Apa Mungkin Aku Bisa Bertahan
Ara bangun lebih pagi kali ini, subuh ia sudah bangun untuk memeriksa kamarnya dan Yuno. Ara pikir Jeff masih tidur, tapi siapa sangka jika Jeff tidak ada di kamarnya. Ara enggak tahu Jeff kemana, setahunya hari ini Yuno hanya ada shift pagi di jam 7. Seharunya Jeff enggak berangkat ke rumah sakit sepagi ini kan?
Ara akhirnya turun ke lantai 1, berharap Jeff ada di sana. Sedang menonton TV atau berolahraga kecil, namun sayangnya harapannya pupus. Jeff enggak ada di lantai 1, di dapur hanya ada Budhe Ani yang tengah membuat sarapan pagi ini.
“Budhe, Maaf. Budhe liat Bapak keluar pagi ini?” tanya Ara.
“Bapak pergi jam 4 tadi, Buk. Budhe pikir Bapak udah pamitan sama Ibu.”
Ara menghela nafasnya dengan kasar, wajahnya tampak bingung memikirkan kemana Jeff pergi. “Bapak gak bilang apa-apa sama Budhe sebelum pergi?”
“Bapak cuma bilang titip Hana sama Ibu. Gitu aja sih, Buk.”
Lagi-lagi Ara harus menelan kekecewaan pagi ini. Semalam ia banyak berpikir untuk merenungkan kesalahannya, Ara berpikir ia memang salah. Jeff jelas sudah memberi ultimatum padanya untuk enggak keluar rumah karena tensi nya yang belum stabil, namun Ara justru nekat keluar rumah untuk pergi ke supermarket bersama dengan Hana.
Waktu itu Ara mikirnya dia mungkin butuh sedikit refreshing sebentar dengan berjalan-jalan keluar, karena biasa bekerja. Saat sudah tidak bekerja seperti ini Ara jadi banyak waktu, dan kadang ia suka merasa bosan di rumah. Apa lagi, saat Jeff mengambil alih Yuno. Ara sering sekali merasakan ketegangan di rumah dan kesepian, hanya itu pikirannya waktu itu. Namun siapa sangka itu justru memperburuk kondisi kesehatanya dan keadaanya bersama Jeff.
“Ya Udah, makasih yah, Budhe.”
Ara berjalan ke ruang TV. Ia mengetikan pesan pada Jeff ke ponsel Yuno. Ara hanya bisa berharap Jeff mau memaafkannya, atau setidaknya Jeff mau membicarakan banyak hal tentang obralan semalam yang terkesan adu mulut secara baik-baik kali ini.
Jam 9 pagi setelah selesai sarapan, Gita datang untuk bermain ke rumah Ara bersama anak-anaknya. Ara sedikit lega karena kehadiran si kembar bisa menghalau kekhawatiran Hana akan kejadian semalam, anak itu tampak ceria kembali bermain bersama anak-anaknya Gita dan Arial di taman belakang.
Sementara itu Ara dan Gita mengobrol di taman, sesekali mereka juga memperhatikan anak-anak mereka bermain. Pagi ini Gita melihat wajah Ara sedikit pucat, wanita itu tampak enggak baik-baik aja. Selain pucat, wajah Ara itu selalu kelihatan bingung dan sedih. Gita sudah pasti tahu penyebabnya. Namun yang ia khawatirkan kali ini adalah kesehatan Ara dan kandungannya.
“Lo sakit, Ra? Muka lo pucat banget,” ucap Gita.
Ara hanya bisa mengangguk pelan, dia gak mau berbohong mengatakan jika dirinya baik-baik saja padahal kenyataanya jauh dari kata itu.
“Gue emang lagi sakit, Git. Semalam gue ngedrop banget.”
“Lo mau istirahat di dalam aja? Udah sarapan belum sih?” Gita menggeser duduknya, ia sedikit memijat tangan Ara yang pagi itu terasa agak sedikit dingin.
“Udah, udah kok. Tadi gue sarapan sama Hana. Semalam gue juga udah di bawa ke rumah sakit.”
Ara kembali melamun setelah mengucapkan itu, Gita jadi enggak tega sendiri melihatnya. Dia memang datang sepagi ini untuk memeriksa kondisi Ara dan Hana, sampai saat ini belum ada orang lain yang tahu soal Jeff yang mengambil alih Yuno lagi. Bahkan Gita juga enggak cerita soal ini sama Mama Lastri dan Arial.
“Ra?”
“Hm?” panggilan Gita itu memecahkan lamunan Ara, wanita itu jadi melihat ke arahnya.
“Ada masalah lagi sama Jeff yah?” tebak Gita.
Ara mengangguk, susah payah ia menelan saliva nya. Gumpalan ketidaknyamanan di hatinya itu seperti menjadi beban yang kini berkumpul menjadi satu di kedua bahu Ara, nafasnya setiap hari terasa berat dan pikirannya enggak pernah tenang sedetik pun.
