Wordsmith

SOMETHING BEHIND

Lee Jeno Oneshot AU written by awnyaii

Malam ini pukul satu malam, Jevin terbangun dari tidurnya, ia berada di kitchen bar rumahnya, ia meneguk slokinya dengan sedikit terburu dan kasar. Jevin terkekeh sendiri, lalu meneguk alkohol yang ada di dalam sloki itu lagi, “Fuck,how can...” Jevin menggerutu seorang diri.

Jevin mulai kehilangan kesadarannya, “how can I hurt her? hahaha, such a bastard, that’s you, Jevin!” racaunya.

Nyatanya, hal itu didengar Letta dan membuat Letta terbangun dari tidurnya. Tanpa menunggu waktu lama, Letta keluar dari kamarnya dan menghampiri Jevin. Mereka berdua yang sudah berada dalam naungan pernikahan untuk satu tahun lebih memang sudah bersepakat sudi mengangguk menjatuhkan diri masing-masing yang mulai bersenyawa untuk satu sama lain.

Letta mencoba meyakinkan dirinya bahwa Jevin masih bertahan dan tidak akan sekalipun beranjak dari perasaan keduanya yang saling beradu padu serta menyatu dalam naungan pernikahan meski sebenarnya ia simpan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Raga Letta masih kuat namun jiwanya mungkin hancur lebur dalam duka balutan renjana penuh luka. Hujan di luar serta gemuruh di langit berpacu bersamaan dengan detak jantung Letta yang sudah memburu.

Letta melangkahkan kaki dan mengatur napasnya, ia langsung menghampiri dan menahan satu botol alkohol yang hendak Jevin teguk itu. “Jevin, stop!” katanya nyaring. Jevin menahan lengan tangan Letta membuat wanita itu menghentikan pergerakannya dan menatap Jevin sengit.

“Apa?” tanya Letta ketus.

“Apaan, sih?” balas Jevin dengan nada lesu. “Kamu ngedrunk? Ngapain? Ngapain, aku tanya!” Letta berteriak. “Stressed out.” “Nggak dengan kaya gini! Kamu kenapa?!” kata Letta mendelik tajam, Jevin hendak merengkuh Letta namun Letta menepis tangan Jevin kasar.

“Kamu kenapa tiba-tiba marah gini?” tanya Jevin dengan wajah yang sayu.

Wanita itu sudah ada di puncak emosinya, seketika senyap berkuasa diantara mereka sebelum Letta angkat bicara. “Ini apa, Jevin ....” kata Letta dengan suara bergetar. Jevin berbalik badan menatap sang puan yang berkacak pinggang dengan mata yang berkaca-kaca sambil menyodorkan ponsel, disana jelas terpampang foto Jevin tengah tertidur di sebuah apartemen.

Do you have fun with her? With not proper clothes, can you imagine how hurt that for me, Jevin?” Letta berjalan melangkah mendekati Jevin yang masih mematung.

Keterdiaman Jevin seakan meneriakkan sanggahan atas pendapat yang Letta lontarkan namun birainya seakan terkatup melihat wanitanya meneteskan butiran kristal di pipinya. Iris gelap Letta beradu dengan milik Jevin untuk waktu yang lama. cukup lama Jevin menyelami teduhnya mata itu yang kini sudah berubah menjadi sungai air mata.

Jevin membisu sampai Letta ada di depan wajahnya yang hanya berjarak beberapa senti saja. Letta menggenggam dan meremas kaos yang Jevin kenakan. Ia tertunduk, tertawa terbahak sejenak―lalu terisak setelahnya.

“Aku terlalu sibuk ya jadi istri, aku terlalu sibuk ya sama kerjaanku sampai kamu cari kebahagiaan itu di wanita lain?” katanya dengan suara parau.

Jevin menggeleng cepat, “Aku nggak ngapa-ngapain! Aku cuma pusing waktu itu, selesai minum obat aku ketiduran, sampai temenku nelfon aku, and then aku langsung pulang, sayang. Nggak ada apa-apa. Trust me!” “Kamu suruh aku percaya tapi wanita itu sendiri yang kirim buktinya dan kamu nggak jujur ke aku, harus aku percaya sama kamu?”

“Aku nggak ngapa-ngapain!”

