saya menyamar sebagai pembeli, saya ikutin dia sampai ke kontrakanya, bahkan setelahnya saya enggak langsung pulang, saya ke kantor dulu. Saya bahkan masih pegang barang itu,”

“Malam itu saya berharap Eros menuju markas bandar narkoba itu, tapi dia justru enggak bergerak dari kontrakanya sampai akhirnya saya tau kalo jasad yang hangus di temukan di TKP itu adalah Eros,” jelasnya.

Pria itu mengangguk, “kami akan tetap melakukan penahanan sampai penyelidikan ini selesai.”

Setelah mengatakan itu, pria tadi langsung keluar dari ruang interogasi. Emosi Jelang benar-benar sudah di ubun-ubun saat ini, bagaimana caranya mengatakan ini pada Stella dan juga orang tua nya?

Jelang harap Davin bisa terus merahasiakan ini, walau rasanya tidak mungkin kejadian ini akan tetap menjadi rahasia. Ia kenal Stella, perempuan itu akan tetap mencari tahu keberadaanya.

Jelang akhirnya di bawa ke sel sementara di markas besar sebelum nantinya ia akan di pindahkan ke sel yang ada di lapas, punggungnya ia senderkan di tembok dan ia memejamkan matanya. Jujur, Jelang merasa sedikit lelah dan mengantuk. Namun kepalanya tiada henti membuat skenario bagaimana DNA dan semua bukti-bukti itu mengarah padanya.

“BRENGSEKKKKKK MINGGIR!!!”

“Tapi Ipda Jelang tidak bisa di temui, Ibu baru bisa menemuinya setelah dia di pindahkan ke lapas.”

“Saya Istrinya!! Saya cuma mau bertemu dengan dia sebentar!!”

Sayup-sayup Jelang mendengar ada keributan dari luar sel nya, kesadaranya pun langsung kembali sempurna. Ia berdiri namun Jelang tetap tidak bisa melihat apa yang terjadi di luar sana.

“Biarin wanita itu masuk,” ucap kepala penyidik. Ia sempat menahan bahu Stella lebih dulu sebelum Stella masuk ke ruangan tempat sel Jelang berada. “10 menit saya rasa cukup untuk anda bertemu dengan Suami anda,” lanjutnya.

Stella yang sudah kepalang emosi itu menepis tangan pria itu dari bahunya dan masuk begitu saja ke dalam ruangan, waktu Stella masuk, Jelang sedang berdiri matanya langsung menangkap keberadaan Stella.

“Lang..” panggil Stella, Suaminya itu hanya tersenyum tipis.

Stella sudah khawatir setengah mati, ia bahkan rela untuk tidak bekerja hari ini demi melihat keadaan Jelang. Stella sendiri enggak yakin apa ia masih bisa fokus bekerja setelah ini, dia ngerasa harus bantu Jelang buat nyari tahu ini semua.

“Aku gapapa, La,” ucap Jelang berusaha meyakinkan Stella.

“Lang, kamu di jebak kan? Ini semua enggak benar kan?”

Jelang mengangguk, “aku bisa beresin ini sendiri, La. Kamu enggak perlu keseret. Tugas kamu cuma jaga orang tua kita dan Tristan.”

“Gak!! Kita cari jalan keluarnya sama-sama, Lang. Kamu pikir aku bakalan diem aja? Ini semua janggal. Ada orang lain kan Lang di balik ini semua? Iya kan?”

Jelang mengangguk, ia juga merasa begitu. Tapi hingga saat ini Jelang belum menemukan titik terang kenapa bukti-bukti itu bisa mengarah padanya semua.

“Pulang, La. Kamu bisa bicarain ini sama Davin. Davin cukup tahu kasus apa aja yang lagi aku pegang.”

Stella menghela nafasnya pelan, wajah Jelang sedikit pucat. Mungkin karena laki-laki itu kurang tidur dan belum sarapan, terlihat dari sedikit lingkaran hitam di bawah matanya.

Stella ingat ia masih memiliki roti bakar buatan Tristan untuknya, ia kemudian mengambil roti bakar itu yang ia taruh di kotak makan dan memberikanya pada Jelang.

“Makan yah, aku janji bakalan bikin keluar kamu dari sini, Lang.”

Jelang menunduk, ia hanya mengangguk kecil tanpa melihat wajah Stella. Tanganya terulur keluar dari jeruji besi dan mengambil kotak bekal itu.

“Kamu pulangnya hati-hati.”

Stella mengangguk.

“Aku bakal lakuin analisis DNA lagi, aku yakin itu bukan darah kamu. Dan lagi, test urine. Aku bakalan pastiin hasil nya benar-benar negatif. Aku yakin kamu bersih, Lang.”

Jelang mengangguk.

“Kamu tau aku disini dari siapa? Davin?”

Stella menggeleng pelan, “A..Ardi kasih tau soal kamu ke aku, keadaan BFN juga kacau banget.”

Tidak lama kemudian ada dua petugas yang menyuruh Stella untuk segera keluar dari sana. Jelang akan segera di pindahkan ke lapas tanahanan sampai penyelidikan kasusnya selesai di tangani.

Di perjalanan menuju lapas, Jelang tidak ada hentinya memikirkan Stella. Ia bahkan memperhatikan kotak bekal itu, tidak membutuhkan waktu lama untuknya sampai di lapas, hanya berkisar 30 menit dari markas besar akhirnya Jelang sampai di lapas tahanan.