Hidup yang dulu Ara pikir terlalu sempurna itu kini seperti luruh begitu saja, tergantikan dengan kekacauan yang bahkan Ara sendiri bingung bagaimana cara membenahinya. Mungkin ini salahnya, salah karena terlalu menyombongkan diri dengan segala kemurahan Tuhan yang ia anggap terlalu sempurna menulis jalan hidupnya.
“Gak ada satu hari pun gue sama Jeff enggak ribut kayanya, Git.”
Gita terdiam, dia mengusap lengan Ara dengan raut wajah prihatinnya.
“Salah gue juga kayanya kali ini,” Ara terkekeh, kekehan yang hambar. Seperti ia tengah menertawakan situasinya saat ini. “Kemarin gue emang sempat pergi ke supermarket buat belanja kebutuhan rumah, waktu itu gue cuma mikir. Gue butuh keluar supaya enggak jenuh, gue juga ngerasa akhir-akhir ini emang lagi tegang aja di rumah.”
“Malam sebelum gue pergi, Jeff emang udah kasih tau gue buat enggak kemana-mana, gue harus bed rest karena tekanan darah gue belum stabil, gue enggak dengerin ucapan dia, Git. Gue drop di supermarket sampe kena vertigo. Yah.. Untungnya ada obgyn gue, Dokter Bagas. Dia bawa gue ke rumah sakit dan anterin gue pulang, gue udah coba hubungin Jeff, Git. Tapi Jeff gak angkat telfon dari gue,”
“Waktu di rumah, Jeff marah banget ke gue. Dia bentak-bentak gue, dan bilang gue egois sampe bahayain diri dan bayi gue. Gue tau gue salah, gue minta maaf soal itu sama dia. Karena gue emang salah, Jeff juga bilang kalau dia gak bisa selalu ngurusin gue karena ada kekacauan yang lagi dia beresin. Gue gak paham yang dia maksud kekacauan apa, Git.”
Suara Ara sudah bergetar, ia bersiap untuk menumpahkan air matanya lagi kali ini. Tapi sebisa mungkin Ara tahan, kepalanya sudah pening karena menangis semalam dan memikirkan kemana Jeff pergi sepagi ini. Jujur saja, Ara punya pikiran kalau Jeff mungkin sering bertukar kabar dengan perempuan yang sedang dekat dengannya, Sampai hari ini Ara masih mencari tahu soal siapa perempuan itu.
Ara udah enggak bisa buka-buka ponsel Yuno lagi karena Jeff mengganti password nya.
“Mungkin, Git. Mungkin Jeff ada cerita ke lo apa yang dia maksud sama kekacauan di rumah sakit? Karena Jujur, gue enggak tahu apa-apa, Git. Gue ngerasa bodoh banget, gue enggak tahu apa yang Mas Yuno alami.”
Gita mengangguk pelan, ia menghela nafasnya. “Ada, Ra. Jeff emang cerita soal gimana kacaunya rumah sakit memperlakukan Kak Yuno sampe bikin Jeff ambil alih dia.”
Ara memejamkan matanya pelan, bersamaan dengan bulir air mata yang jatuh membasahi pipinya. Ternyata ada yang Suaminya itu sembunyikan darinya, Ara cukup menyesal, dia tahu banyak masalah orang lain yang konseling dengannya. Membantu orang-orang itu untuk tetap tenang hingga bisa berpikir jernih untuk memikirkan jalan keluarnya.
Tapi disisi lain, Suaminya justru menutupi apa yang di alaminya dan apa yang dirasakannya. Ara merasa dia gagal menjadi psikolog rasanya, seharunya dia lebih bisa perduli lagi dengan Yuno kan?
“Jeff cerita, banyak rekan sesama dokter dan perawat yang gak suka sama Kak Yuno, Ra. Lo tau sendiri kan, Kak Yuno satu-satunya pewaris tunggal Harta Wijaya Hospital? Banyak dari mereka yang mikir nepotisme ke Kak Yuno, banyak yang bilang Kak Yuno enggak kompeten sampe ada omongan kalo kemampuan Kak Yuno sama kaya dokter coas, itu yang di maksud kekacauan sama Jeff,” jelas Gita.
Selama ini Yuno enggak pernah cerita soal ucapan-ucapan yang menyakitkan seperti ini, Ara jadi berpikir mungkin hal ini juga yang menjadi salah satu beban untuknya. Sampai-sampai Yuno merasa marah dan tertekan dengan keadaanya yang terjepit seperti tidak punya pilihan.
Yuno itu enggak pandai mengekspresikan amarahnya, ia cenderung akan diam memendamnya sendiri. Berbeda dengan Jeff yang selalu menunjukan pada semua orang jika ia marah.
“Mas Yuno enggak pernah cerita ke gue, Git. Gak pernah...” ucap Ara lirih.
