Untuk Pertama Kalinya

Setelah selesai dengan bimbel matematikanya hari ini, Yuno kembali memeriksa ponselnya sebelum ia kembali ke rumah. Ara belum membalas pesannya, Yuno sempat berpikir jika mungkin gadis itu sedang sibuk atau sudah tidur. Entahlah, tapi sejujurnya Yuno sangat menunggu balasan dari gadis yang akhir-akhir ini menyita pikirannya.

Biasanya setelah serangkaian bimbel yang orang tua nya daftarkan untuknya, Yuno pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan tidak semangat lagi untuk belajar. Tapi semenjak mengenal Ara, cowok itu jadi semangat dan menikmati sedikit-sedikit hari-harinya yang melelahkan.

Terutama di sekolah, kadang Yuno rela datang lebih pagi untuk bisa melihat Ara yang berjalan di tengah lapangan menuju ke kelasnya. Yuno gak pernah tau kalau Yuda punya Adik perempuan, kalau Yuno tahu dari dulu Yuda punya Adik perempuan. Mungkin Yuno sudah mendekati Ara lebih dulu.

“Baru pulang, den?” tanya Budhe. Waktu Yuno buka pintu rumahnya, kaya biasa. Rumah yang besar milik orang tua nya itu selalu sepi.

“Iya, Budhe. Mama sama Papa belum pulang?”

“Belum, den. Tadi pagi, Ibu cuma bilang kalau pulang malam. Karna Ibu sekarang kan nambah jam praktik di rumah sakit lain.”

Yuno mengangguk kecil, kedua orang tua Yuno itu dokter. Makanya gak heran kalau Yuno harus belajar mati-matian agar bisa mewujudkan keinginan kedua orang tua nya, untuk melanjutkan profesi keluarga.

Gak jarang Yuno ngerasa tertekan, anxious dan sampai mimisan saking kerasnya ia belajar. Yuno juga selalu di tanamkan agar tidak selalu puas sama apa yang dia dapat sekarang ini.

“Ya Udah, budhe. Yuno mau ke atas dulu, mau mandi habis itu belajar.”

“Gak mau makan malam dulu, den?”

Yuno mengangguk kecil, “ nanti aja, budhe. Budhe kalau udah ngantuk, tidur aja gapapa, nanti Yuno hangatin lauknya sendiri.”

“Ya Udah, kalau gitu Budhe ke kamar yah, den. Kalau ada apa-apa panggil aja.”

“Makasih, Budhe.”

Yuno naik ke lantai 2 tepat kamarnya berada, menaruh tas sekolahnya kemudian memeriksa apa saja yang harus ia pelajari malam ini. Jika di tanya apa Yuno pernah muak dengan ini semua, tentu saja jawabannya iya.

Yuno pernah sesekali bolos les, tidak belajar dan lebih memilih bermain gitar di atap atau kadang membaca komik. Namun itu semua tidak luput dari perasaan bersalah.

Setelah mandi, Yuno mulai kembali duduk di meja belajarnya. Membaca semua catatan-catatan yang ia merasa tidak pernah membuatnya. Namun, Yuno sangat mengenali tulisan-tulisan itu.

Itu adalah catatan mengenai rumus kimia yang pernah seseorang buatkan untuknya. Seseorang yang menyempurnakan dirinya.

“Gue gak nyangka lo bakalan bikinin catatan-catatan kaya gini,” gumam Yuno.


“Pagi Kak Yuno.”

“Pagi Yuno.”

“Hai Kak Yuno.”

Seperti biasa, setiap kali Yuno melewati lorong menuju kelasnya sapaan itu akan terdengar untuknya. Begitu sampai di lantai 3 kelasnya berada, senyum Yuno mengembang begitu ia melihat gadis yang semalam ia pikirkan itu tengah berdiri di depan kelasnya.

Itu Ara, gadis itu enggak sendiri. Dia sama Echa, Yuno juga heran kenapa Echa dan Ara harus kemana-mana berdua. Oh, kadang mereka jadi bertiga. Ada Januar juga yang sesekali mengekori keduanya.

“Ra?” sapa Yuno begitu Ara melihat ke arahnya.

“Hai, Kak Yuno,” sapa Echa malu-malu di sebelah Ara.

“Hai juga, Cha. Kalian dari tadi berdiri disini? Mau cari siapa?”

Ara kelihatan membuang nafasnya kecil, gadis itu bawa paper bag berwarna pink yang sedari tadi dia peluk.

“Aku nyari Kak Yuno, ternyata Kak Yuno baru datang, ah, Iya,” Ara memberikan paper bag itu pada Yuno. “Ini jaket Kak Yuno kemarin, udah aku cuci kok, sekali lagi makasih banyak ya, Kak.”

Yuno tersenyum memperhatikan paper bag itu kemudian mengambilnya.

“Sama-sama, harusnya gak perlu kamu cuci lagi, Ra.”

“Gapapa, Kak. Takut kotor.”

“Ah, iya.” Mumpung sekalian Ara di sini, sekalian saja Yuno menagih jawaban gadis itu. “Soal ajakan aku semalam, gimana?”

Di belakang Ara, Echa cuma diem aja sembari sesekali gadis itu ngumping tipis-tipis apa yang Yuno dan Ara bicarakan, ya. Tentu aja Echa udah tau apa yang di maksud ajakan oleh Yuno. Kaya gak tau Ara aja over sharing nya gimana.

“Hhmm, aku udah izin sama Bunda dan Papa, Kak.”

“Terus?” Yuno mengangkat sebelah alisnya penasaran.

Ara mengangguk kecil dan tersenyum, “aku ikut.”

Dan sedetik kemudian senyum di wajah Yuno itu mengembang dengan sempurna, bahkan bolongan yang menjadi spot favorite Ara itu terlihat.

“Minggu depan aku jemput jam 7 malam yah, sekalian aku pamit izin ke orang tua kamu.”

“Boleh, Kak.”

“EKHEM...” Echa yang udah gak tahan jadi kambing conge akhirnya berdeham, dia udah gak sanggup lagi jadi obat nyamuk, mau ninggalin Ara tapi dia juga masih betah liatin cogan-cogan kelas sebelas berseliweran dari tadi. Kan lumayan cuci mata, dari pada di kelas. Yang di liat makhluk setipe Januar terus.

“Ya..ya udah, Kak. Aku balik ke kelas yah.”

Begitu mendapat anggukan kecil dari Kak Yuno, Ara langsung gandeng tangan Echa dan meremat gemas tangan itu. Gak sanggup dia menahan buncahan kebahagiaan yang melingkupi hatinya.

Rasanya ingin sekali pagi itu dia meluk Kak Yuno erat, tapi kan enggak mungkin. Ini di sekolahan, dan lagi pula... Dia siapa meluk-meluk Kak Yuno?