Letta melongok menatap pria yang lebih tinggi darinya itu. Tempat mengadu lelahnya kini berubah menjadi bidak yang hanya memberi penilaian sepihak untuk Letta. Wanita itu hanya bisa mengangguk dan menyeka air matanya sendiri.

“Iya, aku dipaksa percaya sama kamu dengan semua bukti yang udah jelas! Sebagai suami seharusnya kamu udah tahu apa yang harus kamu lakuin kalau dapet partner kerja wanita lain! Apalagi yang haus belaian kayak gini!” Letta terkekeh diatas tangisnya. Jevin membisu.

“Sakit, Jev. Bahkan aku baru aja selesai operasi kista, apa karena dokter bilang aku nggak bisa punya anak terus kamu cari kebahagiaan di wanita lain?” Satu kepalan tangan mendarat di dada Jevin. Suami Letta tertunduk lesu melihat sang puan menangis terisak di hadapannya.

“Jawab Jevin! Jawab!!” Atas kegelisahan hati Letta, ia titipkan pekikan nyaring pada kalimatnya yang penuh penekanan itu. Hatinya kalut terbalut kabut luka pada hati yang dibiarkan bertaut. Jevin hanya tertunduk tidak bisa menyanggah ucapan Letta.

“Aku mampir ke apart Clarynta karena anterin dia, terus aku tiba-tiba pusing, terus aku emang tidur di sana tapi ada temenku yang lain! aku tidur di sana biar pusingnya hilang, aku ganti baju pakai baju temenku karena badanku nggak enak pakai jas, kemeja, sumpek. Udah itu aja, aku juga nggak ngapa-ngapain sama Clarynta, sayang!”

“Dengan kamu tidur dan dateng ke apartemen wanita lain itu udah salah! Where is your clothes? Kamu pusing karena ngedrunk kan? Jawab!!”

Sorry.... aku emang ngedrunk sama anak-anak, ” Jevin mengakui apa yang ia lakukan dari sepenggal kata yang ia ucapkan, bukan?

Bastard!” balas Letta, sedetik kemudian berusaha menguatkan dirinya sendiri dan tersenyum. Letta berjalan meninggalkan Jevin di sana tapi Jevin menarik lengan Letta, “Maafin aku, Letta.” pinta Jevin sambil menggenggam tangan sang puan dan menghadapkan tubuh mungil Letta ke hadapannya.

“Malam ini kita tidur nggak satu ranjang! Awas ya kamu kalau emang selingkuh sama wanita murahan itu! Nggak ada toleransi dalam hubungan kita!”

“Lett, apaan, sih?! Aku nggak selingkuh!!” Jevin dihadirkan dan dihadapkan kepada pilihan berat. Ia mengiyakan permintaan Letta. Namun saat Letta hendak beranjak lagi, Jevin menarik tangan Letta dan menarik tubuh Letta dalam dekapannya.

Sebuah tarikan yang agak kasar itu juga langsung dipakai Jevin untuk membawa birai Letta dan milik Jevin beradu dan saling menyapa dalam hitungan detik, bola mata Letta terbuka lebar namun yang ia dapati adalah Jevin yang terpejam sambil masih melumatkan kecup dan mata suami Letta itu sudah basah. Seakan ingin memberontak namun tenaga Jevin lebih kuat, tak butuh waktu lama Jevi semakin mencumbu Letta dengan tempo tak beraturan.

Pagutan itu bukan diiringi alunan musik indah melainkan aliran air mata dari netra keduanya. Letta memukul-mukul lengan Jevin memaksa sang tuan melepaskannya, namun tarikan dari Jevin disematkan, jarak dikikis, deru napas dapat dirasakan satu sama lain saat ini. Bibir Letta yang terkatup perlahan terbuka saat satu tangan Jevin melingkar di pinggangnya dan satu tangan Jevin menekan tengkuk leher Letta.

Jevin juga mendorong tubuh Letta hingga Letta bersandar di tembok, dengan agak keras hingga Letta merintih kesakitan, Jevin mengunci tubuh Letta agar tidak bergerak, perlahan lumatan lembut dari Jevin berubah menjadi lumatan brutal. Letta menggeleng ke kanan dan kiri dengan cepat namun Jevin masih menahannya, bibir bawah Letta dihisap bergantian dengan bibir atasnya dengan brutal bahkan Jevin beri sedikit gigitan juga. Sang puan melenguh kehabisan napas namun tak diindahkan oleh Jevin.