Wanita itu menutupi wajahnya dan menangis menyesakan, sementara Gita hanya bisa mengusapi punggung Ara yang bergetar karena tangisnya.
“Kak Yuno mungkin enggak mau bikin lo kepikiran, Ra. Apalagi dia tau lo gak bisa kena banyak pikiran yang berat, karena ini pasti berimbas ke lo dan bayi lo kan. Makanya dia pendam ini sendirian, ini bukan salah lo kok.”
Ara masih terisak, dadanya terasa semakin sesak membayangkan Yuno yang menanggung semuanya sendirian. Pantas saja setiap kali pulang bekerja, Yuno selalu tampak kelelahan dan seperti menyimpan beban yang enggak pernah bisa ia bagi dengan siapapun itu.
“Gue harus gimana yah, Git. Kenapa hidup gue jadi berantakan kaya gini.”
Setelah Gita pulang dari rumahnya, siang menjelang sore nya Ara nekat untuk pergi ke rumah sakit. Ara mau mengikuti kemana Jeff pergi, setidaknya ia harus tahu kemana Jeff kalau enggak pulang ke rumah, dimana laki-laki itu bermalam.
Ara enggak ajak Hana, Ara menitipkan Hana sama Mbak Ulfa dan juga Budhe Ani di rumah. Kondisi Ara juga sudah sedikit membaik, tensi nya sudah turun walau belum di katakan normal. Tapi Ara cuma mikir dia harus memperbaiki keadaan, dengan berjuta-juta rasa bersalah pada bayi nya. Ara tetap nekat pergi ke rumah sakit.
Cukup lama Jeff keluar dari rumah sakit, bahkan ia sedikit telat pulang dari shift yang sudah di tentukan. Ara cuma berpikir mungkin masih ada pasien yang harus Jeff tangani dulu sampai ada dokter lain yang menggantikannya.
Tidak lama kemudian Jeff keluar, laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya dan Ara langsung bersiap untuk segera mengikuti Jeff kemana ia pergi. Ternyata Jeff pergi ke sebuah cafe, laki-laki itu enggak turun. Tapi tidak lama setelahnya ada perempuan yang keluar dari cafe itu dan masuk ke mobil Yuno.
Ara kaget bukan main waktu dia sadar siapa perempuan yang masuk ke dalam mobil Suaminya, ternyata itu adalah Shanin. Pasien yang sering konseling dengannya, mobil yang di tumpangi Jeff dan Shanin melaju. Membuat Ara juga harus melaju mengikuti kemana keduanya pergi.
Sungguh, Ara sama sekali enggak menyangka kalau mungkin perempuan yang akan menonton konser dengan Jeff itu adalah Shanin. Dan dugaannya semakin kuat ketika mobil yang Jeff kendarai, masuk ke dalam parkiran sebuah venue konser.
Kedua nya turun dari mobil dengan sedikit terburu-buru, membuat Ara juga sedikit berlari kecil mengikuti mereka yang jalannya lebih cepat. Keduanya masuk ke dalam venue, sementara Ara di tahan oleh petugas yang berjaga di sana.
“Boleh saya lihat tiketnya, Mbak?” tanya petugas itu.
“Saya.. Belum beli tiket, saya bisa beli tiket disini gak yah, Mbak? Saya butuh masuk banget.”
“Maaf yah, Mbak. Kami enggak menjual tiket di venue, tiket konsernya juga sudah di jual online di website dari bulan kemarin dan sudah terjual habis.”
Ara hanya mengangguk, memohon untuk masuk pun percuma. Petugas-petugas itu hanya sedang menjalankan tugasnya, ia akhirnya kembali ke mobilnya. Ara menangis semakin menyesakkan di dalam mobilnya, bahkan beberapa kali ia memukuli stir mobilnya itu.
Ara benar-benar sefrustasi itu dalam menghadapi masalahnya, lagi-lagi ia mencoba untuk menelfon Jeff. Namun sayang, kali ini ponsel Yuno mati. Ara yakin Jeff sengaja yang mematikannya.
Ara berusaha menenangkan pikirannya, ia menarik nafasnya pelan dan mengusap wajahnya itu. Rasanya dia udah enggak sanggup sama semua yang Jeff lakukan padanya, apalagi saat mengingat ucapan Jeff bahwa Jeff enggak akan pergi. Jeff akan tetap berada di tubuh Yuno, Jeff itu enggak pernah main-main sama ucapannya. Jadi Ara berpikir kalau itu juga bukan ancaman.
Katakan pikiran Ara dangkal, tapi malam itu ia benar-benar berpikir untuk melepaskan pernikahannya dengan Yuno. Masih di dalam mobilnya, Ara mencari tahu tentang perceraian melalui ponselnya.
Ara juga sempat mengirimkan pesan pada Yves Istrinya Kevin untuk membantunya mencari pengacara, waktu itu Ara enggak bilang untuk dirinya. Melainkan untuk temannya yang ingin menggugat cerai Suaminya.
To Be Continue