Ia di minta untuk segera berganti baju dengan baju tahanan sebelum di bawa masuk ke dalam sel. Sebelum penjaga membawa nya ke sel, Jelang memakan roti bakar yang Stella berikan padanya. Pikiranya benar-benar tersita pada Stella, apalagi saat Istrinya itu mengatakan akan membantunya mencari tahu siapa dalang di balik penjebakanya ini.

Jelang yakin orang itu pasti sedang mengawasinya dan juga Stella. Jelang tidak ingin Stella dalam keadaan bahaya, mengingat orang ini bisa saja memiliki koneksi yang kuat. Lawan nya bukan main-main.

“Ipda Jelang Niskala?” panggil seorang petugas, yang membuat Jelang menoleh.

Ia sudah di jemput, dan kini petugas lapas membawanya ke sel. Begitu memasuki lorong demi lorong sel, semua napi yang mengenalnya menyorakinya. Apalagi napi-napi yang ia tangkap, mereka bahkan meneriakinya dengan kencang.

“JELANG SIALAN!!!”

“BRENGSEKKK!”

“BAJINGAN ITU PEMBUNUH JUGA.”

Jelang enggak merasa terintimidasi dengan hal itu, ia juga tidak menunduk atau membuang pandanganya ke arah lain. Jelang justru menatap mereka dengan tegas, ia yakin ia tidak sama seeprti mereka. Ia bukan seorang kriminal.

Jelang akhirnya sampai di sel yang akan menjadi tempatnya, begitu ia masuk 4 orang napi menoleh ke arahnya. Terutama laki-laki berbadan gempal dengan bekas luka di wajahnya, ia di tangkap karena pembunuhan keji yang menewaskan rekan kerjanya sendiri. Jelang dan Davin yang menangkapnya waktu itu. Dan kini pria itu menatap Jelang menyalang dengan seringai yang terlihat jelas di wajah garangnya.

“Rupanya kita kedatangan tamu pagi ini?” sapanya seraya berdiri dan menghampiri Jelang yang masih berdiri di depan pintu sel.

“Ipda Jelang, kasus pembunuhan dan pembakaran. Gue enggak nyangka kita akan satu sel dengan kasus yang sama,” bisiknya.

“Gue bukan pembunuh kaya lo!” ucap Jelang tegas.

“Ahhh dengar-dengar lo juga nyabu yah? Gimana kalau kita lakuin itu disini bareng-bareng?”

Jelang menyeringai, alih-alih menjawab pertanyaan dari pria tadi. Ia justru mendorongnya menjauh dan berjalan ke pojok ruangan untuk setidaknya beristirahat sebentar. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, bahu nya di tarik dari belakang dan Jelang mendapat hajaran pertama dari pria gempal tadi.

BUGGG

“Arghhh.” Jelang yang tidak siap menerima serangan itu goyah, ia terjatuh. Namun tidak membutuhkan waktu lama, Jelang justru bangkit dan menghajar balik pria tadi.

“BAJINGAN LO!!” sentaknya.

Jelang menghajar wajah pria gempal tadi dengan tinjuanya yang kencang, namun pria tadi tidak mau kalah, ia bahkan menendang perut Jelang hingga ia mundur beberapa langkah. Perutnya terasa ngilu dengan tendangan sekencang tadi.

Jelang dan pria gempal itu sempat terlibat baku hantam, sampai akhirnya pria gempal tadi mengerahkan napi di ruangan itu untuk memegangi Jelang. Jelang sempat memberontak, namun tenaganya kalah banyak karena ia di pegangi oleh tiga orang sekaligus.

“BAJINGANNN!!! DETEKTIF BRENGSEKKKK!!” pria tadi memukuli wajah hingga perut Jelang di setiap makianya.

Wajah Jelang bahkan sudah lebam dan darah segar mengalir dari pelipis dan ujung bibirnya, perutnya bahkan terasa nyeri setelah beberapa kali di hajar.

“Ayo pukulin terus, lo pikir gue takut??” ucap Jelang di iringi dengan seringain. Ia berani bersumpah bahwa ia tidak merasa takut sedikit pun, meski ia di pukuli seperti ini.

Pria tadi semakin naik pitam, ia kemudian berjalan ke arah lemari miliknya dan mengambil cutter dari sana. Jelang awalnya gentar begitu pria tadi mengeluarkan cutter, namun jika ia di tikam. Itu akan menjadi kesempatan baginya untuk keluar dari sel ini, polisi lapas pasti akan membawanya ke rumah sakit. Sementara itu ia bisa mengulur waktu untuk membuktikan jika ia tidak bersalah.

“AYO TUSUK GUE KALO BERANI!!” teriak Jelang.

Dan benar saja, pria tadi langsung berlari ke arah Jelang dan menusuknya sebanyak tiga kali di bagian samping perut dengan cutter itu.

“ARGHHHHHGHG.” teriak Jelang, darah dari samping perutnya merembas begitu saja.

Sebelum kesadaranya hilang, sayup-sayup ia bisa melihat ukuran cutter yang di pakai untuk menusuknya tidak begitu panjang. Dalam hati ia hanya bisa berdoa agar luka di perutnya juga tidak mengenai organ vitalnya.

Tidak lama kemudian Jelang terjatuh dengan darah yang terus merembas keluar, petugas lapas pun membukakan pintu sel Jelang untuk memeriksa keadaanya.