D-Day
Begitu sampai di depan gerbang SMA Anggada, Ara langsung mengetikkan pesan pada Genta agar menjemputnya. Dan benar saja tidak membutuhkan waktu lama bagi Ara, Echa, Cindy dan Kinan. Genta langsung muncul di depan mereka, Genta memberikan akses untuk ke empat gadis itu masuk, maklum tuan rumah hanya memberikan beberapa akses masuk untuk SMA lawan.
Begitu mereka masuk ke lapangan, semua penonton sudah bersorak. Pertandingan belum mulai, namun para pemain sudah memasuki lapangan. Di dalam Ara juga melihat Janu, Arino dan beberapa alumni SMA BN400 seperti Kak Tio dan Kak Jo, Mas Yuda enggak hadir di sana karena dia sedang sibuk dengan perkuliahannya.
“Cielah Ara.. Liat noh calon cowok lo,” pekik Cindy menggoda Ara begitu gadis itu memotret Kak Yuno dari kursinya.
“Eh, tapi lo sama Kak Yuno tuh belum jadian yah, Ra?” kali ini Kinan yang bertanya, ya siapa sih yang enggak tahu kedekatan mereka? Ara pun kini seperti menjadi buah bibir di sekolah.
Ara hanya menggeleng pelan, “baru deket doang kok.”
“Eh, eh tandingnya di mulai anjir!!” pekik Echa.
Mereka pun berdiri untuk menyayikan lagu Indonesia Raya untuk pembukaan pertandingan, kemudian ada beberapa anak cheer yang ikut meramaikan pembukaan pertandingan itu. Semua penonton bersorak, di kursinya Ara sibuk memperhatikan Kak Yuno yang tampak gugup di pinggir lapangan. Cowok itu bahkan terlihat beberapa kali memilin ujung celana basketnya dan berkeringat. Padahal main saja belum tapi Kak Yuno sudah berkeringat sebanyak itu.
“Kak Yuno kenapa yah..” gumam Ara pelan.
Begitu pertandingan di mulai, semua kembali bersorak. Apalagi saat sang bintang lapangan berhasil memberikan point pertama di babak pertama, itu Kak Yuno. Walau tampak terlihat gugup di awal, tapi cara bermain Yuno cukup baik. Kini cowok itu juga tampak lebih tenang.
“KAK YUNO SEMANGATTTTTT!!” teriak Ara.
Walau Ara yakin Yuno tidak mendengarnya, tapi ia beberapa kali menyerukan nama cowok itu. Kemudian di kursi belakang para siswa dari SMA nya menyanyikan yel yel demi menyemangati tim basket mereka, begitu pula dengan Ara dan teman-temanya.
“Kok mereka mainya mulai loyo sih?” ucap Cindy yang mulai khawatir, skor SMA BN400 mulai menurun.
“Tenang aja, kita pasti menang kan ada Kak Yuno!” pekik Kinan yakin.
“Tapi liat deh Kak Yuno aja mulai kuwalahn kaya gitu,” ucap Cindy.
Di kursinya Echa hanya melirik Ara sebentar, gadis itu juga tampak khawatir. Apalagi beberapa kali Kak Yuno terlihat kelelahan, bahkan cowok itu seperti kehilangan konsentrasinya di tengah-tengah permainan.
“Eh, Ra.. Ra.. Kak Yuno kenapa tuh?” tanya Echa.
Ara yang panik jadi reflek berdiri, dia juga kaget waktu liat Kak Yuno duduk dan megangin kepalanya. Cowok itu kelihatan enggak baik-baik aja, wasit yang berada di sana juga menyuruh tim kesehatan untuk membawa Yuno keluar dari lapangan, dan kemudian di gantikan oleh pemain cadangan yang lain.
“Cha, gue harus ke sana sekarang. Gue khawatir banget sama Kak Yuno,” ucap Ara.
Echa hanya mengangguk, “yaudah, Ra. Gue sama anak-anak disini yah.”
Begitu berpamitan pada Echa, Ara langsung lari keluar dari lapangan dan berlari kecil menuju UKS. Di sana ada Kak Genta juga yang nampak khawatir dengan keadaan Kak Yuno, cowok itu berada di ranjang. Masih tampak berkeringat sembari memegangi kepalanya yang sakit.
“Kak Gen, Kak Yuno kenapa?” tanya Ara panik begitu ia sampai di sana.
“Kepalanya Yuno sakit, Ra,” jawab Kak Genta.
Tidak lama kemudian, seorang wanita dengan penampilan anggun datang. Beliau langsung masuk dan menghampiri Kak Yuno yang masih berbaring, Ara gak bisa masuk mendekat, tim kesehatan menyuruhnya untuk menunggu di depan saja sampai dokter selesai memeriksa Yuno.
“Itu Nyokapnya Yuno, Ra,” bisik Kak Genta pada Ara.
“Ma..Mama?”
Kak Genta mengangguk pelan, “Mama nya Dokter.”