Bahkan Jevin membuka kaosnya dan melemparnya ke sembarang arah, lalu melonggarkan celana yang ia kenakan. Letta tidak bisa melawan, ia menangis disana. Jevin yang ada dibawah pengaruh alkohol membuat dirinya sendiri hilang kendali.

Jevin memeluknya dan melingkarkan tangannya di perut Letta dan bergerak kemanapun, jari nakalnya bergerak menuju paha lalu naik, Letta yang hanya menggunakan daster sedikit menggelinjang saat itu. Tangan Jevin meremas kasar beberapa titik sensitif Letta. Jari Jevin memberi sapaan di pusat tubuh Letta dan bermain disana bergesek pelan perlahan sebelum masuk menelusup ke panties Letta. Membuat Letta sedikit menggeliat, kesempatan saat kepala Letta mendongak diambil Jevin untuk menciumi bagian leher Letta. Bibir dan lidahnya lihai menjalari bagian leher Letta. Dikecup dan sedikit dihisapnya bagian leher Letta membuat sang empu merasakan gelenyar dalam dirinya ditambah jari Jevin yang belum bisa tenang sedari tadi. Tanda cinta juga Jevin sematkan di leher sang puan dengan tempo yang sangat terburu.

Mhh Jevin, stophh,” desah Letta saat pusat tubuhnya dimainkan habis-habisan oleh jari Jevin yang bergerak cepat disana.

Forgive me... Forgive me!” pinta Jevin awalnya nada bicaranya lembut hingga kedua kalinya ia meninggikan nada bicaranya yang membuat Letta ketakutan.

“Jevin lepas, sshhhh,” desah Letta dan memaksa Jevin menjauh tapi Jevin tidak menghentikan kegiatannya, ia langsung membawa kaki sang puan naik dan menggendongnya lalu mendudukkan Letta di kitchen bar dan berlanjut menyesap bibir Letta lebih brutal. Sementara kaki Letta bergerak resah ingin dilepaskan dan diturunkan tapi tetap saja Jevin hilang kendali atas dirinya. Satu tangannya masih menahan tubuh Letta satu tangannya yang lain menekan tengkuk leher Letta, meremas rambut wanitanya bahkan sedikit menjambaknya. Wanita dalam pelukan Jevin sudah menangis tidak karuan namun Jevin masih kehilangan akal sehatnya.

Dikecupnya bergantian leher dan bagian dada Letta, sang puan mulai kehabisan tenaga melawan Jevin. Akhirnya,Letta sedikit menjauh, membuat jarak sedikit membentang diantaranya dan Jevin.

PLAK! Satu tamparan mendarat di pipi Jevin saat itu.

“Sadar!” jerit Letta keras di atas tangis.

There’s no other woman for me, I’m afraid if I loose you one day. Forgive me. Kemarin aku salah, aku curhat sama Clarynta tentang keadaan kamu, tapi aku nggak pernah tahu dia se picik itu dan ternyata dia pernah ada rasa sama aku jadi dia kirim foto itu untuk manas-manasin kamu. But still, my fault, I’m sorry.” Kalimat yang terdengar pilu itu Jevin ucapkan lirih di sela pagutan mereka yang terasa menyakitkan itu.

“Tapi kalau kayak gini kamu sendiri yang bikin aku hilang pelan-pelan, Jevin! Aku tahu semua kisah masa lalu kamu gimana! Aku takut, Jevin! Kamu ngerti nggak sih seberapa takutnya aku?!” kata Letta nyaring.

Tidak menjawab karena enggan berdebat, Jevin kembali melumat bibir Letta, kali ini menggendongnya ke sofa dan langsung membanting tubuh Letta disana. Hingga Letta benar-benar menangis. Jevin pun melucuti pakaian yang masih ada di tubuh Letta. Jevin yang mengukung tubuh Letta pun beradu tatap sesaat. Mata Jevin yang sangat merah beradu dengan mata sembab dan basah milik Letta.

Stop it, Jevin. It’s hurt. If you’re in my position, what will―” belum sempat Letta menyelesaikan kalimatnya, Jevin sudah menelusupkan wajahnya di sela leher Letta, menciumi dan sedikit terisak disana.

