Apa Kabar?

Dering dari ponsel yang ia letakkan di dashboard itu menyita perhatiannya, di angkatnya telfon itu dari earphone yang masih terpasang di telinganya. Wanita itu tersenyum, mendengar suara gadis kecil di sebrang sana yang tampak riuh.

IBUUUU!!

“Ya, Kak?” Ara tersenyum, membayangkan bagaimana wajah anak sulung nya itu di kepalanya.

Kakak udah di jemput sama Om Reno, Ibu dimana? Adek udah nanyain Ibu nih.

“Ibu lagi ada urusan sebentar, sekalian mau ambil birthday cake dulu untuk Askara sama Aksara”

“Hmm oke deh, Buk. Hati-hati yah, Buk.” daaahhh Ibu.” tidak lama kemudian sambungan telfon itu di putus sepihak oleh si sulungnya. Dan itu membuat senyum Ara mengembang sekaligus menggeleng kepalanya.

Mobil yang ia kendarai itu ia parkirkan di sebuah toko cake and bakery langganannya. sebelum turun, Ara mengambil payung hitam dulu yang selalu ia taruh di kursi belakang mobilnya. Hari ini Jakarta di guyur hujan dari pagi hingga sore hari, cuaca juga semakin dingin. Namun itu tidak membuat wanita 32 tahun itu mengurungkan niat nya untuk mengunjungi makam Nathan.

Hari ini adalah hari ulang tahun Nathan, sekaligus hari ulang tahun anak kembarnya. Aksara dan Askara Dan ini untuk pertama kalinya Ara membelikan birthday Cake untuk Nathan, ia ingin mengingat hari lahir nya dulu meski Nathan sudah tidak ada di dunia ini.

Kadang, Ara merasa bersalah setiap kali ia merayakan hari ulang tahun si kembar dengan membelikan hadiah, di sisi lain. Nathan tidak pernah Ara belikan hadiah apapun, ah tidak. Bahkan pelukan pun Ara tidak bisa memberikannya.

Maka dari itu, untuk hari ini saja ia ingin mengingat hari lahir anak itu. Ingin membelikan birthday cake untuknya, meski nanti cake itu akan ia bagikan ke anak-anak yang ia temui di jalan, mendoakannya, dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk putra kecilnya itu.

“2 birthday cake nya atas nama Ibu Arumi, ada lagi pesanannya?” tanya seorang kasir pada Ara yang hendak membayar pesanannya.

“Sekalian lilin nya deh, Mbak. Yang angka 4 yah.”

Kasir itu mengambil lilin berangka 4 yang memang ada di etalase tidak jauh dari meja kasir, setelah membayar 2 birthday cake pesanannya. Ara kembali melanjutkan mobilnya membelah padatnya jalanan Jakarta sore itu, meski di luar ramai dengan klakson kendaraan. Namun hening tercipta di dalam mobilnya karna ia sendirian. Ara benci hening, jadi sembari menunggu padatnya lampu merah. Ia nyalakan radio yang sedang membahas perkiraan cuaca esok pagi.

Bibir mungilnya bersenandung, menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini selalu terngiang di kepalanya. Begitu perlahan mobil-mobil hendak berjalan maju, Ara kembali melajukan mobilnya hingga kini ia tiba di sebuah taman pemakaman.

Sembari menenteng birthday cake di tangannya dan memegangi payung, Ara berjalan perlahan-lahan melewati satu per satu blok pemakaman demi sampai di makam kecil yang ia rindukan. Namun begitu sudah sampai di sana, kakinya berhenti. Ia mengurungkan niatnya untuk mendekat ke arah makam Nathan ketika melihat punggung lebar yang sangat ia kenalin.

Seorang pria tengah berjongkok di makam Nathan, pria yang sudah 2 minggu tidak ia lihat itu nampak rapih dengan jaket kulit hitam, celana jeans dan kacamata hitam. Nampak nyentrik untuk sekedar ke pemakaman, pria itu membiarkan gerimis membasahi rambut yang sudah ia tata sedemikian rupa.