Ara sempat menunggu di depan UKS, menunggu dokter atau siapapun itu keluar dari sana. Hatinya belum cukup tenang kalau belum tahu bagaimana keadaan Kak Yuno sekarang, sedang asik melamun tiba-tiba saja pintu UKS terbuka, itu adalah orang tua Kak Yuno. Wanita itu tersenyum ramah pada Ara. Senyumnya begitu menenangkan sama seperti Kak Yuno ketika cowok itu tersenyum.
“Ara?” panggilnya.
“Ya..ya Tante?”
“Sini masuk, Yuno nyariin kamu.”
Ara mengangguk, kemudian mengikuti Mama Kak Yuno masuk ke dalam ruang UKS. Saat Ara masuk, Kak Yuno sudah jauh lebih tenang. Cowok itu duduk di ranjangnya walau dalam keadaan pucat.
“Kak Yuno kenapa?” tanya Ara khawatir.
“Kepalaku cuma sedikit sakit, Ra. Gapapa.”
“Sekarang masih sakit?”
Yuno tersenyum, kemudian menggeleng kepalanya pelan. “Udah enggak kok, Ra?”
“Hm?”
“Maaf yah, Maaf aku gak bisa kasih kemenangan buat sekolah kita, buat kamu, dan buat Mama juga,” ucap Kak Yuno penuh penyesalan, di tengah-tengah sakitnya ia masih sempat-sempatnya memikirkan pertandingan?
Kak Yuno juga sepertinya sudah tahu jika SMA BN400 kalah telak, SMA Anggada jauh lebih unggul kali ini. Benar-benar bukan lawan yang bisa di remehkan. jujur, Yuno menyesal. Ia benci kalah, namun rasa sakit di kepala dan gumpalan ketidaknyamanan di hatinya juga terus mengganggunya.
“Kak Yuno, gapapa. Kalah dan menang dalam pertandingan kan wajar, lagian siapa sih yang mau sakit, aku yakin, pelatih, anak-anak, Mama Kak Yuno dan juga aku. Juga lebih mentingin kesehatan Kak Yuno dulu dari pada kemenangan, ya kan Tante?” tanya Ara pada orang tua Yuno itu.
Namanya Tante Lastri, wanita itu tersenyum dan mengusap bahu Ara penuh kehangatan. “Benar apa yang Ara bilang, Yuno. Mama lebih mementingkan kesehatan kamu dulu dari pada kemenangan. Toh, selama ini juga sudah banyak piala yang kamu bawa pulang untuk sekolah.”
Setelah itu, Ara berpisah dengan Echa, Kinan dan Cindy. Dia di ajak Tante Lastri untuk main ke rumah Kak Yuno. Sungguh, Ara enggak pernah menyangka jika ia akan di sambut sebaik ini oleh orang tua dari laki-laki yang dekat dengannya. Rumah Kak Yuno itu besar, rapih dan banyak foto keluarga, piala serta piagam milik orang tua Kak Yuno dan juga milik Kak Yuno.
“Ini foto Yuno waktu umur 4 tahun, lucu yah. Pipi nya chubby banget. Yuno kecil tuh hobi nya ngambek, Ra. Apalagi waktu Papa nya motong rambut dia kependekan,” jelas Tante Lastri yang membuat Ara terkekeh.
Gadis itu mengambil bingkai foto Kak Yuno kecil yang sedang cemberut duduk di atas kursi dengan sebelah kakinya naik ke atas meja, wajah Kak Yuno kala itu dan sekarang tidak berbeda jauh. Hanya saja, Kak Yuno yang sekarang terlihat sedikit tirus.
“Lucu, Kak Yuno kaya enggak puber yah. Mukanya gak jauh beda sama yang sekarang,” gumam Ara.
“Nah, kalau yang ini. Waktu dia masuk SD waktu itu Yuno pernah ngajakin guru bimbel nya buat enggak belajar, dia malah ngajak guru nya buat main basket sama dia.”
Ara melirik Kak Yuno, cowok yang duduk di sebelahnya itu hanya terkekeh sembari mengusap belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Mama nih, jangan jelek-jelekin Yuno depan Ara dong,” rajuknya.
Tante Lastri hanya tertawa, kemudian menepuk pundak anak laki-laki kesayangannya itu dan berdiri dari tempatnya duduk.
“Mama mau ambil cookies sama teh dulu buat Ara, temani dia ya Yuno.”
“Ah, Tante Lastri?” panggil Ara.
“Iya, sayang?”
“Aku boleh gak punya satu permintaan?”
Tante Lastri melirik Yuno sebentar, anak itu hanya menggedikan bahu nya kemudian melirik Ara sebentar.
“Apa?” tanya Tante Lastri.
“Ara boleh manggil Tante pakai sebutan Bunda gak?”
Awalnya Tante Lastri terlihat bingung, namun sedetik kemudian wanita itu tersenyum dan mengangguk mengiyakan. “Boleh, Tante justru senang bisa di panggil dengan sebutan itu.”
Ara tersenyum, dia senang banget dengarnya. Apalagi waktu wanita itu merentangkan tangannya dan menyuruh Ara memeluknya, gadis itu langsung berhamburan memeluk wanita yang kini di panggilnya Bunda selain orang tua kandungnya itu.
“Bunda...”