Berpikir Berpisah 07

“Kita mau nginap di rumah Kakak Elios, Buk?” tanya Hana.

“Iya sayang, kan Hana libur. Kak Eloise sama Kak Elios juga libur sekolahnya, jadi Kita nginap di sana yah.”

Ara masih sibuk menata baju-baju di dalam tas nya, rencana nya Ara akan menitipkan Hana pada Gita dan Arial dulu untuk sementara waktu, Ara juga akan menginap di sana untuk beberapa hari ini sambil memikirkan keputusannya untuk berpisah dengan Yuno.

Ara bukan udah gak sanggup hidup bersama Yuno, Ara cuma enggak sanggup menghadapi Jeff. Dia cuma berpikir kalau dia enggak setegar itu untuk meladeni Jeff, Ara merasa kalau ia terus bersama Yuno dan selama Jeff masih terus mengambil alih Yuno.

Ara takut Hana akan tau semuanya, tentang Jeff yang ia pikir adalah Yuno. Dengan sikap yang kasar, pemarah dan arogan itu. Ara enggak mau Hana membenci Yuno, Ara juga gak mau tumbuh kembang Hana terganggu karena sering melihat kedua orang tua nya yang selalu bertengkar.

Ara tahu ini terkesan gegabah, tapi ia seperti sudah tidak punya pilihan lain selain berpisah.

“Papa ikut kan, Buk?” tanya Hana, membuat Ara berhenti memasukan baju-baju anak itu ke dalam tas.

Ara berbalik, ia jongkok di depan Hana yang saat itu tengah duduk di ranjangnya. Ia memegang kedua tangan kecil putri nya itu, sungguh, rasanya saat ini alasan Ara untuk tetap bertahan hanya Hana dan Nathan saja. Ara enggak tahu gimana jadinya hidupnya tanpa Hana dan Nathan.

“Papa...” Ara menunduk, ia memikirkan alasan yang tepat untuk membuat Hana enggak mencurigakan sesuatu terjadi di antara kedua orang tua nya.

“Papa lagi kerja di luar kota, sayang. Papa harus sembuhin pasiennya yang jauh dari rumah kita,” alibi Ara pada putrinya itu.

“Berarti Papa enggak ikut yah, Bu?”

“Kita berdua aja yah?”

Kedua bahu Hana merosot, wajahnya kembali sendu dan enggan menatap Ibu nya lagi. Boneka Teddy Bear yang Yuno berikan dan hasil bermain mesin capit itu Hana peluk. Ara tahu Hana merindukan Ayahnya, karena bagaimana pun Yuno dan Jeff itu berbeda. Mereka berbeda dalam memperlakukan Hana, meski Ara tahu kalau Jeff juga sangat menyayangi Hana.

“Sayang? Hey? Kok sedih gitu mukanya?” Ara mengusap pipi Hana.

“Hana kangen Papa.. Kenapa sekarang Papa jadi jarang pulang ke rumah sih, Buk? Apa karena Hana nakal?”

“Sayang, no. siapa yang bilang Kakak nakal, Nak?” Ara bangun dan berpindah menjadi duduk di samping Hana, ia pangku anak itu dan ia peluk agar Hana enggak merasa sendirian.

“Kakak enggak nakal, sayang. Kakak kan selalu jadi anak baiknya Papa sama Ibu.”

“Terus kenapa Papa jadi jauh dari kita sih, Buk? Kenapa Papa enggak pernah dongengin Hana lagi?” Hana itu punya sikap seperti Yuno, anak itu sering menyalahkan dirinya untuk hal-hal yang bukan salahnya. Ara bisa tahu itu, terlalu banyak sikap dan paras yang Hana warisi dari Yuno.

“Nanti malam kita telfon Papa yah? Hana bilang kalau Hana kangen Papa, ya?”

Hana mengangguk, setelah selesai membereskan baju-baju Hana dan baju miliknya. Ara langsung berpamitan pada Budhe Ani, selama Ara enggak ada di rumah. Budhe Ani yang akan menjaga rumah seorang diri, Ara juga memberi tahu Budhe Ani untuk mengabari jika Yuno pulang ke rumah.