Seolah tetesan air hujan bukan masalah baginya, setelah mencabuti beberapa rumput yang nampak menganggu. Pria itu mengadakan tangannya, seperti sedang berdoa dan kemudian berdiri dari sana setelah mengusap nisan bertuliskan nama Nathan disana.

Awalnya Ara ingin menghindar, namun gerakan pria itu cukup cepat hingga kini kedua mata mereka bertemu. Tak hanya Ara yang terkejut akan pertemuan itu, tapi si pria juga. Beberapa detik keduanya saling berdiam di tempat masing-masing, seperti saling mencoba berkomunikasi hanya dengan tatapan itu. Sampai akhirnya, kaki pria itu duluan lah yang melangkah lebih dulu maju ke arah Ara.

Pria itu menunduk, Jeff rasanya tidak punya muka hanya untuk sekedar bertemu wanita yang ia cintainya itu. Kalau di tanya bagaimana perasaanya saat ini, maka Jeff akan menjawab ia senang. Ia senang bisa bertemu Ara lagi dan memastikan jika wanita itu hidup dengan baik setelah badai 4 tahun lalu.

Ara pikir Jeff akan sekedar menyapanya ketika semakin dekat jarak di antara mereka, namun siapa sangka, Pria itu justru melewati Ara begitu saja bahkan menatapnya pun tidak, seolah-olah memang mereka tidak kenal satu sama lain, hal itu lantas membuat Ara membalikan badan ke arah Jeff yang kini semakin menjauh darinya.

“Nathan..” ucap Ara tertahan, ia ragu untuk mengatakan hal itu. Namun, Ara pikir harus ada hal yang harus ia selesaikan dengan Jeff.

Ucapannya itu berhasil menghentikan langkah kaki Jeff, pria itu berhenti di tempatnya tanpa menoleh ke arah Ara. Kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung nya itu membuat dirinya seperti nampak angkuh, tapi jauh dari kata itu. Jeff hanya menutupi kerapuhan dirinya.

“Nathan anak kita..” lanjutnya, membuat Jeff mengepalkan tangannya.

apa dia bilang? Anak kita?

“Kamu, gak mau ngerayain ulang tahunnya?”

Jeff masih diam, kepalanya masih berusaha mencerna kata-kata Ara barusan. Bohong jika Ara tidak mengenalinya sebagai Jeff alih-alih Yuno.

Merayakan ulang tahun? Benarkah? Bahkan bayi itu belum sempat melihat kedua orang tua nya, ulang tahunnya juga bertepatan dengan hari kepergiannya. Apa wanita itu mau merayakan hari menyakitkan itu? Tiba-tiba saja? Kenapa? Pikir Jeff berkecamuk.

“Jeff.. Aku tau, malam itu kamu.”

Jeff agak sedikit kaget, ia sama sekali tidak menyangka jika malam itu Ara menyadarinya. Maksudnya, kenapa wanita itu tidak memintanya untuk berhenti? Bukanya Ara membencinya? Pikir Jeff semakin tidak karuan, namun ia masih enggan untuk berbalik badan. Pergi pun rasanya kakinya sudah terlanjur lemas, rasanya enggak pernah ia merasa bertingkah sebodoh ini.

“Jeff. Biarin hari ini aja, kita ada di hari lahir nya Nathan.”

Belum sempat Jeff menjawab, tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit. Seperti ada suara-suara yang menyuruhnya untuk pergi dari sana, Jeff menoleh. Ia masih melihat Ara berdiri di belakangnya, wajah cantik itu melihatnya tanpa senyum, Jeff ingin sekali mengabulkan permintaan itu.

Namun sebagian diri nya yang lain menghalanginya. jadi, Demi tetap menepati janjinya, Jeff menggeleng. kemudian berlari dari sana meninggalkan Ara, membuat wanita itu tampak bingung melihat Jeff berlari sembari memegangi kepalanya.