Forgive me.” Kemudian Jevin meraup payudara Letta dan menyesapnya serta sedikit menggigitnya memberi rasa perih untuk Letta.

“Jevin stop Jevin! Sakit ... Sakit, Jevin....” rintih Letta menangis tapi Jevin malah mengunci kedua tangan Letta di samping kepala Letta, menautkan jari mereka dalam satu genggaman, terlalu erat hingga Letta merintih kesakitan. Jevin benar-benar diluar kendali.

“Jevin, it’s hurt ...” desah Letta dan rintihannya beradu saat Jevin meraup habis-habisan bibirnya dengan brutal dan belum melepaskan genggaman tangannya yang terlalu erat itu. Jevin menikam Letta dengan lumatan dan kecupan brutal di bibir, leher, belakang telinga, dada bahkan payudara wanita itu.

Jemari Jevin kembali memainkan pusat tubuh Letta di bawah sana, tidak membiarkan sang puan bernapas barang sebentar. “*Stay with me!” pekik Jevin.

But, you hurt me aakhhh!” Letta tak kalah memekik sambil meremas pundak Jevin saat jari panjang Jevin bergerak cepat di bawah sana. Letta mulai kehabisan tenaga ia hanya bisa pasrah, ia membiarkan sang tuan merajai tubuhnya, terlalu lelah hati dan fisik Letta saat ini. Pria yang ia dekap setiap malam ini apakah akan menjadi pria yang akan menghancurkan kepercayaannya? Namun mengetahui pengakuan Jevin hari ini membuat Letta sakit hati.

Waktu tak pernah salah untuk datang, bagaimana kalau perpisahan harus datang kepada dua sejoli yang saling berjuang dan tak pernah saling meniadakan hanya karena satu kesalahan? Maka Jevin juga melucuti celananya dan dibiarkannya pusaka milik Jevin bergesekan dibawah sana dengan milik Letta yang masih dibalut celana dalamnya.

Letta menekan dada Jevin agar sedikit menjauh darinya, namun pelukan Jevin bertambah erat. Ia menciumi bagian leher Letta ia membawa kedua tangan Letta ke atas kepala Letta dan memeganginya di pergelangan tangannya. Setelah itu, dengan sedikit brutal Jevin menciumi bagian dada Letta. Dan Letta tidak bisa melawan, ia hanya menghela napas dan menangis kehabisan tenaga. Sesaat kemudian, Jevin masih memeluk tubuh Letta, ia menciumi perut dan dada Letta tiada henti sambil merapalkan kalimat pilu, “Forgive me... Forgive me,” Katanya meracau.

Letta membalas pelukan yang terasa menyakitkan itu, keduanya mengubah posisi menjadi duduk berhadapan, pakaian keduanya sudah berantakan, begitu pula perasaan yang dibiarkan berkecamuk saat ini.

“Jangan bikin aku pergi dengan sikap kamu,” kata Letta lirih. Keduanya saling menatap, mempertanyakan takdir lewat sorot mata, mata teduh Letta beradu dengan mata merah Jevin.

“Aku salah apa sama kamu sampai kamu berani ke apart wanita lain bahkan tidur di sana?” Perkataan Letta tidak mendapatkan jawaban apa-apa dari suaminya. Jevin tidak menjawab ia langsung memeluk Letta lagi erat dikecupnya puncak kepala Letta berkali-kali.

“Aku sayang kamu, Letta.” ucapnya berkali-kali dengan sedikit panik. Setelah itu, netra keduanya beradu pada satu titik tumpu. “Letta, kamu mau maafin aku?” tanya Jevin lagi. Napas yang terajut kini kian tak beraturan karena Jevin coba kontrol dirinya sebisa mungkin meski pikirannya riuh.

Tak ada kata lagi yang terucap, namun pada beberapa detik setelahnya, ada lengan yang melingkar di perut dan pinggang Letta. Menarik Letta hangat mendekat hingga ada senggama antara dua tubuh yang menempel. “Lepas!” Letta menyingkirkan kasar tangan Jevin saat itu.

“Enggak, sayang!” Jevin masih bergelut disana dengan tangan yang ingin melingkar erat. Letta sempat kesal dan memberontak tapi tatapan tajam Jevin membakar jiwa dan membuat napas Letta berderu saat itu juga.