Di rumah Arial dan Gita, Hana sudah nampak riang kembali. Apalagi setelah kedua anak Gita dan Arial mengajaknya bermain, di ruang tengah. Gita, Arial dan Ara minum teh bersama. Dari awal Ara bilang untuk menginap di rumahnya, sebenarnya Arial sudah mencurigai jika ada sesuatu yang Ara dan Gita tutupi darinya.

“Tapi Yuno tau kamu bakalan nginap beberapa hari disini, Dek?” tanya Arial pada Ara.

Ara menggeleng, “Ara belum bilang sama Mas Yuno, Mas.”

“Kenapa gak bilang?” Arial mengangkat sebelah alisnya, jawaban Ara barusan menambah kecurigaannya itu. “Kamu baik-baik aja kan sama Yuno?”

Gita melirik ke Ara, mata mereka sama-sama bertemu dan ini menambah kecurigaan Arial jika benar ada yang Istri dan Adik sepupunya itu sembunyikan darinya. Arial mendengus, ia tahu keduanya sedang berbohong saat ini dan itu sangat terlihat jelas.

“Kalian berdua tuh nyembunyiin apa sih dari Mas?” tanya Arial to the point.

Tidak ada yang menjawab satu pun juga, baik Gita maupun Ara hanya saling diam. Gita bukan enggak mau cerita ke Arial soal masalah Adik sepupunya itu, Gita cuma melakukan apa yang Ara minta untuk merahasiakan apa yang terjadi pada rumah tangga nya dan Yuno.

“Ra? Git? Ini beneran kalian gak ada yang mau cerita? Ini pasti ada yang gak beres ini, Mas Yakin.”

“Ra?” panggil Gita.

Ara mengusap wajahnya, Ara sudah kepalang basah karena berjalan di kubangan. Jadi pada akhirnya ia akan jujur pada Arial, tentang apa yang terjadi pada dia dan Yuno.

“Jeff ambil alih Mas Yuno, Mas.” ucap Ara pada akhirnya.

Wajah Arial nampak khawatir, pasalnya Arial tahu bagaimana sikap alter ego Yuno itu. Karena Arial juga pernah bertemu dengannya langsung, tidak, Arial bahkan sempat di hajar habis-habisan waktu itu. Mungkin jika tidak ada Gita di sana, Arial bisa mati di tangan Jeff.

“Sejak kapan?”

“Sejak Mas Yuno ambil studi spesialisnya, Mas.”

“Kamu tau hal ini, Git? Kenapa gak cerita ke aku?” tanya Arial pada Gita, Arial sedikit kesal karena Gita merahasiakan hal ini padanya. Padahal Gita sendiri tahu betapa enggak sukanya Jeff ada Ara, Yuno hanya mengkhawatirkan Adik sepupunya itu.

“Mas, jangan salahin Gita. Aku cerita ke Gita dan bilang ke dia buat gak bilang ke siapa-siapa tentang hal ini.”

“Terus gimana sekarang? Pasti Jeff lakuin sesuatu ke kamu kan?” Arial berdiri, Arial ingin mengambil ponselnya untuk menelfon Jeff ke ponsel Yuno. Namun Gita menahannya, jadi Arial kembali ke posisinya untuk duduk.

“Aku sama Jeff berantem, Mas. Gak ada satu hari pun aku gak ribut sama dia, kemarin aku sempat drop. Ya.. Emang salah aku juga karena gak dengerin apa yang Jeff bilang, Jeff udah kasih tau aku buat enggak pergi kemana-kemana karna tensi aku masih belum stabil. Tapi aku nekat buat pergi,” jelas Ara.

“Terus sekarang dia kemana?”

“Jeff masih di rumah sakit, tapi aku gak tau dia bermalam ke mana kalau gak pulang ke rumah.”