Ara ingin mengejar, namun dering di ponselnya kembali terdengar. Menampakan nama Reno di sana yang mengirimkan pesan singkat untuk menyuruhnya segera datang ke pesta ulang tahun si kembar. Akhirnya, Ara buru-buru melangkah ke makam Nathan,

Makam Nathan sangat terurus, rumput hijau yang tidak pernah tinggi dengan bunga kamboja yang tumbuh di atasnya, tak lupa. Selalu ada bunga mawar di sana yang selalu Jeff tinggalkan setiap kali ia berkunjung. Ara berjongkok disana, mengusap nisan bertulisan nama anaknya disana dan tersenyum. Oh iya, fotonya dengan Yuno dan Hana masih ada di sana, lengkap dengan bingkai. Di sebelahnya ada foto Aksara dan Askara juga.

“Nathan, ini Ibu.”

Setiap kali ke makam Nathan, perasaan Ara selalu bercampur aduk, masih ada penyesalan baginya karna tidak bisa melindungi putra kecilnya itu.

“Selamat hari lahir nya Nathan, sayang. Ibu bawain kue buat kamu. Nanti kita bagi-bagi ke teman-teman di jalan yah.”

Ngomong-ngomong soal Yuno, laki-laki itu sudah 2 minggu tidak pulang ke rumah. Ara cukup tahu dimana suaminya itu, Yuno switching karena akhir-akhir ini sedang tertekan karena urusannya di rumah sakit, Papa meminta Yuno untuk belajar banyak hal tentang rumah sakit sebelum 2 tahun lagi ia siap menggantikan Papanya.

Papa memang sudah banyak berubah, tidak terlalu terlihat menuntut Yuno walau hal yang di sebut permintaan itu tetap terdengar seperti tuntutan yang harus Yuno penuhi sebagai anak satu-satunya di keluarga.

“Tadi Papa ke sini yah? Maaf yah, Ibu sama Papa datangnya gak bareng.” gumam nya, Ara membuka birthday cake yang ia pesan dan menunjukannya pada Nathan meski ia tahu ini agak sedikit konyol ia tahu itu, tapi biarkan kali ini saja ia ingin merasa adil untuk Nathan meski anak itu tidak ada.

“Ibu nyanyiin lagu untuk Nathan yah?” Ara menaruh birthday cake itu di atas makam Nathan, kemudian bernyanyi dengan suara pelan nyaris berbisik disana. Sebuah lagu ulang tahun untuk putra yang tidak pernah ia peluk seumur hidupnya.

“Happy birthday Nathan, happy birthday Nathan. Happy birthday happy birthday, happy birthday—”

“Nathan..”

Mendengar seseorang menyahutinya dari belakang, Ara menoleh. Ia tidak menyangka jika seseorang yang berdiri di belakang sana itu adalah Jeff. Ara buru-buru berdiri, pria itu tersenyum samar dan membuka kacamatanya, Nafasnya sedikit tersengal-sengal seperti orang habis berlari.

“Jeff?” gumam Ara.

Jeff mendekat ke arah Ara, mengambil alih payung yang wanita itu pegang. Ara agak sedikit tidak menyangka kalau Jeff akan kembali lagi. laki-laki hanya diam, namun ia kembali berjongkok tanpa mengucapkan kata sedikit pun.

“kamu udah ngucapin happy birthday ke Nathan?” tanya Ara yang memecahkan hening di antara mereka.

Jeff hanya mengangguk, kemudian kepalanya beralih menatap Ara dan tersenyum samar. “apa kabar?” lanjutnya.

“baik, kamu?”

Jeff tidak menjawab lagi, ia hanya mengangguk kecil tapi bisa Ara simpulkan jika anggukan itu menunjukan jika Jeff baik-baik saja ya Ara harap seerti itu. keduanya hanya sempat menyanyikan lagu ulang tahun bersama, sampai akhirnya Ara mengajak Jeff untuk ke mobilnya lebih dulu.

Ara merasa harus ada yang di bicarakan oleh laki-laki itu. Ara sengaja tidak mengajak Jeff ke cafe karena ia butuh ketenangan untuk bicara banyak hal dengan laki-laki itu. Dan di dalam mobil rasanya begitu tepat meski kini keduanya merasa sangat amat canggung.

“Makasih ya, Jeff.” lagi-lagi Ara yang memecahkan hening di antara mereka, sejak bertemu Jeff lagi, laki-laki itu jadi agak sedikit pendiam, atau ini hanya perasaanya saja? pikir Ara.