“Letta, sayang, forgive me.” Sebuah panggilan mesra membuat sesuatu meledak di dalam jiwa Letta dan menyayat untuk waktu yang bersamaan. Netranya tak lepas menatap iris gelap di depannya. Senyum itu mendekat tak beri jarak antara deru napas keduanya. Tidak ada rasa bosan di dalam hati Letta, tidak ada rasa benci tapi kini semua berkecamuk jika mengingat perbuatan Jevin yang diluar dugaan ini. Hati istri mana yang tidak hancur?

Saat keduanya saling bertatapan lagi, perselisihan dan tembok keegoisan diredam sesaat. Bukan tamparan bukan pelukan yang Jevin berikan melainkan sebuah tarikan, bola mata Letta kembali terbuka lebar namun yang ia dapati adalah Jevin yang terpejam sambil masih melumatkan kecup dan menggunakan lidahnya. Sela rambut Jevin setelahnya menjadi media bagi Letta menyalurkan nikmat dan sakit hati yang perlahan mulai ia rasakan, tak butuh waktu lama. Balasan lembut untuk sang puan diberikan Jevin di detik selanjutnya, pagutan dan lumatan serta sapaan lembut di birai Letta dengan lidahnya yang lihai membuat Letta membuka mulutnya memberikan akses kepada Jevin untuk melakukan lebih. Letta sudah lelah juga sudah pasrah dengan sikap suaminya malam ini, tidak ada tenaga untuk melawan lagi.

Kini, keduanya sudah dikuasai perasaan yang saling hanyut satu sama lain. Lumatan dan pagutan Jevin artikan sebuah perasaan tidak ingin kehilangan. Balasan cecapan Letta artikan sebagai penyatuan dua hati yang setelah ini harus berjuang mempertahankan kebersamaan dan menunda perpisahan kalau memang ucapan Jevin bisa dibuktikan. Jevin tanpa ragu menambah dalam lumatannya dan kini Jevin dengan tubuh kekarnya mengungkung Letta di antara dua lengannya, mata keduanya saling terpejam, namun ada bulir air mata yang lolos lewat ekor mata Letta.

“Sakit, tahu, Jev.” Suara sang puan yang bergetar membawa hati Jevin diiris nyeri. Untuk sesaat, Jevin melepaskan pagutan dan mengecup pipi Letta. Wanita itu membuka matanya dan merasakan kecupan mesra beberapa detik yang ia dapat di pipinya.

“Tinggalin aku sendiri dulu.” mendengar kata-kata Letta itu, Jevin terbakar amarah lagi karena kehilangan kontrol dirinya akibat alkohol. Ia kembali beri pagutan yang bertambah brutal tanpa peduli dengan Letta yang terengah, dan napasnya mulai tersengal. Dengan lihai, Jevin membawa Letta pada ciuman yang lebih dalam. Memagut bibir ranum sang puan dengan sedikit tempo yang dipercepat. Bahkan kini Jevin juga melucuti segala perca yang masih ada membuat tubuh keduanya naked.

“Nggak! Aku nggak akan ninggalin kamu!” gertak Jevin. Tangan Jevin menjalar pada pinggang, dada dan perutnya berurutan dengan sentuhan lembut yang berangsur kasar dan memabukkan. Sebuah rematan yang disusul setelahnya membuat lenguhan pada diri Letta lolos dan melenguhkan nama Jevin dengan merdu diantara rintih dan lenguhnya. Berulang kali memanggil sang tuan, memanggil dalam lenguhan yang seakan memaksa sang tuan agar jangan melakukan ini dengan kasar.

Tangan Jevin berkelana dari perut naik ke dada, menjelajah pinggang dan punggung, begitulah pergerakan jemari Jevin di tubuh Letta lalu naik ke belakang leher Letta dan ia gunakan tenaganya untuk sedikit menekan tengkuk sang puan hingga desahan nama Jevin terdengar lagi. Jevin amengungkungnya dan menempatkan kedua lengannya untuk bertumpu di sebelah kepala Letta. Pagutanya belum dilepas, lidah yang beradu belum dibiarkan henti.