Arial menghela nafasnya, “ya Tuhan, Ra. Kenapa kamu malah gak cerita apa-apa sama, Mas? Jadi ini alasan kamu nyuruh Hana nginap di sini untuk sementara waktu?”

Ara mengangguk pelan, “sampai setidaknya urusan aku sama Jeff selesai, Mas. Ada yang harus aku urus sebelum semuanya semakin kacau.”


Sore ini Ara mencoba menemui Shanin untuk membicarakan soal Yuno pada perempuan itu, mereka bertemu di sebuah cafe yang tidak jauh dari tempat Shanin tinggal. Hana enggak Ara ajak, anak itu masih tinggal di rumah Arial dan Gita.

Sudah terhitung 3 hari ini Ara enggak pulang ke rumahnya dan Yuno, Jeff hanya bertanya Hana di mana pada Ara, namun setelah mengetahui Hana berada di rumah Gita. Jeff enggak bertanya apa-apa lagi, tidak lama kemudian Shanin datang. Shanin enggak terlambat kok, hanya saja Ara datang lebih dulu dari pada Shanin.

“Mbak, maaf yah aku telat,” ucap Shanin.

Ara sempat berdiri dan berpelukan pada Shanin, jujur saja. Ara sedikit lega Shanin tampak lebih baik dari yang terakhir ia temui, bahkan Shanin sudah memakai riasan di wajahnya. Perempuan itu terlihat semakin cantik saat ini.

“Enggak, Nin. Aku emang datang duluan kok, kebetulan tadi habis ada urusan di sekitar sini. Jadi langsung sekalian aja ketemu sama kamu.”

“Aku pikir aku terlambat, enggak enak banget jadinya, ah iya, Mbak gimana kabarnya?” tanya Shanin.

“Baik, kamu sendiri gimana? Aku lihatnya lebih baik kayanya yah? Gimana konsul sama Dokter Amreiza nya? Nyaman sama beliau?”

Setelah memesan minuman dan dessert Shanin tersenyum, jujur saja banyak kemajuan saat Shanin konseling, terapi dan meminum obat dari Dokter Amreiza. Ia sudah tidak pernah bermimpi buruk lagi, sudah tidak pernah kepikiran kejadian itu lagi dan waktu tidurnya juga jadi lebih teratur.

“Mbak, aduh. Aku gak tau gimana caranya berterima kasih lagi sama Mbak Ara karena udah nyaranin aku buat konseling sama Dokter Amreiza, beliau baik banget, Mbak. Aku jauh lebih baik setelah minum obat dari beliau dan terapi,” jelas Shanin.

Ara tersenyum, dia sungguh lega mendengarnya. Ara akui jika kepribadian Shanin sangat menyenangkan, anak itu mudah bergaul dan gak pernah kehabisan topik untuk bicara dengan orang lain. Ara tahu ini dari beberapa test yang pernah Shanin jalani waktu konseling bersamanya.

“Saya lega dengarnya, Nin.” Ara meminum lemon tea yang tadi ia pesan, ia memikirkan bagaimana cara memulai obrolan pada Shanin untuk membicarakan tentang Jeff.

“Mungkin di tambah aku di kelilingi orang baik juga kali yah, Mbak? Ini ngaruh juga kan ke kesembuhan aku?”

Ara mengangguk, ia pikir ia di beri celah dari Shanin untuk membicarakan soal Jeff padanya, Ara akan memakai kesempatan ini untuk membicarakan hal itu.

“Sangat berpengaruh, Nin. Lingkungan yang mendukung, akan cepat membuat kamu pulih dari trauma. Apalagi kalau di tambah support dari orang-orang terdekat kamu.”

“Akhir-akhir ini aku juga lagi happy banget, Mbak. Karena aku dapat kenalan baru yang bikin aku nyaman banget ngobrol sama dia, yah walau agak sedikit galak sih,” Shanin terkekeh.

Sementara Ara merasakan nyeri di hatinya, jika ia boleh menebak. Apakah seseorang yang di maksud Shanin ini adalah Jeff? Pikir Ara.