“Untuk?” laki-laki itu menoleh, keningnya berkerut bingung.

Ara tersenyum, menunjukan kalung dengan pendant yang pernah Jeff buat untuknya dari balik kerah kemeja yang ia gunakan. selain itu, Ara juga menunjukan beberapa gantungan kunci dengan bentuk resin art yang pernah Jeff buat dan berikan melalui perantara Yuno.

“Untuk karya-karya indah yang kamu buat.”

“Aku pikir kamu buang,” Jeff terkekeh, namun telinga laki-laki itu memerah. tidak jauh beda dengan Yuno respon tubuh keduanya sama, telinga nya akan memerah jika merasa malu.

“Aku gak sejahat itu Jeff.”

“Hm, kamu selalu baik. Biar yang ambil peran jahat itu aku.”

Ara hanya tersenyum kecil, ia tahu Jeff hanya bercanda meski tidak benar-benar mengenal laki-laki itu. Tapi wajah Jeff tersenyum ketika mengatakannya. Jeff membuang pandanganya ke jendela mobil yang menampakan pemandangan hujan di baliknya. terlalu gugup rasanya berbicara dengan wanita yang ada di sebelahnya.

Jeff tahu Ara merasa canggung, namun ia merasa sangat nyaman. Meski Ara tidak mengajaknya berbicara sekalipun, Jeff tetap merasa nyaman. Seperti ia bisa mendapatkan ketenangan berada di dekat wanita itu saja, apa memang jatuh cinta seindah ini? Namun Jeff tetaplah Jeff, ia harus sadar akan posisinya saat ini dan siapa dia.

“Jeff?”

laki-laki itu menoleh.

“Gak ada yang mau kamu bicarain sama aku?” tanya Ara, mungkin saja banyak hal yang ingin Jeff bicarakan. Karna selama Jeff memberi banyak hadiah untuknya, tidak satupun Jeff memberikannya surat. Ara padahal berharap Jeff mengatakan sesuatu saat memberikan apa yang ia buat untuknnya.

Jeff menghela nafasnya pelan, ia kemudian menggeleng kecil. kalau boleh jujur ada banyak kata yang tertahan di mulut Jeff untuk ia ungkapkan pada wanita itu, tapi Jeff terlalu takut kata-katanya akan berakhir menyakitkan hati Ara lagi.

“Enggak, kamu mau ngomong apa? tadi katanya mau ada yang di bicarain?”

Ditanya seperti itu, Ara justru terdiam sebentar. ia jadi bingung harus memulai obrolan dari mana dulu. karna rasanya ada begitu banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan Jeff.

“Jeff, maaf karena aku pernah mukul kamu.” Ara pikir itu adalah hal pertama yang harus ia bicarakan, Ara masih suka merasa bersalah jika mengiangat ia pernah memukul Jeff.

Seumur hidupnya, Jeff lah orang pertama yang ia tampar seperti itu. Jika ingat kejadian itu, ia merasa seperti orang jahat. Makanya Ara merasa dia harus meminta maaf sama perbuatannya itu.

“Aku rasa aku pantas dapat itu, kamu gak perlu minta maaf, Ra.” Jeff pikir tamparan Ara waktu itu enggak seberapa di bandingkan dengan apa yang pernah Jeff perbuat ke Ara.

“Aku masih merasa bersalah aja kalau ingat itu.”

“um..”

“Dan.. ada lagi”

“apa?”

Ara menarik nafasnya dalam, “aku udah maafin kamu, Jeff.”

Kata-kata itu berhasil membuat hati Jeff terenyuh. setelah beberapa tahun belakangan ini Jeff selalu berpikir Ara tidak akan memaafkannya, akhirnya ia mendapatkan jawaban jika wanita itu memaafkannya. tapi kenapa? rasanya Jeff bahkan enggak pantas mendapatkan maaf dari Ara setelah apa yang selama ini dia perbuat.

“Kenapa?”

“Hm?” Ara bingung.

“Iya, kenapa kamu memutuskan buat maafin aku?”

Sempat ada jeda sebentar di antara mereka, sampai-sampai yang terdengar disana hanya deru mobil dan suara hujan yang semakin deras dari luar.