Suara decapan beradu semakin lancang menggelitik telinga Jevin dan membuatnya ingin melakukan yang lebih dari ini. Diselingi sebuah gigitan kecil di bibir bawah Letta bak permintaan Jevin untuk mengadu lidah lebih dalam lagi dan menjajak seluruh yang Letta punya hanya untuk ia saja, Letta sudah semakin mendesah makin brutal saat seluruh perasaannya luruh di dalam pagutan hebat yang lebih berapi daripada sebelumnya―selaras beriringan dalam sebuah lenguh, keduanya jatuh lebih dalam lagi.

Mendesah, mencecap, melumat―berlangsung di waktu yang bersamaan. Kini Jevin menurunkan bibirnya yang sudah basah ke sela leher Letta. Mampir disana untuk waktu yang lama serta bermain menggoda Letta memberikan kenikmatan untuk Letta, menjilat dan sedikit menggigitnya meninggalkan tanda cinta di sana serta mempermainkan Letta dengan lidah dan bibirnya hingga sang puan mendongak dan meremat sprei menahan kenikmatan. “Say my name!” kata Jevin nyaring di telinga Letta. senyap yang gemar mendekam diusir terganti panggilan nama sang tuan di sela desahan Letta―saling bersahutan dengan sang tuan. Senggama kulit keduanya membawa sebuah hentakan pada diri Letta saat merasakan miliknya bersentuhan dengan milik Jevin dibawah sana. Bahkan Jevin menggesekkannya sedikit terburu dan kasar. Puncak dada Letta juga bersentuhan dengan Jevin membuat Jevin tergoda untuk melanjutkan kegiatannya di bagian dada Letta. “Jevin please... don’t...” Badan Letta bagaikan tersengat listrik saat merasakan kecupan kecil di puncak payudaranya, rematan di payudara satunya yang berangsur, hingga saat sebuah gigitan yang dibalut hisapan dari Jevin membuat kepala mendongak, badan menggeliat, tidak ada yang Letta bisa lakukan selain membiarkan sang tuan merajai tubuhnya sekarang. Ia berikan seluruh akses kepemilikan atas tubuhnya kepada Jevin. Meski Jevin melakukannya sedikit kasar dan ada di bawah pengaruh alkohol.

Permainan di payudara sintal Letta oleh lidah Jevin membuat badan Letta dijalari rasa panas dan gelenyar nikmat mereka mulai menyerukan lenguh yang begitu merdu di telinga satu sama lain. Jevin melepaskan ciumannya dari bagian dada Letta. Ia membuka paha Letta perlahan melebar, wanita itu menahan lengan Jevin.

“No! Nggak mau, Jev! Nggak mau!” Pekik Letta, tapi Jevin adalah Jevin, ia sapa pusat tubuh Letta dengan kecupan lalu ia lihat wanitanya sudah menggeliat tidak karuan dan memejamkan mata. Hal itu membuat Jevin ingin memanjakan lagi sang puan yang sebenarnya tidak ingin melakukannua. Disapanya lebih lagi dengan lidah lihainya. Jari Jevin juga ia biarkan memainkan sisi lain dari puncak pertahanan Letta itu dengan gerakan menusuk dan naik turun.

“Jevin―mmhh, ja...ngan....” lenguhan lain lolos dan diantara surai hitam Jevin tangan Letta sibuk meremat menyalurkan sebuah kenikmatan yang tidak bisa ia tahan lagi. Lidah Jevin sudah menyapa dan menusuk nusuk dibawah sana dengan lembut. Perlahan pelan―lalu bertambah cepat. Lidah lihai bergerak naik turun dan keluar masuk, menyentuh bagian sensitif Letta seakan menggoda namun menjajal lalu memperlakukan dengan baik setelahnya meski dengan terburu dan penuh nafsu.

Jevin menyeringai tatkala mendengar sang puan membisik lirih dan diikuti rintihan yang menggetarkan jiwa. Jevin memperlambat gerakan jarinya dibawah sana dan meredam rasa sakit Letta dengan lumatannya yang berapi dan lembut disaat yang bersamaan. Ketika dirasakan Letta sudah siap, dengan mata yang sayu setengah terpejam, Jevin bersiap memasukkan pusakanya ke pusat tubuh Letta, paha Letta kembali dibuka Jevin Lebar.