“Dia dokter yah?” tanya Ara to the point dia sudah gak tahan untuk tidak membicarakan hal ini pada Shanin.

“Kok, Mbak tau?” Shanin kaget, jujur saja dia enggak tahu bagaimana caranya Ara bisa tahu kalau ia sedang dekat dengan seorang dokter? Pasalnya Shanin hanya bercerita hal ini pada Vera.

Ara hanya tersenyum, bukan senyuman yang tulus. Melainkan senyum yang Shanin sendiri sulit mengartikannya, di tengah kebingungan Shanin. Ara mengeluarkan ponselnya dan menunjukan foto Yuno, Ara serta seorang anak perempuan di sana.

“Jeff?” tanya Ara pada Shanin, gadis itu hanya mengangguk dengan raut wajah yang bingung.

“Namanya Aryuno Abidzar Wijaya, Nin. Anak dari pemilik Harta Wijaya Hospital. Yuno itu Suami saya.”

“Mbak, Tapi. Jeff—” Shanin menarik nafasnya pelan, “tapi dia mengaku namanya Jeff sama aku, Mbak.”

“Boleh aku cerita tentang Yuno dan Jeff?”

Ragu-ragu namun pada akhirnya Shanin mengangguk pelan, ia bisa melihat air wajah tenang dari wanita di depannya itu berubah. Menyiratkan kesedihan yang tergambar jelas di balik suara tenang yang sedang menjelaskan tentang siapa itu Yuno dan Jeff.

“Yang kamu temui itu Suami saya Yuno, Nin. Mas Yuno,” Ara mengigit bibir terdalamnya itu. “Mas Yuno memiliki alter ego bernama Jeff, dan laki-laki yang bersama kamu di venue konser waktu itu adalah Jeff, alter ego nya Mas Yuno.”

Shanin menahan nafasnya sebentar, dia gak habis pikir sama penjelasan Ara tentang Suaminya, bahkan Shanin masih enggak paham kenapa bisa seorang dokter memiliki alter ego seperti ini?

“Mereka seperti dua sisi koin yang berbeda, Mas Yuno itu lembut, baik dan sangat sayang sama saya dan Hana anak kami. Tapi, Jeff. Dirinya yang lain belum bisa menerima saya di hidup Mas Yuno,”

“Selama ini Mas Yuno sedang menjalani hari yang berat, dia juga baru aja ambil studi spesialisnya lagi. Dan itu cukup membuatnya terbebani dan tertekan sampai akhirnya Jeff datang menggantikannya, seseorang yang punya gangguan DID ini gak akan ingat apa yang ia lakukan selama dirinya di ambil alih oleh alter egonya,” jelas Ara.

Di kursinya Shanin mendengarkan semua penjelasan dari Ara, perlahan ia bisa paham apa yang Ara maksud tentang Jeff dan Yuno suaminya. Dalam hati, Shanin jadi enggak enak hati karena sudah memiliki sedikit perasaan pada Jeff, apalagi saat mendengar cerita Ara bahwa wanita itu sempat mengikutinya ke venue konser.

Disini Ara sama sekali enggak marah ke Shanin, karna tujuannya hanya untuk memberi tahu Shanin siapa itu Jeff. Shanin bilang dia cukup prihatin sama apa yang tengah di alami sama Ara, gadis itu cukup dewasa dan bijaksana dalam menanggapi hal ini. Padahal Ara tahu Shanin cukup awam mengenai gangguan yang Yuno derita.

“Mbak, aku minta maaf karena aku gak tahu kalo Dokter Jeff itu adalah Dokter Yuno, Mbak. Maaf, aku gak berniat ngerebut Suami kamu, Mbak,” jelas Shanin.