“Mungkin karena aku udah berdamai sama masa lalu, dan demi Nathan juga.”

“Um, Nathan.” Jeff mengangguk “Kamu tau malam itu aku, Ra?” lanjutnya.

Jeff menoleh ke wanita yang berada di sebelahnya, dan Ara hanya menjawabnya dengan anggukan kecil. hal itu cukup membuat Jeff terkejut jika kenyataanya selama ini Ara tahu jika malam itu benar-benar dirinya alih-alih Yuno. tapi kenapa Ara tidak mencoba untuk menghentikannya?

“Kenapa kamu gak berusaha mencegah aku?”

Ara terkekeh pelan, ia menarik nafasnya pelan dengan mimik wajah yang terlihat tenang. ini mungkin saatnya untuk jujur tentang rencana nya membuat Jeff mencintainya juga sama hal nya seperti Yuno.

“Jeff, boleh aku jujur sesuatu?” tanya Ara sebelum ia menjelaskan apa yang ada di pikirannya saat itu, hal ini mungkin agak sedikit mencubit Jeff nantinya.

sure.

“Aku memang belum bisa menerima kamu waktu itu, aku tau aku bodoh Jeff. Aku seorang psikolog yang masih belum terima sisi lain dari diri Suami aku sendiri, aku pernah berpikir pengen buat kamu setidaknya menerima aku di hidup Mas Yuno, syukur-syukur kamu bisa cinta aku kaya Mas Yuno cinta sama aku. Makanya malam itu aku enggak berusaha nahan kamu.”

Ah, jadi itu alasannya? Dan sepertinya Ara berhasil. Meski penjelasannya itu membuat Jeff agak sedikit tertampar, namun Jeff menghargai kejujuran Ara. Ia tidak marah.

“Dan kamu berhasil.”

“Um?” Ara menaikkan satu alisnya.

“Bikin aku cinta sama kamu, meski cara aku utarain itu gak semanis Yuno, walau perlakuan aku juga sering kasar ke kamu. Aku cuma bingung harus bagaimana cara kasih tau kamu. Terlalu banyak cemburu dan ego yang aku punya, buat bisa milikin kamu sepenuhnya.”

Tidak ada sahutan dari Ara, ia bingung harus merespon ucapan Jeff seperti apa. Otaknya terasa beku, itu memang wajah Yuno namun suara mereka berbeda, rasanya Ara seperti sedang mendapatkan pengakuan cinta dari laki-laki lain. Tidak lama kemudian, dering dari ponsel Yuno yang ada di saku jaket yang Jeff pakai itu berbunyi.

Mencairkan suasana di antara keduanya, Jeff memeriksa ponsel itu, ia sepertinya harus segera pergi karena saat ini rumah sakit membutuhkannya.

“Aku gak bisa lama-lama, Yuno harus ke rumah sakit, Ra.”

“Jeff?” panggil Ara menghentikan Jeff yang hendak membuka pintu mobil miliknya.

“Ya?”

“Kamu boleh pulang ke rumah, apa kamu gak kangen Hana?”

Jeff tersenyum getir, tentu saja ia merindukan Hana ia juga penasaran sudah sebesar apa Hana sekarang. namun ia hanya bisa menggeleng pelan, ada janji yang tidak boleh Jeff langgar dengan Yuno.

“Aku gak bisa pulang ke rumah Yuno, aku udah janji sama dia buat enggak datang ke rumah itu lagi.”

Ada perasaan sedih sejujurnya mendengar jawaban dari Jeff, namun apa boleh buat, ini tentang kesepakatan Jeff dan Yuno, sebelum Jeff turun dari mobil itu ia sempat menoleh ke arah Ara sebentar.

“Aku senang liat kamu hidup dengan baik, Ra. aku harap akan selalu begitu, sampai ketemu lagi.” Ucapnya dan begitu saja Jeff keluar dari sana.

Ara masih terdiam di dalam mobil, memperhatikan Jeff yang menerobos hujan tanpa payung dan masuk begitu saja ke dalam mobil Yuno yang terparkir tidak jauh dari tempat mobil Ara parkir.