I’ll go.” Suara lirih Jevin menghantarkan Letta memejam dan menggeleng karena tidak mau, namun Letta memejam dan menangia tatkala pusaka Jevin memasuki pusat tubuhnya dalam tiga kali hentakan keras yang Jevin berikan.

“Akh! Jevin mhhh.” Setelahnya mulut Letta dibungkam bibir lembut suaminya lagi. Peluh dan air mata yang membasahi wajah Letta diusap lembut oleh Jevin. Gerakan apapun yang diberikan Jevin bak adiktif untuk Letta yang kali ini ingin ia hindari, tapi tetap saja Jevin melakukannya dengan kasar. Pada senggama selanjutnya dengan gairah penuh cinta dan api yang membakar keduanya, Letta memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya dan meminta henti tapi Jevin bergerak cepat disana, desahan keduanya bersahutan, lenguhan keduanya berlomba memenangkan libido. Hati keduanya yang tak terarah mungkin akan bertumpu pada satu arah malam ini, keduanya memang tidak siap untuk kehilangan satu sama lain. Netra keduanya beradu sesaat. Peluh membasahi kening Letta, diusap Jevin lalu diimbuhi kecupan.

My mistake, I never know how hurt you are during this time,” bisik Jevin. Peluluh hati Letta ini kadang juga mematahkan hatinya, kadang juga meleburkan hatinya. Menjatuhkan hati, menyatukan tubuh, mengadu senggama dalam surga yang mereka ciptakan berdua. Diambang perpisahan bukan hal berarti untuk menyerah, namun untuk berjuang. Jevin pun mengangkat kedua kaki Letta dan ia taruh di pundaknya, ia langsung menarik pinggang Letta dan Jevin mulai bergerak lagi menusuk dan menghentakkan pusakanya cepat.

Letta benar-benar menangis sekarang karena ia sedang tidak ingin melakukannya tapi Jevin memaksanya di tengah keadaan dan suasana hati yang tidak baik ini. Sakit dibungkam dan lesatan lidah Jevin yang tidak beraturan memberi akses bebas itu membawa Letta dibuai malam itu. Jevin kadang menggoda bagian sensitif Letta juga dengan jemarinya lalu menggerakkan pinggulnya lagi. Ia benar-benar ingin hanya ada kenikmatan dan sebuah keindahan malam bagi sang puan sekarang. Tapi ia tidak sadar bahwa itu menyakitkan. Tempo dan gerakan pinggul dari Jevin membawa Letta terbang ke awan-awan.

Cukup lama Jevin memimpin permainan hingga cengkeraman erat di bahu Jevin, liukan badan Letta membawa Jevin membalik posisi dimana kini Jevin mengubah posisi membuat Letta menungging di sofa dan berpegang pada sofa, sementara Jevin berlutut dan memosisikan pusakanya dan menghentakkannya lagi dari belakang. Jevin benar-benar kehilangan akal dan kesadarannya, tak peduli sang puan sudah merintih malah hal itu membuat Jevin semakin gencar melakukannya lagi.

Plakk! Satu tamparan mendarat di pantat sintal Letta dari Jevin tapi setelah itu Jevin berikan usapan lembut dan rematan, setelahnya Jevin berikan rematan yang lebih sensual dari sebelumnya dan membuat kulit Letta memerah.

“Jevin udah.. udah ...” Letta sudah terengah dalam tangis dan memohon tapi tidak dengan Jevin.

Plak! Satu tamparan lagi mendarat di pantat sintal Letta yang membuat Letta memejam dan menitikan air mata. Untuk bernapas saja sulit rasanya.

Kini, Jevin mulai menarik pinggul Letta dan menghentakkan miliknya bersamaan membuat Letta merintih. Jevin beri gerakan yang agak kasar, tidak seperti biasanya. Sementara Letta memohon henti namun Jevin abai.

“Sayang, udah please ... j Jevino Adrian I beg you ... I beg you ....”

“Aku nggak selingkuh! Aku nggak selingkuh!” kata Jevin nyaring yang membuat Letta ketakutan. Mata Letta memejam dan ia melipat bibirnya guna menahan rasa sakit dan takut dalam dirinya saat ini karena Jevin sungguh hilang kendali.

