Hari-Hari Membosankan
“Mas Iyal?” panggil Ara, gadis itu mengintip ke kamar Arial.
“Masuk aja, Dek.”
Begitu Arial menyuruhnya masuk, Ara langsung masuk ke dalam kamar cowok itu, ternyata Arial sedang belajar juga. Cowok itu belajar sembari mendengarkan lagu, Arial memasang earphone di telinganya. Hanya sebelah, yang satu lagi tidak pakai karena ia takut ada orang yang memanggilnya dan Arial tidak dengar.
“Kenapa?” tanya Arial.
“Mau minta ajarin PR, Mas Iyal sibuk gak?”
Arial menggeleng pelan, dia sudah menyelesaikan tugas-tugasnya. Arial hanya sedang sedikit belajar saja, biasanya jika sedang suntuk atau mengalihkan pikiran dari masalah orang tua nya, Arial akan mencari pelampiasan dengan belajar sekeras mungkin.
Arial tidak merasa belajar menjadi suatu beban untuknya, ia malah menjadikan itu sebagai pengalihan dari rasa kesepian dan kecewa dengan orang tua nya. Makanya gak heran kalau Arial ini pintar banget, bahkan orang tua nya sudah sering menawarinya untuk bimbel, tapi Arial menolak dengan mengatakan ia lebih nyaman belajar sendiri.
“Enggak kok, lagi gabut aja terus belajar. Tadi Reno juga habis ngerjain PR nya disini,” jelas Arial.
Ara hanya mengangguk, memperhatikan setumpuk buku-buku tebal milik Arial yang ada di atas meja.
“Ada tugas apa? Coba sini Mas Iyal liat.”
Ara memberikan buku pelajaran miliknya, kemudian menarik kursi dan duduk di sebelah Arial. Ada beberapa soal matematika yang tidak Ara mengerti. Sembari mendengarkan Arial menjelaskan, terkadang Ara mencuri-curi waktu untuk memikirkan Kak yuno.
Sekelebatan ingatan akan Kak Yuno hari ini juga terus menyita pikirannya, rasanya Ara tidak sabar ingin cepat-cepat minggu depan demi bisa melihat Kak Yuno bertanding di SMA Anggada.
“Ra? Dengerin gak sih? Dari tadi cengar cengir,” Arial menggerutu, dia ngerasa Ara enggak konsentrasi saat ia menjelaskan soal pada Adik sepupunya itu.
“Mas Iyal?”
“Hm?”
“Mas tau gak, tadi pagi ada yang salah paham sama aku gara-gara Mas Iyal anterin aku ke sekolah.”
Arial mengerutkan dahinya bingung, “salah paham? Siapa? Kamu punya pacar?”
“Enggg, salah!” Ara menyilangkan tangannya di depan wajah, kemudian menghela nafasnya pelan. “Belum jadi pacar sih, masih PDKT.”
“Cih, masih kelas sepuluh udah cinta-cintaan.”
“Ihhh emang kenapa sih? Kan ini tuh biar aku semangat sekolahnya, lagian emang Mas Iyal gak punya pacar atau gebetan apa di sekolah? Kayanya gak mungkin banget,” Ara melirik Arial, memperhatikan wajah Kakak sepupunya itu.
Ara cuma mikir aja dengan wajah yang nyaris sempurna, otak yang pintar dan tinggi badan yang menjulang. Rasanya enggak mungkin Arial enggak punya pacar atau minimal gebetan di sekolah, apa jangan-jangan Arial hanya mengenal belajar saja dalam hidupnya? Boring banget gak sih? Pikir Ara.
“Gak ada, Mas Iyal mana sempet mikirin gituan.”
“Kebanyakan belajar sih, makanya Mas Iyal kadang ngebosenin,” Ara mencibir. “Tapi serius deh, Mas. Mas gak naksir satu cewek pun di sekolah?”
Arial yang awalnya tidak memusingkan pertanyaan Adiknya itu jdi terdiam sebentar, dia jadi ingat gadis manis yang akhir-akhir ini baik padanya, ah tidak, gadis itu selalu baik. Bukan hanya padanya, tapi pada semua orang.
“Enggak, udah belajar lagi ah, malah ngomongin cewek lagi.”
“Ihhh Mas Iyal, mah.”
“Lagian, kaya apa sih cowok yang lagi kamu taksir itu? Emang dia lebih keren dari Mas Iyal apa?”
Ara mendengus, dia gak menyangkal jika Arial memang sekeren itu. Ara lebih mengakui Arial memang keren dari pada Mas Yuda, ya meskipun Mas Yuda juga keren, tapi Ara terlalu gengsi mengatakan itu secara terang-terangan.
“Namanya Kak Yuno, dia tuh pinter banget. Kelas sebelas. Seumuran Mas Iyal, terus tinggi, terus jago main basket lagi, ahhh.. Yang jelas dia ganteng terus baik,” jelas Ara.
“Cih,” Arial mencibir. “Awas yah dia sampe bikin kamu nangis, Mas samperin dia awas aja!!”
“Ihhh Mas Iyal, Kak Yuno tuh gak gitu orangnya.”
Setelah Ara keluar dari kamarnya, Arial jadi memikirkan kata-kata Adiknya itu. Ara benar, kadang hari-hari nya sedikit terasa membosankan. Tidak ada hal yang membuat Arial merasakan debaran jantung seperti orang jatuh cinta. Ah, tidak. Arial tidak memikirkan itu.
Dia terlalu takut untuk jatuh cinta, dia takut sakit hati. Dia takut memiliki hubungan yang buruk seperti kedua orang tua nya, lebih baik untuk saat ini dia fokus pada dirinya sendiri dulu alih-alih memikirkan percintaan.