Ara menggeleng pelan, dia bersyukur banget Shanin bisa mengerti keadaanya. “Gapapa, Nin. Kamu disini gak tahu apa-apa, dan maaf. Aku harus bilang ini ke kamu, aku sama sekali gak ada niat buat melabrak kamu kok. Aku disini cuma mau kasih tau yang sesungguhnya supaya di kemudian hari kamu enggak salah paham sama semua ini. Karena kalau Mas Yuno kembali, dia gak akan ingat sama kamu. Dia gak akan ingat apa yang kalian berdua lakuin.”

Shanin gak bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Ara mengetahui Suaminya pergi bersama perempuan lain, yah meskipun Shanin tahu Ara pasti paham jika itu alter ego dari Suaminya.

“Mbak, aku janji aku bakalan jaga jarak sama Dokter Jeff, ah.. Maksud aku Dokter Yuno,” Shanin memegang punggung tangan Ara, “aku bakalan jauhi Suamimu, Mbak.”

Setelah selesai berbicara dengan Shanin, Ara langsung pulang ke rumah Arial dan Gita. Dia cukup lega mendapat respon baik dari Shanin, Ara tahu Shanin perempuan baik. Waktu Ara masuk ke kamar tamu ia pikir Hana sudah tidur, ternyata anak itu sedang melakukan panggilan video dengan Jeff yang ia pikir itu adalah Yuno, Papanya.

Hana menoleh, Anak itu tersenyum dan menunjukan wajah Jeff yang ada di layar ponsel milik Arial. Hana tadi menangis, ia bilang kalau ia merindukan Papa nya. Hana juga minta Papanya untuk segera menjemputnya.

“Papa, Buk. Papa di rumah..” ucap Hana, ia memberikan ponsel itu pada Ibunya.

Di sebrang sana Ara dapat melihat wajah Jeff di ponsel milik Arial, wajah Yuno yang tampak terlihat lelah itu. Hana belum punya ponsel pribadi, anak itu tadi meminjam ponsel milik Pamannya.

“Kamu udah makan?” tanya Ara.

Jeff hanya mengangguk, “kamu gak bilang kalau di rumah Gita juga? katanya nginap di rumah Bunda?

“Bunda lagi sibuk ngurus venue pernikahan Reno.”

Istirahat yah, jangan capek-capek. Kondisi kamu gimana?

Ara menunduk, entah Jeff memang perhatian padanya atau ia hanya bersandiwara sebagai Yuno saja di depan Hana.

“Baik, yaudah kalau gitu. Udah malam, yah. Hana juga udah ngantuk, kamu istirahat yah.”

Ra..

Belum sempat Jeff berbicara lagi, Ara sudah memutuskan sambungan itu dan menyimpan ponsel Arial di meja samping rajang tidurnya dan Hana. Hana sempat bercerita tentang Arial yang mengajaknya jalan-jalan tadi sore, dan Ara juga bercerita tentang apa yang ia lakukan barusan. Sampai akhirnya Ara menyuruh Hana untuk tidur karena memang sudah malam.

“Ibu?”

“Hm?”

Ara masih mengusap-usap pucuk kepala Hana, ia melamun setelah selesai membacakan bocah itu dongeng. Ia pikir Hana sudah tidur, tapi ternyata anaknya nya itu belum kunjung tidur.

“Ibu sayang gak sama Papa?” tanyanya, setiap malam, Hana selalu menanyakan Yuno, tapi hingga saat ini Papa nya juga belum kunjung kembali.

“Sayang dong Kak, kenapa Kakak nanya gitu?”

“Kakak kangen Papa. Kita kan keluarga, kenapa bobo nya misah? Hana bobo di rumah Uncle Iyal tapi Papa bobo di rumah sendiri. Kita kenapa enggak pulang sih, Bu? Papa kenapa gak jemput kita, katanya Papa mau di bantuin Hana buat bikin kamar untuk Adik bayi.”

Ara enggak bisa menjawab, terlalu sulit menjelaskan pada Hana bagaimana kondisi keluarganya saat ini. Yang Ara pikirkan adalah, Ara gak ingin Hana melihat apa yang seharusnya anak itu tidak lihat, seperti Ara dan Jeff yang selalu adu mulut tiap kali bertemu.