“Jevin!” pekik Letta yang tidak dihiraukan Jevin. Setelah itu, Jevin berikan gerakan yang cepat oleh pinggulnya, Jevin memberi hentakan tempo lambat tapi hentakan itu bisa menumbuk titik terdalam Letta, berkali-kali. Bayangkan saja betapa lelahnya Letta menahan ini semua. Jevin mengecupi bagian punggung Letta, dan memberi jilatan di sana Jevin merendahkan tubuhnya dan mengecup telinga Letta dan memberikan gerakan lidah yang menggoda di sana. Setelah itu Letta merintih lagi dalam desahnya karena Jevin yang bergerak brutal.

“Jevin ahhh... sshhh... al ... most ...” Mendengar sang puan hampir mencapai pelepasan, Jevin tak tinggal diam, ia mengubah posisi seketika melepaskan penyatuannya, Jevin duduk bersandar di sofa lalu ia menarik tubuh Letta kasar untuk duduk di pangkuannya dan menghadapnya. Letta tidak punya tenaga lagi untuk menolak, Jevin dengan sekali hentakan juga memosisikan pusakanya dan membuatnya memenuhi liang surgawi Letta. Setelahnya, Letta dibimbing Jevin untuk bergerak, pinggang Letta dipegang, tubuh wanita cantik itu dituntun untuk bergerak naik dan turun, padahal Letta sudah lelah bukan main. Jevin juga menggerakan pinggulnya menumbuk liang surgawi Letta.

Persetan dengan waktu yang sudah menunjukkan lewt dari tengah malam. “Jevin mmhh..” Letta berusaha menahan mati-matian gejolak yang ia rasakan. Jevin semakin menggila menggerakkan tubuh Letta naik turun dan memegangi pinggangnya. Letta dipaksa terus bergerak sementara Jevin terus meremas kencang dua gundukan kenyal yang menggantung di dada Letta itu dan terus ia remas.

So damn good, go ahead baby,” bisik Jevin sensual.

“Mhhh.. ahhh,” Letta terus menggerakkan pinggulnya walaupun nyatanya ia sudah merasa lelah bukan main.

Jevin semakin menumbuk liang surgawi Letta tidak beraturan hingga akhirnya,

Akkhhh Jevin .... I wanna ... sshhh,” desah Letta.

Hold on... together babe,” pinta Jevin lalu ia bergerak lebih gencar dari sebelumnya hingga akhirnya.

Ahhhh, mhhhh...

Shhhhh...

Keduanya merasakan sesuatu luruh dan menyatu dalam tubuh keduanya, Letta memeluk erat tubuh kekar Jevin sementara Jevin masih menghentakkan miliknya agar ia mengeluarkan semua cairan kasihnya sempurna di dalam milik Letta, lalu Jevin membalas pelukan Letta erat, mengecup beberapa kali pundak Letta. “Letta don’t ever leave me? maafin aku.” Letta menatap wajah Jevin yang sayu dan berpeluh.

“Kamu bener-bener beda hari ini! Bawa aku ke hadapan wanita yang kamu datengin itu.” Letta tersenyum diatas mata yang basah.

“Let ...”

“Pilihan ada di kamu, aku nggak tahu lagi harus gimana,” balas Letta pasrah.

Akhirnya Jevin menghela napas dan mengangguk, “anything you want, aku bakalan buktiin kalau memang semuanya hanya kesalahan semata, aku nggak akan main gila di belakang kamu, sayang.”

Napas Letta masih terengah, ia hanya menatap Jevin datar, tapi Jevin mengusap peluh yang membasahi wajah Letta, juga air mata yang mengalir di sana.

breath, baby, breath slowly,” kata Jevin sambil mengecup bibir Letta tanpa memberi lumatan di sana dan dalam sekejap, Letta langsung mengatupkan bibirnya dan turun dari pangkuan Jevin berjalan dua langkah sudah hampir terjatuh hingga akhirnya Jevin membopong tubuh istrinya itu menuju kamar begitu saja. “Turunin aku!” perintah Letta. Jevin hanya diam. Ia tetap bawa tubuh Letta ke kamar dengan ekspresi datarnya, tak peduli Letta sudah memberontak, Jevin kembali banting tubuh Letta di ranjang.

Ceklek! Pintu ditutup setelahnya.

END Ikutin juga kisah Letta dan Jevin before and after married yaa aku taruh di threadnya! You can support me and access all password for privatter there https://trakteer.id/awnyaii